Travel Blogger Medan : Menikmati PSBB di Labuhan Haji

Libur lebaran tahun ini ibarat pelampiasan bagi banyak orang, khususnya di Indonesia. Eitss,, bukan pelampiasan yang berarti negatif. Melainkan pelampiasan untuk bisa menikmati suasana Idul Fitri bersama keluarga setelah sejak dua tahun sebelumnya aktivitas silaturahmi dibatasi. Yah.. demi mengurangi penyebaran virus Covid-19 kita jadi lebih banyak silaturahmi virtual. Karena PSBB, semuanya dibatasi. Kali ini saya dan keluarga ingin menikmati PSBB yang bisa bikin lebih happy dibanding PSBB akibat Covid-19. Hmm.. bingung kan?

Silaturahmi ke Aceh Selatan

Berawal dari percakapan random dengan salah seorang teman yang bingung akan menghabiskan libur lebaran dimana, tercetus daerah sekitar Tapak Tuan yang ternyata menyimpan banyak pesona alam yang dapat dinikmati. 

Akhirnya H-3 lebaran, saya putuskan untuk bersilaturahmi ke daerah Tapak Tuan, Aceh Selatan. Sebenarnya bukan di kota Tapak Tuan, namun 1,5 jam lagi ke arah Meulaboh. Ada sebuah kecamatan bernama Labuhan Haji yang adalah tempat tinggal Cek Di, adik terakhir dari papah saya. Tak jauh dari sana, adik papah satu lagi yang bernama Cek Den juga bertempat tinggal di Kecamatan Manggeng. Keduanya masih termasuk dalam wilayah Aceh Selatan.

Perjalanan ke Aceh Selatan memakan waktu 10 hingga 12 jam. Dari Kota Medan mobil kami melaju ke arah Berastagi-Kabanjahe, lalu melewati daerah Merek, Sidikalang, Pakpak Barat yang daerahnya berliku. Tak jauh dari kota Subulussalam, bertemu jalanan menikung dengan tanjakan dan turunan yang cukup ekstrim. Namun perjalanan dapat dinikmati dengan pemandangan alam saat berada di salah satu puncak Bukit Barisan. Sangat memanjakan mata.

Setelah dua hingga tiga jam melalui jalur tersebut dan memasuki kota Tapak Tuan, mata kembali dimanjakan dengan pemandangan pantai barat Sumatera yang biru dengan deburan ombak yang cukup terdengar jelas. Mengingatkan saya dengan perjalanan ke Sibolga yang sudah lama tidak saya jalani.

Pantai Sawang Biduk Buruak


Pantai yang biasa disingkat masyarakat setempat dengan singkatan PSBB ini sejak awal sangat direkomendasikan oleh teman saya. Sebenarnya banyak tempat wisata yang ingin kami kunjungi. Namun terbatasnya waktu selama disana dan sambutan cuaca yang kurang memungkinkan akhirnya mengurungkan niat tersebut. Dipilihlah beberapa pantai yang tidak terlalu jauh dari Labuhan Haji dan Manggeng.

Tak salah kami memilih PSBB sebagai tujuan. PSBB terletak di Desa Padang Bakau, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan. Pantai ini sangat tepat menjadi spot melihat matahari terbenam.  Pemandangan yang indah, tak terlalu jauh dari jalan utama, fasilitas yang cukup memadai dan ombak yang tak terlalu besar, membuat anak-anak aman untuk bisa bermain air di sekitar pantai.

Bagi saya yang hanya ingin menikmati aroma laut dan vitamin sea, suasana pantai cukup tenang dan bisa diabadikan dengan apik dari kamera ponsel tanpa filter maksimal, LOL.

Pasir berwarna coklat muda minim karang, bibir pantai yang terbentang sepanjang mata memandang. Ahh.. pantai barat Sumatera memang nggak ada lawan. Pemandangannya juarakkkk!

Fasilitas dan Tiket Masuk

Sebagai tempat wisata yang mulai dilirik, fasilitas di sekitar PSBB cukup memadai. Gubuk untuk disewa mulai banyak, kebersihan pantai cukup terjaga, toilet dan kamar mandi tersedia, hingga mushola kecil untuk sholat. Tiket masuk ke wilayah pantai hanya Rp 5 ribu per orang. Di dalamnya banyak penjual makanan dan minuman dengan harga terjangkau.

Anak ingin berenang di pantai? Nggak usah repot cari baju renang kalo memang lupa bawa dari rumah. Ada beberapa penjual baju untuk berenang, kacamata renang dan pelampung/balon bebek.


Pantai ini dibuka mulai jam 08.00 WIB hingga 18.00 WIB.

Sekitar 2 jam kami menikmati suasana PSBB, kami berencana melanjutkan perjalanan ke pemandian air terjun yang ada di sekitar Tapak Tuan. Nantikan ceritanya di tulisan selanjutnya ya.


Travel Blogger Medan : Trekking Hutan di Bukit Lawang

Bukit Lawang


Bukit Lawang, tempat wisata yang sudah lama tidak saya kunjungi. Sudah hampir 10 tahun sejak terakhir kali kesana bersama keluarga termasuk almarhum mertua yang memang doyan jalan-jalan. Saat kecil saya sering ke Bukit Lawang untuk menginap di hotel Rindu Alam yang cukup hits pada zamannya. Namun tidak pernah menginap lagi sejak bencana banjir bandang yang menghancurkan tempat wisata itu. Katanya oh katanya banyak suara tidak menyenangkan di malam hari sejak kejadian banjir tersebut. Hmm...

Begitulah kalau hutan tidak dijaga. Alam pun menunjukkan taringnya. Pembalakan liar hutan di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang menjadi habitat asli hewan-hewan hutan yang belum terjamah manusia. Masih satu wilayah dengan hutan di daerah Tangkahan yang jauh lebih "perawan" dibandingkan Bukit Lawang yang sudah lama menjadi tempat wisata.

Kejadian di akhir tahun 2003 yang meluluhlantakkan kawasan wisata Bahorok (Bukit Lawang dan sekitarnya), menjadi refleksi bagi manusia untuk lebih menjaga hutan. Air bah yang membawa material kayu gelondongan, pasir, lumpur dan bebatuan dari hulu sungai di TNGL menjadi semacam pertanda alam mulai terusik. Kurang lebih 150 orang menjadi korban, baik wisatawan lokal maupun asing.

Banjir Bandang di Bukit Lawang 2003 (sumber : kompasiana)

Kawasan wisata Bukit Lawang perlahan mulai bangkit. Mulai banyak aktivis lingkungan yang peduli pada keberlangsungan hutan untuk makhluk hidup. TNGL sebagai habitat asli sekitar 5 ribuan hewan di dalamnya semakin dijaga. Meskipun Sungai Landak yang terkenal dengan keindahannya dan berada di kawasan wisata Bukit Lawang sempat meluap di akhir tahun 2020, korban jiwa tidak sebanyak sebelumnya.

Saat liburan kemarin saya pun berkesempatan mengajak anak-anak melihat ke dalam hutan. Anggap saja sebagai wisata edukasi agar mereka paham pentingnya merawat hutan dan fungsi hutan bagi makhluk hidup di dalamnya.

Rute Binjai - Bukit Lawang

Bukit Lawang terletak di area Taman Nasional Gunung Leuser, tepatnya di desa perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kami berencana untuk tidak menginap mengingat jarak rumah orangtua saya ke Bukit Lawang kurang lebih hanya 2 jam saja. 

Berangkat jam setengah 8 pagi, kami menyusuri jalan dari kota Binjai ke arah Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. Namun kami tidak melewati jalan utama yang sering dilalui mobil dan truk-truk besar karena info yang kami terima jalan tersebut rusak parah dan potensial untuk macet panjang. Tidak jauh dari simpang Selesai, kami belok kanan ke arah Tanjung Keriahen mengambil jalur alternatif.

Jalannya tidak terlalu besar, hanya cukup dilalui dua mobil saja. Namun medan jalan aspal yang cukup mulus (hanya beberapa ratus meter yang berbatu), membuat perjalanan kami terasa lancar dan menyenangkan. Melewati perkampungan, perkebunan kelapa sawit dan karet, ahhh... Sumatera sekali rasanya.

Satu setengah jam perjalanan, kami sudah memasuki jalan setapak ke Bukit Lawang di Kecamatan Bahorok. Cuaca saat itu sangat cerah setelah sebelum-sebelumnya Binjai dan Medan diguyur hujan. Namun dari jembatan yang kami lalui, terlihat air sungai berwarna kecoklatan dengan aliran yang cukup deras. Pertanda kemungkinan malam sebelumnya terjadi hujan di daerah gunung dan perbukitan. Bismillah,, mudah-mudahan kondisi air cukup memungkinkan untuk dapat melakukan river tubing atau mengarungi sungai dengan ban.

Bukit Lawang


Akhirnya sekitar jam setengah 10 pagi kami sampai di tujuan. Awalnya kami ingin mengambil tempat di sekitar Ecolodge Bukit Lawang atau Hotel Rindu Alam. Namun karena parkiran mobil penuh saat itu, akhirnya kami menyeberangi jembatan dan mencari gubuk yang banyak disediakan di tepi sungai.



Tiket Masuk dan Sewa Gubuk

Tiket masuk ke daerah wisata Bukit Lawang cukup terjangkau bagi wisatawan lokal. Hanya Rp 5 ribu saja per orang dengan biaya parkir Rp 20 ribu per mobil. Jika ingin menyeberangi jembatan dikenakan biaya Rp 2 ribu lagi per orang. Nggak mahal kan ya?

Yang agak mahal tarif untuk wisatawan asing. Kabarnya dikenakan biaya masuk Rp 150 ribu hingga Rp 225 ribu per orang. Mungkin sekaligus jasa guide untuk memudahkan perjalanan mereka juga.

Tarif tersebut akan berbeda di hari libur, tapi nggak jauh kok bedanya.

Jika ingin menyewa ban untuk tubing di sungai, trekking hutan dan fasilitas lainnya akan dikenakan biaya tambahan.

Fasilitas

Fasilitas yang tersedia di sekitar gubuk cukup memadai. Ada toilet, musholla yang cukup bersih, dan beberapa pedagang makanan yang berjualan di sekitar. Wisawatan yang ingin menginap juga memiliki banyak pilihan penginapan sesuai kondisi kantong.



Trekking Hutan di Bukit Lawang

Sebagai mamak yang masih memiliki jiwa petualang, saya bertanya pada guide yang kami temui tentang jungle tracking atau trekking di dalam hutan. Sebenarnya ini keinginan yang lama terpendam mengingat kondisi dulu belum memungkinkan. Sekarang anak-anak sudah mulai besar dan saya yakin bisa diajak untuk bisa menikmati berjalan di hutan selama beberapa jam dan akhirnya kembali via jalur sungai menggunakan ban.

Dari hasil diskusi akhirnya saya dan suami setuju untuk ikut trekking di hutan dengan didampingi seorang ranger yang sudah biasa membawa wisatawan. Kami membawa serta anak pertama dan kedua kami yang berusia 12 tahun dan 9 tahun, papah dan adik ipar. Info yang kami terima dari ranger, hanya butuh waktu 20 menit untuk bisa sampai ke titik awal tubing dari hutan. Biayanya cukup terjangkau, sekitar Rp 160 ribu per orang. Itu sudah termasuk biaya masuk TNGL hingga tubing.  

Jalur trekking adalah jalan setapak yang biasa dilalui oleh ranger. Kami mulai dari gubuk sekitar jam 12 siang. Menyusuri jalan antara penginapan dan sungai selama kurang lebih 300 meter. Lalu mulai menanjak masuk ke jalur hutan. Dengan perlahan kami mengikuti ranger yang berjalan di depan, berjalan berurutan depan belakang. Anak-anak tetap kami utamakan karena ini pertama kali kami mengajak mereka berjalan di hutan yang medan tanahnya agak licin.

Sebelum berangkat kami sudah memberitahu anak aturan selama di dalam hutan. Mereka pun tidak mengeluh atau rewel selama berjalan. Padahal untuk melangkah naik, tak jarang harus berpegangan pada akar-akar pepohonan yang tinggi menjulang. Malah mereka senang mendapat pengalaman baru selama di hutan.

Sesekali kami berhenti mendengar penjelasan ranger tentang hutan di TNGL dan hewan-hewan yang ada di dalamnya. Kami pun cukup puas bertanya seputar hutan di Bukit Lawang serta flora dan fauna yang kami lihat sepanjang perjalanan. Terdapat 3 titik peristirahatan selama pendakian. Salah satunya tempat yang sering didatangi orang utan liar yang memang penghuni tetap hutan tersebut. 



Suara burung, serangga, orang utan jantan dan betina, siamang, dan banyak hewan lainnya terdengar selama kami berjalan. Buah-buahan hutan tampak berjatuhan berwarna pink keputihan kecil di tanah. Pohon-pohon hutan yang tumbang akibat usia ataupun alam, akar besar yang bisa jadi ayunan, rotan besar yang merambat juga damar yang sering dijadikan tongkat bagi para penyusur hutan. Sungai kecil dengan air yang jernih bak kaca berkilauan. Ahh,,, surga dunia bagi orang kota yang tidak pernah menjelajah hutan seperti kami.


Lalu muncul pertanyaan dari anak :

Ma, kok tinggi kali pohonnya?
Ma, ini buah apa?
Ma, itu suara apa?
Ma, orang utannya tinggal dimana?
Ihhh,,, lucu kali ya ma. Semutnya besar, kalah semut rangrang.
Ma, itu suara tonggeret kan ya?

Dari pertanyaan yang macam-macam hingga si gadis bilang :

Ma, kakak mau pipis? LOL

Bingung kan mau pipis dimana dalam hutan gitu. Akhirnya pipis di bawah pohon tapi ijin dulu, khawatir ada "penghuni" nya yang nggak mau terusik. Tak lupa kami siram dengan air agar tidak bau dan mengganggu, serta mengucapkan terima kasih. Tak masuk akal memang, tapi sebagai muslim saya percaya ada kehidupan lain di dalam hutan yang tetap harus kita hargai dengan tidak berbuat sembarangan.



Kami temui orang utan yang hampir mendekati, lalu naik lagi ke atas pohon. Dilanjutkan dengan anaknya yang muncul bergelantungan di dahan yang lebih tinggi. Sungguh pengalaman tak terlupakan. Akhirnya kami sadar kalau kami sudah berjalan cukup lama. Lebih dari satu jam namun sungai tak kunjung kelihatan. Ahhh... 20 menit si ranger ternyata 2 jam, LOL

Letih sudah melanda. Baju di badan sudah basah karena keringat. Anak-anak bertanya kapan bisa naik ban untuk tubing di sungai. Ahhh.. suara air mulai terdengar. Pertanda mata air su dekat, LOL. Eh, sungai yang kami tuju sudah tak jauh lagi. Namun langkah kami terhenti dengan kehadiran famili monyet berwarna hitam putih dan wajah yang sungguh menggemaskan. Ranger mengarahkan si kakak untuk memberi makanan. Kakak pun menyambut dengan kesenangan.



Kami tak berani berlama-lama karena kawanan monyet lain mulai berdatangan. Sungai pun jadi pelampiasan atas letih yang dirasakan selama berjalan. Ahh... segarnyaaaa... Kami berenang sembari menunggu ban disiapkan. Dapat bonus dua ekor pacat yang menempel di kaki dan tangan suami, untungnya tak sempat mengisap darah saat kami sadari.



Tak lama kami mengarungi sungai dengan ban yang biasa disebut dengan river tubing. Dari segi keamanan, saya nilai masih kurang karena tidak disediakan pelampung untuk dikenakan. Semoga ke depan bisa menjadi perhatian bagi para penyedia jasa tubing agar lebih memperhatikan alat keselamatan.



Lima belas menit di tubing di air terasa menyenangkan. Jeram tidak terlalu terasa karena debit air yang cukup banyak dan menutupi bebatuan. Mungkin lain kali kami bisa mencoba yang lebih menantang, LOL.

Tips Trekking Hutan dengan Anak

- Pakai sepatu gunung (recommended) atau sandal gunung yang nyaman dan tidak licin karena kontur tanah di hutan naik turun 
- Bawa persediaan air yang cukup dan cemilan untuk berjaga-jaga saat anak haus/lapar.
- Bawa pisau/parang untuk memotong dahan/batang pohon yang menghalangi jalan (biasanya ranger selalu sedia ini)
- Pakaian anak sebaiknya cukup tertutup untuk menghindari gigitan serangga hutan
- Ajarkan anak untuk tidak membuang sampah plastik sembarangan
- Ajarkan anak untuk mematuhi aturan dari pemimpin kelompok trekking/ranger selama di hutan.  

Bagi yang suka trekking di hutan, kawasan Bukit Lawang dengan jajaran lahan Taman Nasional Gunung Leuser sangat sayang untuk dilewatkan. Sensasinya sedikit berbeda dari Tangkahan namun tetap menyenangkan. Yok, tunggu apalagi :)

Tips Mengelola THR Anak



Lebaran terbukti membuat dompet mamak tipis. Sebaliknya dompet anak-anak menebal setebal lapisan wafer tango, LOL. Dulu zaman saya masih kecil, THR yang dibagi-bagi paling berupa uang receh seribu, lima ribu, hingga sepuluh ribu rupiah. Itu juga udah senengnya bukan main. Padahal belum tau juga mau dipake buat apa.

Budaya berbagi THR sudah menjadi kebiasaan sejak dulu. Seiring berkembangnya zaman THR pun nilainya semakin besar. Per anak minimal lima belas ribu. Belum lagi yang agak besar bisa mencapai lima puluh dan seratus ribu rupiah. Mamak dan ayah sering terkaget-kaget setelah membantu anak-anak menghitung duit THR mereka.

Jujur,, tahun-tahun sebelumnya THR anak yang disimpan ke saya yang notabene mamak mereka, biasa digunakan untuk membeli sesuatu yang mereka inginkan. Sebagian saya arahkan untuk sedekah dan sisanya untuk bantu uang belanja rumah. Itu saat mereka belum mengerti uang dan peruntukannya. Sekarang mereka udah mulai paham soal uang. Mamaknya nggak bisa sembarangan lagi pake uang THR yang memang hak mereka sepenuhnya untuk menambah uang belanja lagi.

Belakangan muncul meme yang menyebutkan bahwa menyimpan THR ke orangtua adalah investasi bodong. Saya mah senyum aja bacanya. Tapi sebagian orangtua menanggapi dengan cukup serius dan merasa nggak terima. Yah... namanya juga meme. Apa aja bisa dibuat. Kalo dipikirin banget bisa sakit kepala dan sakit hati jadinya, wkwk.

Sebenarnya momen seperti ini bisa dimanfaatkan untuk mengajarkan anak dalam mengelola uang. Anggap aja sebagai literasi finansial sejak kecil agar mereka kelak terbiasa menggunakan uang dengan lebih bijak.

Tips Mengelola THR Anak

Seringnya THR anak serasa menguap entah kemana jika tidak dikelola dengan baik. Apalagi kalo udah dititipkan ke orangtua. Padahal nilai yang cukup lumayan bisa dijadikan tabungan atau aset yang berbentuk dan nilainya pun bisa berkembang.

Agar THR anak bisa awet dan lebih bermanfaat, yuk baca tips mengelola THR anak di bawah ini dengan baik.

1. Beritahu anak mengenai fungsi uang

Uang berfungsi sebagai alat tukar. Jadi uang memang harus dibelanjakan, bukan cuma disimpan dalam kotak kesayangan. Tugas orangtua mengajarkan cara membelanjakan uang THR anak untuk hal yang bermanfaat. 

2. Pisahkan uang THR anak dengan uang belanja keluarga

Kebayang kan kalo uang THR tercampur ama uang belanja, duh bisa bablas menguap tak bersisa. Bagi keluarga yang memang keuangan pas-pasan atau kekurangan ya sah sah saja. Toh untuk kebutuhan anak juga. Namun bagi keluarga yang keuangannya mencukupi, THR anak bisa digunakan murni untuk ditabung atau investasi yang dapat digunakan anak di masa depan.

3. Arahkan untuk membaginya ke beberapa pos utama

Agar lebih terasa manfaat THR sekaligus mengajarkan anak cara bijak untuk mengelola uang yang dimiliki, ajarkan anak untuk menggunakannya ke beberapa pos pengeluaran. 

Pos-pos yang dapat digunakan antara lain :

Pertama, gunakan untuk membeli kebutuhan. Misalnya buku, tas, alat tulis atau sepatu untuk kebutuhan sekolah.

Kedua, gunakan untuk sedekah. Berikan pemahaman pada anak bahwa dalam tiap rejeki yang dikasi Allah (lewat THR salah satunya), ada hak orang lain yang harus disalurkan melalui sedekah.

Ketiga, masukkan ke dalam tabungan. Bisa rekening di bank, celengan, atau belikan emas. Saya pribadi lebih memilih dibelikan emas biar mamak ini nggak khilaf pake uang anak, wkwk. Emas juga nilainya akan naik terus dan kelak dapat dijual untuk kebutuhan sekolah anak.

Kecil-kecil udah diajarkan literasi finansial, mudah-mudahan nanti pas besar udah lebih bijak lagi dalam mengelola keuangan. Ahhh,, mantap!! Nggak bakal ada lagi tuh istilah investasi bodong kalo menitipkan THR ke orangtua, wkwk. Sekian tips mengelola THR anak biar manfaatnya dapat lebih dirasakan dalam jangka panjang.


5 Sajian Khas Saat Lebaran

Lebaran telah usai. Eh, Ramadhannya kapan? Udah duluan dong selesainya. Dan maafkan saya sudah hampir dua bulan tak menyapa di blog ini. Kangen kalian.... (pelukkkkk,,, LOL). Kali ini saya mau berbagi tulisan tentang sajian khas saat lebaran.

Bisa jadi di tiap daerah berbeda. Walaupun berbeda-beda, kita tetap satu jua (halahhh.... :D) Beberapa kali menjadi anak perantauan, menu yang disajikan saat lebaran ternyata banyak yang sama. Mungkin untuk daerah timur Indonesia agak beda. Namun berhubung saya belum pernah berlebaran disana, bingung juga menuliskannya. Jadi anggap saja tulisan ini berdasarkan pengalaman saya di beberapa tempat yang pernah saya singgahi saat lebaran.

1. Ketupat

Kurang afdhol rasanya kalo lebaran nggak ada ketupat. Bahkan pernak-pernik hiasan lebaran juga berbentuk sarang ketupat. Makanan ketupat terbuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa muda berbentuk segi empat. Selanjutnya ketupat dikukus hingga berasnya empuk seperti lontong.
Sumber : travel kompas


Selain beras, ada juga ketupat ketan. Rasanya sedikit berbeda karena ketupat ketan sudah dicampur dengan garam dan ketan telah direndam dengan santan sehingga terasa lebih gurih.

2. Lontong

Makanan khas Indonesia yang satu ini sepertinya menu yang wajib ada juga saat lebaran. Biasanya lontong disajikan dengan kuah sayur lodeh dan berbagai printilannya. Namun bisa juga disajikan dengan kuah kacang atau kuah sate padang. Soal rasa jangan ditanya. Pasti tergantung dengan kuah yang digunakan. Saya pribadi suka semuanya karena memang citarasa masing-masing cukup khas dan unik.
Sumber : kompas


Lontong dan ketupat dengan isian beras memiliki hasil yang sama dari segi tekstur dan rasa. Perbedaan hanya terdapat pada bentuk, dimana lontong biasanya berbentuk tabung sedangkan ketupat berbentuk segi empat.

Lontong sayur khas Medan memiliki printilan yang paling lengkap dari kasta per-lontong-an. Biasanya selain kuah sayur, berbagai menu lain diletakkan di piring yang sudah berisi lontong sebelum disiram kuah. Sebut saja sambal teri kacang, sambal telur, rendang daging/ayam goreng, tauco, kerupuk dan serundeng (semacam kelapa parut goreng yang rasanya manis). Lumayan ribet mempersiapkannya, tapi hasilnya cukup membuat yang masak dan yang makan puas dan kenyang tentunya.

Sumber : aneka resep masakan

3. Rendang

Masakan yang berasal dari Minangkabau ini disebut-sebut sebagai salah satu makanan paling enak di dunia. Terbukti pada tahun 2011 rendang pernah dinobatkan sebagai hidangan yang menduduki peringkat pertama daftar World's 50 Most Delicious Food versi CNN International. Proses memasak yang cukup lama agar daging empuk dan bumbu meresap hingga ke dalam, membuat rendang dapat bertahan selama berminggu-minggu. Jangan heran jika selama satu hingga dua minggu lebaran, rumah masih penuh dengan kehangatan karena masih banyak rendang yang dipanaskan selama berhari-hari. LOL.
Sumber : travistory

4. Opor

Opor biasanya juga dikenal dengan sebutan gulai. Masakan yang khas dengan kuah santan kental berwarna kuning atau putih ini cukup sering disajikan sebagai menu lebaran. Rempah yang digunakan semakin menambah kenikmatan opor ayam atau sapi dengan citarasa khas Indonesia.

Sumber : piknikdong

5. Roti Jala

Sajian satu ini dikenal di masyarakat Riau. Namun juga terkenal di kota tempat tinggal saya, Medan. Terbuat dari adonan tepung terigu, dengan atau tanpa telur, dan dimasak di atas teflon berbentuk jaring seperti jala lalu dilipat. Sekilas mirip adonan pancake tipis. Roti jala sangat lezat dimakan dengan kuah kari ayam atau kari sapi. Kalo anak saya lebih suka makan roti jala dengan taburan gula pasir yang manis.

Sumber : kompas


Lima sajian tersebut mungkin tersedia saat hari biasa. Namun lebaran tanpa salah satu atau salah duanya pasti akan terasa kurang. Yuk yuk cerita, lebaran kamu ada makanan apa aja?