Bukit Lawang, tempat wisata yang sudah lama tidak saya kunjungi. Sudah hampir 10 tahun sejak terakhir kali kesana bersama keluarga termasuk almarhum mertua yang memang doyan jalan-jalan. Saat kecil saya sering ke Bukit Lawang untuk menginap di hotel Rindu Alam yang cukup hits pada zamannya. Namun tidak pernah menginap lagi sejak bencana banjir bandang yang menghancurkan tempat wisata itu. Katanya oh katanya banyak suara tidak menyenangkan di malam hari sejak kejadian banjir tersebut. Hmm...
Begitulah kalau hutan tidak dijaga. Alam pun menunjukkan taringnya. Pembalakan liar hutan di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang menjadi habitat asli hewan-hewan hutan yang belum terjamah manusia. Masih satu wilayah dengan hutan di daerah
Tangkahan yang jauh lebih "perawan" dibandingkan Bukit Lawang yang sudah lama menjadi tempat wisata.
Kejadian di akhir tahun 2003 yang meluluhlantakkan kawasan wisata Bahorok (Bukit Lawang dan sekitarnya), menjadi refleksi bagi manusia untuk lebih menjaga hutan. Air bah yang membawa material kayu gelondongan, pasir, lumpur dan bebatuan dari hulu sungai di TNGL menjadi semacam pertanda alam mulai terusik. Kurang lebih 150 orang menjadi korban, baik wisatawan lokal maupun asing.
|
Banjir Bandang di Bukit Lawang 2003 (sumber : kompasiana) |
Kawasan wisata Bukit Lawang perlahan mulai bangkit. Mulai banyak aktivis lingkungan yang peduli pada keberlangsungan hutan untuk makhluk hidup. TNGL sebagai habitat asli sekitar 5 ribuan hewan di dalamnya semakin dijaga. Meskipun Sungai Landak yang terkenal dengan keindahannya dan berada di kawasan wisata Bukit Lawang sempat meluap di akhir tahun 2020, korban jiwa tidak sebanyak sebelumnya.
Saat liburan kemarin saya pun berkesempatan mengajak anak-anak melihat ke dalam hutan. Anggap saja sebagai wisata edukasi agar mereka paham pentingnya merawat hutan dan fungsi hutan bagi makhluk hidup di dalamnya.
Rute Binjai - Bukit Lawang
Bukit Lawang terletak di area Taman Nasional Gunung Leuser, tepatnya di desa perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kami berencana untuk tidak menginap mengingat jarak rumah orangtua saya ke Bukit Lawang kurang lebih hanya 2 jam saja.
Berangkat jam setengah 8 pagi, kami menyusuri jalan dari kota Binjai ke arah Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. Namun kami tidak melewati jalan utama yang sering dilalui mobil dan truk-truk besar karena info yang kami terima jalan tersebut rusak parah dan potensial untuk macet panjang. Tidak jauh dari simpang Selesai, kami belok kanan ke arah Tanjung Keriahen mengambil jalur alternatif.
Jalannya tidak terlalu besar, hanya cukup dilalui dua mobil saja. Namun medan jalan aspal yang cukup mulus (hanya beberapa ratus meter yang berbatu), membuat perjalanan kami terasa lancar dan menyenangkan. Melewati perkampungan, perkebunan kelapa sawit dan karet, ahhh... Sumatera sekali rasanya.
Satu setengah jam perjalanan, kami sudah memasuki jalan setapak ke Bukit Lawang di Kecamatan Bahorok. Cuaca saat itu sangat cerah setelah sebelum-sebelumnya Binjai dan Medan diguyur hujan. Namun dari jembatan yang kami lalui, terlihat air sungai berwarna kecoklatan dengan aliran yang cukup deras. Pertanda kemungkinan malam sebelumnya terjadi hujan di daerah gunung dan perbukitan. Bismillah,, mudah-mudahan kondisi air cukup memungkinkan untuk dapat melakukan river tubing atau mengarungi sungai dengan ban.
Akhirnya sekitar jam setengah 10 pagi kami sampai di tujuan. Awalnya kami ingin mengambil tempat di sekitar Ecolodge Bukit Lawang atau Hotel Rindu Alam. Namun karena parkiran mobil penuh saat itu, akhirnya kami menyeberangi jembatan dan mencari gubuk yang banyak disediakan di tepi sungai.
Tiket Masuk dan Sewa Gubuk
Tiket masuk ke daerah wisata Bukit Lawang cukup terjangkau bagi wisatawan lokal. Hanya Rp 5 ribu saja per orang dengan biaya parkir Rp 20 ribu per mobil. Jika ingin menyeberangi jembatan dikenakan biaya Rp 2 ribu lagi per orang. Nggak mahal kan ya?
Yang agak mahal tarif untuk wisatawan asing. Kabarnya dikenakan biaya masuk Rp 150 ribu hingga Rp 225 ribu per orang. Mungkin sekaligus jasa guide untuk memudahkan perjalanan mereka juga.
Tarif tersebut akan berbeda di hari libur, tapi nggak jauh kok bedanya.
Jika ingin menyewa ban untuk tubing di sungai, trekking hutan dan fasilitas lainnya akan dikenakan biaya tambahan.
Fasilitas
Fasilitas yang tersedia di sekitar gubuk cukup memadai. Ada toilet, musholla yang cukup bersih, dan beberapa pedagang makanan yang berjualan di sekitar. Wisawatan yang ingin menginap juga memiliki banyak pilihan penginapan sesuai kondisi kantong.
Trekking Hutan di Bukit Lawang
Sebagai mamak yang masih memiliki jiwa petualang, saya bertanya pada guide yang kami temui tentang jungle tracking atau trekking di dalam hutan. Sebenarnya ini keinginan yang lama terpendam mengingat kondisi dulu belum memungkinkan. Sekarang anak-anak sudah mulai besar dan saya yakin bisa diajak untuk bisa menikmati berjalan di hutan selama beberapa jam dan akhirnya kembali via jalur sungai menggunakan ban.
Dari hasil diskusi akhirnya saya dan suami setuju untuk ikut trekking di hutan dengan didampingi seorang ranger yang sudah biasa membawa wisatawan. Kami membawa serta anak pertama dan kedua kami yang berusia 12 tahun dan 9 tahun, papah dan adik ipar. Info yang kami terima dari ranger, hanya butuh waktu 20 menit untuk bisa sampai ke titik awal tubing dari hutan. Biayanya cukup terjangkau, sekitar Rp 160 ribu per orang. Itu sudah termasuk biaya masuk TNGL hingga tubing.
Jalur trekking adalah jalan setapak yang biasa dilalui oleh ranger. Kami mulai dari gubuk sekitar jam 12 siang. Menyusuri jalan antara penginapan dan sungai selama kurang lebih 300 meter. Lalu mulai menanjak masuk ke jalur hutan. Dengan perlahan kami mengikuti ranger yang berjalan di depan, berjalan berurutan depan belakang. Anak-anak tetap kami utamakan karena ini pertama kali kami mengajak mereka berjalan di hutan yang medan tanahnya agak licin.
Sebelum berangkat kami sudah memberitahu anak aturan selama di dalam hutan. Mereka pun tidak mengeluh atau rewel selama berjalan. Padahal untuk melangkah naik, tak jarang harus berpegangan pada akar-akar pepohonan yang tinggi menjulang. Malah mereka senang mendapat pengalaman baru selama di hutan.
Sesekali kami berhenti mendengar penjelasan ranger tentang hutan di TNGL dan hewan-hewan yang ada di dalamnya. Kami pun cukup puas bertanya seputar hutan di Bukit Lawang serta flora dan fauna yang kami lihat sepanjang perjalanan. Terdapat 3 titik peristirahatan selama pendakian. Salah satunya tempat yang sering didatangi orang utan liar yang memang penghuni tetap hutan tersebut.
Suara burung, serangga, orang utan jantan dan betina, siamang, dan banyak hewan lainnya terdengar selama kami berjalan. Buah-buahan hutan tampak berjatuhan berwarna pink keputihan kecil di tanah. Pohon-pohon hutan yang tumbang akibat usia ataupun alam, akar besar yang bisa jadi ayunan, rotan besar yang merambat juga damar yang sering dijadikan tongkat bagi para penyusur hutan. Sungai kecil dengan air yang jernih bak kaca berkilauan. Ahh,,, surga dunia bagi orang kota yang tidak pernah menjelajah hutan seperti kami.
Lalu muncul pertanyaan dari anak :
Ma, kok tinggi kali pohonnya?
Ma, ini buah apa?
Ma, itu suara apa?
Ma, orang utannya tinggal dimana?
Ihhh,,, lucu kali ya ma. Semutnya besar, kalah semut rangrang.
Ma, itu suara tonggeret kan ya?
Dari pertanyaan yang macam-macam hingga si gadis bilang :
Ma, kakak mau pipis? LOL
Bingung kan mau pipis dimana dalam hutan gitu. Akhirnya pipis di bawah pohon tapi ijin dulu, khawatir ada "penghuni" nya yang nggak mau terusik. Tak lupa kami siram dengan air agar tidak bau dan mengganggu, serta mengucapkan terima kasih. Tak masuk akal memang, tapi sebagai muslim saya percaya ada kehidupan lain di dalam hutan yang tetap harus kita hargai dengan tidak berbuat sembarangan.
Kami temui orang utan yang hampir mendekati, lalu naik lagi ke atas pohon. Dilanjutkan dengan anaknya yang muncul bergelantungan di dahan yang lebih tinggi. Sungguh pengalaman tak terlupakan. Akhirnya kami sadar kalau kami sudah berjalan cukup lama. Lebih dari satu jam namun sungai tak kunjung kelihatan. Ahhh... 20 menit si ranger ternyata 2 jam, LOL
Letih sudah melanda. Baju di badan sudah basah karena keringat. Anak-anak bertanya kapan bisa naik ban untuk tubing di sungai. Ahhh.. suara air mulai terdengar. Pertanda mata air su dekat, LOL. Eh, sungai yang kami tuju sudah tak jauh lagi. Namun langkah kami terhenti dengan kehadiran famili monyet berwarna hitam putih dan wajah yang sungguh menggemaskan. Ranger mengarahkan si kakak untuk memberi makanan. Kakak pun menyambut dengan kesenangan.
Kami tak berani berlama-lama karena kawanan monyet lain mulai berdatangan. Sungai pun jadi pelampiasan atas letih yang dirasakan selama berjalan. Ahh... segarnyaaaa... Kami berenang sembari menunggu ban disiapkan. Dapat bonus dua ekor pacat yang menempel di kaki dan tangan suami, untungnya tak sempat mengisap darah saat kami sadari.
Tak lama kami mengarungi sungai dengan ban yang biasa disebut dengan river tubing. Dari segi keamanan, saya nilai masih kurang karena tidak disediakan pelampung untuk dikenakan. Semoga ke depan bisa menjadi perhatian bagi para penyedia jasa tubing agar lebih memperhatikan alat keselamatan.
Lima belas menit di tubing di air terasa menyenangkan. Jeram tidak terlalu terasa karena debit air yang cukup banyak dan menutupi bebatuan. Mungkin lain kali kami bisa mencoba yang lebih menantang, LOL.
Tips Trekking Hutan dengan Anak
- Pakai sepatu gunung (recommended) atau sandal gunung yang nyaman dan tidak licin karena kontur tanah di hutan naik turun
- Bawa persediaan air yang cukup dan cemilan untuk berjaga-jaga saat anak haus/lapar.
- Bawa pisau/parang untuk memotong dahan/batang pohon yang menghalangi jalan (biasanya ranger selalu sedia ini)
- Pakaian anak sebaiknya cukup tertutup untuk menghindari gigitan serangga hutan
- Ajarkan anak untuk tidak membuang sampah plastik sembarangan
- Ajarkan anak untuk mematuhi aturan dari pemimpin kelompok trekking/ranger selama di hutan.
Bagi yang suka trekking di hutan, kawasan
Bukit Lawang dengan jajaran lahan Taman Nasional Gunung Leuser sangat sayang untuk dilewatkan. Sensasinya sedikit berbeda dari
Tangkahan namun tetap menyenangkan. Yok, tunggu apalagi :)