Ajari Anak Lupakan Gawai di Kampung Lali Gadget

 Perkembangan teknologi melalui gawai seakan memiliki dua sisi mata pisau. Di satu sisi kita dituntut untuk dapat menguasai dan menggunakan kemudahan teknologi gawai dalam kehidupan sehari-hari, Di sisi lain gawai juga memberikan banyak dampak negatif bagi masyarakat karena tidak digunakan secara bijak. Anak-anak menjadi salah satu korban atas kurang bijaknya penggunaan gawai tersebut.

Keresahan atas gawai yang membuat candu banyak anak ternyata juga dirasakan oleh Achmad Irfandi. Pemuda yang berasal dari Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo ini cemas dengan kondisi anak-anak yang banyak menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar gawai. Nggak pulang-pulang demi mabar game online dan mencari WiFi gratisan di warung kopi. Irfan, berikut nama sapaannya, akhirnya berinisiatif untuk mencari cara agar perhatian anak-anak bisa teralihkan dari gawai.

Kalau diingat, saat kecil dulu saya dapat lebih menikmati bermain bersama teman dibandingkan zaman sekarang. Tanpa gawai, tanpa teknologi canggih, masa kecil dengan bermain petak umpet, lompat tali dan lainnya tetap menjadi kenangan yang indah dengan interaksi sosial yang intens dan langsung dengan sesama anak sekitar.


Berdirinya Kampung Lali Gadget

Sejak 1 April 2018, Irfan pun mendirikan Kampung Lali Gadget (KLG) dengan dibantu oleh komunitas dan pemuda di sekitarnya. Lali merupakan bahasa Jawa yang berarti lupa. Kampung Lali Gadget mengajak anak untuk bisa melupakan gawai dengan mengenalkan banyak permainan tradisional. Hal ini sekaligus untuk menjaga warisan budaya agar tetap dilestarikan oleh anak-anak sebagai penerus bangsa.

Awalnya kegiatan di tempat ini hanya sebatas mendongeng, membaca, mewarnai dan berbagai permainan tradisional dengan dana dari komunitas/swadaya. Kegiatan perdana di KLG dihadiri 60 anak yang semakin bertambah di jadwal kegiatan selanjutnya. Banyak orangtua yang mengapresiasi dan senang dengan kehadiran KLG yang dapat mengurangi kecanduan anak pada gawai.


Kampung Lali Gadget dan Kunjungan Anak Sekolah (sumber : instagram KLG)


Kegiatan di Kampung Lali Gadget

Kegiatan di KLG hingga saat ini semakin banyak dan bervariasi. Bukan hanya terbatas untuk anak namun juga untuk orangtua. Uniknya, setiap anak yang datang ke Kampung Lali Gadget terlebih dahulu harus menitipkan gawai mereka saat akan masuk ke area kampung. Hal ini dilakukan untuk memastikan anak dapat fokus bermain tanpa terpengaruh oleh gawai.

- Permainan Tradisional

Permainan Dolanan Watu (sumber : instagram KLG)

Permainan seperti dolanan watu, enggrang, balon gelembung, wayang, congklak, lompat tali, ketapel, cublek-cublek suweng, gasing kayu dan lainnya selama ini hampir dilupakan. Padahal sudah tugas generasi muda untuk mengenalkannya pada generasi selanjutnya agar budaya yang ada tetap dapat diwariskan. Di KLG permainan tersebut disediakan dan siap dimainkan oleh anak yang berkunjung.  

- Bermain di Alam

Konsep bermain yang menyatu dengan alam memiliki sensasi tersendiri bagi anak. Bagaimana tidak? Anak diajak menangkap ikan di kolam berlumpur, melihat sawah yang membuat mereka semakin berani bereksplorasi dengan lingkungan sekitar, bermain gelembung sabun, hingga bolak balik jatuh saat bermain enggrang. Nggak takut kotor dan dimarahi oleh orangtua tentunya. Kegiatan di kampung ini sekilas mirip sekolah alam, bahkan saat ini Kampung Lali Gadget menjadi obyek wisata edukasi bagi anak yang tinggal di luar daerah Sidoarjo.

Bermain di sungai (sumber : instagram KLG)

Selain itu berbagai kreatifitas seperti membuat ikat kepala tradisional dari daun, mainan dari kayu-kayuan dan lainnya terbukti efektif mengalihkan anak dari gawai.

- Literasi

Selain permainan, Irfan juga membangun gubuk baca di halaman depan rumahnya sebagai tempat berkumpulnya anak-anak untuk membaca buku. Di tempat ini anak juga diajarkan literasi digital agar lebih bijak dalam menggunakan gawai. Misalnya melihat konten yang baik dan berbahasa santun di sosial media.

- Pendidikan Orangtua

Selain menyediakan aktivitas dan permainan tradisional untuk anak, KLG juga menyediakan wadah bagi para orangtua untuk ikut belajar. Banyak orangtua melarang anaknya bermain smartphone, namun mereka sendiri tetap memegang smartphone saat bersama anak. Karenanya orangtua juga perlu diedukasi agar pendidikan yang diajarkan pada anak selaras dengan sikap yang dicontohkan orangtua.

KLG bersama Komunitas Ibu Profesional Sidomojo (sumber : instagram KLG)

     

Dukungan Relawan untuk KLG

Berbagai kegiatan positif yang disediakan KLG semakin didukung oleh banyak pihak. Banyak anak mengaku jika permainan yang ada di Kampung Lali Gadget lebih asyik dan menyenangkan dari hanya bermain gawai. Berbagai permainan tradisional dan kegiatan yang disediakan di tempat ini terbukti efektif mengalihkan perhatian anak-anak dari hanya sekedar menatap layar gawai berjam-jam.

Kekhawatiran orangtua pun semakin berkurang terhadap kemungkinan anak kecanduan gadget. Pengunjung KLG yang semakin bertambah membuat Irfan dan komunitasnya merasa harus mengajak banyak orang lain untuk membantu. Saat ini cukup banyak relawan yang bersedia turut ambil peran di KLG. Kita juga bisa lho ikutan jadi relawan jika mau.

Ide dari Kampung Lali Gadget ini bisa banget di-ATM ke kampung-kampung lainnya di seluruh Indonesia. Semoga inisiatif dari Irfan dapat lebih luas manfaatnya bagi banyak anak untuk dapat melupakan gawai sejenak dan mengurangi risiko anak kecanduan. 

Apresiasi

Ide dan usaha Irfan untuk membangun Kampung Lali Gadget membuahkan banyak apresiasi. Tidak hanya dari warga sekitar, warga di luar kecamatan pun mulai banyak berkunjung ke kampung hasil inisiatifnya. Mulai dari perorangan, sekolah hingga komunitas datang untuk melupakan gadget mereka sementara. Mengenalkan anak-anak dengan permainan yang lebih menyenangkan dan bervariasi dibandingkan yang ada di layar gawai.

Hal ini juga membuat Irfan menjadi salah satu nominasi Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia atau SATU Indonesia Awards sebagai apresiasi atas usaha dan kerja keras yang ia lakukan dalam memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

SATU Awards sebagai bentuk kontribusi sosial ASTRA untuk memberikan dukungan pada para pemuda inspiratif yang berhasil menularkan semangat positif pada lingkungan sekitar. Semoga semangat Irfan dan pemuda inspiratif lainnya dapat membantu Indonesia lebih bangkit dan baik ke depan. 


Referensi bacaan :

https://www.solopos.com/kampung-lali-gadget-sidoarjo-tempat-anak-anak-bergembira-tanpa-gawai-1226954

https://kumparan.com/beritaanaksurabaya/mengenal-irfan-pemuda-sidoarjo-yang-membuat-kampung-lali-gadget-1vq51qeW1BP/full

https://enamplus.liputan6.com/global/read/4125838/video-pemuda-di-sidoarjo-dirikan-kampung-lali-gadget

https://www.instagram.com/kampunglaligadget/?hl=id

Jalan Berdua Ama Suami itu Penting!



Menjalani hidup sebagai suami istri sudah saya dan suami lakoni selama lebih dari 13 tahun. Selama itu pula kami udah serumah dan tiap hari ketemu, ngobrol, dan melakukan aktivitas sehari-hari di rumah bersama.

Awal-awalnya terasa indahhhh banget. Ya indahnya karena becanda bareng, sayang-sayangan, bisa peluk-pelukan, makan bareng, kadang marah, kesel, terus baikan lagi. Kondisi itu bakal berulang tiap beberapa bulan yang ujungnya bakal baikan lagi dan lagi, hehe.. Nikmatnya pernikahan ya memang disitu. Rollercoaster perasaan ada aja di dalamnya.

Seiring berjalannya waktu, dengan dikaruniai tiga orang anak yang juga sering membuat emosi naik turun, bentar bahagia, bentar kesel dan naik sasak, tentu berpengaruh pada kondisi hati suami istri.
Yang dihadapin tiap hari gini lagi gini lagi.

Wajar kalo kadang rasa jenuh datang. Bukannya nggak bersyukur atau bosen yang berujung pengen mengakhiri kondisi itu. Tapi tiap manusia butuh sesuatu untuk recharge hati dan pikiran biar semangat lagi.

Ada kalanya saya dan suami pengen berdua aja. Anak-anak dititipin ke nenek atau omanya dulu. Lalu kita ngobrol dan jalan-jalan entah kemana. Manusiawi kan yaa..

Nggak harus ke tempat yang jauh sih. Pokoknya cuma berdua. Percaya atau nggak, momen berdua itu bisa bikin semangat lagi menjalani kehidupan pernikahan bareng si dia. Bisa menyamakan visi misi rumah tangga yang mungkin udah agak lupa, LOL. Buat perempuan yang seringnya bikin suami bingung karena keseringan pake bahasa kalbu, di saat santai berdua bisa lebih ringan ngeluarin uneg-uneg dan keinginan dalam hati. Harapannya bisa lebih saling memahami dan legowo menjalani kehidupan pernikahan bareng doi.

Hal yang Bisa Dilakukan Berdua Untuk Recharge Hubungan Suami Istri

1. Ngopi Bareng

Kegiatan ini yang paling sederhana dan low budget tentunya. Nggak harus ngopi mahal di starbucks, nongkrong di warung kopi aceh pinggir jalan juga udah oke. Pesen makan sepiring berdua, kalo kurang bisa pesen sepiring berdua lagi. Duh, romantisnya. Saya dan suami sering ngopi berdua saat anak bisa dititip ke nenek atau si oma. Sejam dua jam cukup lah. Sambil ngobrol tentang anak, kerjaan masing-masing, hati, pikiran, semua bisa dikeluarin dengan santai. Alih-alih ngomongnya sambil stres yang berakhir pertengkaran.

2. Staycation

Kalo lagi ada budget sedikit, kami kadang pesan hotel untuk semalam. Lumayan bisa berdua seharian di kamar aja tanpa rengekan anak. Keluar kamar sekali-kali buat jalan kaki cari makanan sambil pegangan tangan. Udah kalah lah anak muda yang masih belum halal #eakkkk. Atau bisa dimix juga. Pesen kamar hotel, uwel-uwelan berdua dulu siangnya, trus menjelang malam jemput anak biar bisa staycation bareng semalaman. Ayah hepi, mama hepi, anak-anak juga hepi.

3. Liburan ke Luar Kota

Yang satu ini membutuhkan budget lebih mahal. Karena harus mikirin tiket pesawat tentunya. Biasanya harus nabung dulu sekian lama dan punya rencana jauh hari sebelumnya karena harus meninggalkan anak dalam waktu cukup lama. Tapi beneran worthed banget sih. Jadi makin cintaaaa karena beberapa hari cuma berdua aja. Menjelajah tempat yang baru dikenal, kerjasama bikin itinerary mau menginap dimana dan kemana aja, komunikasi dengan penduduk lokal, dan lainnya. Makin paham A to Z pasangan yang insyaAllah sehidup sesurga, amin..

Udah sepakat kan kalo jalan berdua ama suami itu penting? Nggak harus mahal, sesuaikan aja dengan budget dan kondisi keluarga masing-masing. Kalopun belum ada budget sama sekali untuk memilih ketiga hal tadi, makan indomie sambil ngopi di dalam rumah berdua saat anak tidur juga bisa jadi pilihan. Haha... indomie mah nggak ada yang ngalahin, hehe..

Anakku Nggak Suka Kompetisi


"Nak, liat tu si A menang lomba sains lho.. Si B menang lomba matematika."

"Terus?"

"Abang nggak pengen bisa menang lomba juga? Abang juga bisa kok sebenernya."

"Nggak ah. Ngapain juga. Yang penting abang tau abang bisa. Malas abang ikut-ikut lomba."

-------

Ihh... punya anak kok nggak ada dikit pun jiwa kompetisinya sih? Padahal wajar kan ya mamak pengen anaknya jadi juara? Apalagi dari dulu saya orang yang tergolong ambisius ama ranking di kelas. Kalo diingat sejak masuk SMP. Waktu SD sih biasa aja, nggak pernah ranking 1 kecuali saat lulus-lulusan. Tapi dari dulu kalo mau ujian, belajar saya memang ekstra. Pengen aja dapat nilai terbaik.

Trus liat anak sendiri komentarnya kayak tadi tuh rasanyaaa.. jlebb!!

Kok bisa dia tenang aja liat ada orang punya prestasi gitu? Nggak greget pengen ikut juga. Padahal saya yakin banget dia mampu. Ckckck..

Tiba-tiba langsung ingat..

Ayahnya juga gitu. Misalnya aja soal sekolah. Saya tau kemampuan suami sendiri. Dia itu sebenarnya mampu untuk ambil S3 di luar negeri dengan beasiswa. Tapi tiap kali ditantang untuk ikut beasiswa, dia langsung nolak. Alasannya nggak mau jauh-jauhan lagi dari keluarga. Udah capek dari dulu sering ngerasain LDM an. Padahal kan kami bisa ikut, saya ambil cuti atau resign sekalian.

Atau untuk ikut lomba kepenulisan. Yang saya tau kemampuan menulis suami itu mumpuni sekali untuk ikut lomba. Kan lumayan buat dapat receh-receh dari tulisan. Nambah uang jajan saya, xixi... Dulu beberapa kali tulisannya masuk di kolom opini koran Bola kesukaannya. Sekarang udah nggak terbit lagi korannya. Wajar aja karena memang dia suka baca dan suka nonton pertandingan bola. 

Tapi.. tetap aja dia ogah. Saking gregetnya saya sampe bilang "Kok ayah gak ada ambisi sama sekali sih dalam hidup?"

Nah... sama kan ama anak lajangnya. Nggak ada ambisi sama sekali untuk jadi juara. Padahal mereka berdua sering dapat urutan pertama sampe lima besar di kelas.

Saya pernah ngobrol sama suami juga tentang hal ini. Si abang bisa dibilang punya karakter yang copy paste dari ayahnya. Dia cuma ketawa ketiwi. Dia malah bilang itu bagus. Bukannya nggak ada kemauan untuk maju, tapi mereka menikmati prosesnya. Nggak mau show off kalo mereka bisa. Cukup diri mereka aja yang tau. Sesederhana itu. Dan mereka bahagia karena nggak ada tekanan.

Beda ama saya yang memang ambisius untuk nilai. Padahal orangtua saya dulu nggak pernah maksa sama sekali. Keinginan itu murni dari diri saya sendiri yang sempat mikir cuma kepintaran akademis yang bisa jadi jalan ninja untuk bisa eksis. Saya introvert, nggak cantik, kurang bisa dekat ama orang, nggak ada kelebihan keknya. Makanya saya harus pintar, harus ranking biar saya tetap dikenal.

Nah,, itu masalah innerchild yang pelan-pelan mulai saya hilangkan. Menghilangkan pemikiran bahwa saya nggak punya kelebihan apa-apa kalo nggak jadi juara. Padahal saya memiliki kemampuan lain yang bisa menunjukkan eksistensi diri. Contohnya dengan menulis kayak gini. Biarpun kualitas tulisan saya masih perlu ditingkatkan, minimal saya mencoba untuk konsisten dan menikmati prosesnya. Sama seperti yang dirasakan oleh suami dan anak saya dalam hal apapun.

Beruntung saya punya suami yang selalu mengingatkan. Jadi saya nggak maksa anak juga untuk terbiasa ikut lomba yang dia nggak suka. Saya mencoba menghargai pendapat anak meski saya orangtuanya. Toh kelak kalo dia udah punya motivasi dari dalam diri, dia akan melakukan lebih dari ekspektasi.

Nggak Suka Kompetisi Bukan Berarti Nggak Punya Mimpi

Anak yang nggak suka berkompetisi dan ikut lomba untuk jadi yang terbaik, bukan berarti nggak punya mimpi dan keinginan untuk maju. Mereka hanya ingin menikmati proses tanpa tekanan apapun yang membuat mereka lelah berusaha. Mereka percaya akan ada masanya mereka berada di suatu posisi yang sesuai dengan usaha yang udah dilakukan. Hidup nggak cuma untuk jadi juara, hidup adalah tentang menikmati proses dan bersyukur atas hasil yang diberi oleh Sang Pencipta.

Jlebb banget buat yang ambisius kayak saya.

Dari yang saya baca, harusnya saya bersyukur punya anak yang nggak suka kompetisi. Dia udah punya standar sendiri untuk target yang dicapai. Nggak muluk-muluk harus selalu jadi nomor satu. Kalo targetnya udah sampe, ya udah segitu aja. Hepi-hepi aja dulu, santai dulu. Kalo bisa bantu temen lain yang belum bisa. Besok-besok lanjut lagi, usaha untuk target lain lagi. Biasanya orang kayak gini tuh jarang stres dan depresi.

Beda ama orang yang jiwanya suka berkompetisi. Biasanya mereka punya target untuk jadi yang terbaik, jadi juara, jadi nomor satu. Orang seperti ini rentan sekali untuk depresi kalo nggak jadi juara. Nggak semua lho ya, sebagian besar. Positifnya orang yang berjiwa kompetisi ini jiwanya akan lebih sering ditempa untuk legowo menerima kekalahan dan lebih sportif. Lalu mereka akan berusaha lebih keras lagi untuk bisa menang di kompetisi selanjutnya.

Saya pernah bertanya ke si abang tentang cita-citanya. Dia bilang pengen jadi doktor. Doktor lho ya,, bukan dokter. Pengan kuliah di luar negeri biar bisa mewujudkan mimpi saya untuk ke luar negeri juga. Di satu sisi saya senang, tapi di sisi lain ada suatu ketakutan. Saya takut jika cita-citanya nggak terwujud, dia bisa jadi merasa bersalah dan depresi. Ahh,, mungkin itu cuma overthinking saya aja kali ya. Berdoa yang baik-baik aja lah. Minta ama Allah supaya bisa menjadikan dia orang yang bijak kelak.

Mengutip tulisan Ayah Edy :

Adakah orang yang suka bersaing sehat atau karena selalu bersaing maka hidupnya jadi lebih sehat?

Saya jarang sekali melihat ada orang yang suka bersaing hidupnya sehat dan baik-baik saja.

Tapi jika melihat orang yang "tidak suka bersaing" dan lebih suka membantu orang dan bekerjasama, lalu hidupnya sehat dan baik-baik saja itu banyak sekali.

Jadi, masih mau nyuruh-nyuruh anak ikut kompetisi? Nawarin boleh, tapi maksa jangan. Manatau tiba-tiba dia termotivasi. Minimal buat tes kemampuan. Apapun hasilnya, tetap disyukuri dan dinikmati. Orangtua cuma mengarahkan bukan pengambil keputusan untuk hal kayak gini. Apalagi si abang udah masuk masa pra remaja. Udah saatnya dia memutuskan pilihan dan belajar paham konsekuensi.

Dan ingat ya mak... terima anakmu apa adanya. Tetap jadi dirinya sendiri. Nggak usah dibanding-bandingkan dengan anak lain seusianya. Sekilas gampang, tapi ternyata menerapkannya nggak semudah balikin nugget dalam penggorengan.


Melihat Proses Pengolahan Teh Hitam di Bah Butong



Salah satu hal yang saya sukai dari perusahaan tempat saya bekerja adalah karena bisa memiliki pabrik teh. Sesekali saya bisa berkunjung dan melihat proses dari daun teh menjadi teh hitam yang siap diseduh. Sama seperti saya bisa naik tangki CPO (minyak sawit) untuk melakukan sounding / stock opname. Ahh.. entah kenapa sejak dulu saya suka hal yang menurut banyak orang membosankan. Saya malah senang melakukannya karena merasa bisa belajar banyak hal baru.

Beruntung sekali bulan lalu saya bisa berkunjung langsung ke Pabrik Teh Bah Butong. Saya pun ingin menulis proses pengolahan teh hitam di pabrik tersebut. Manatau bisa jadi pengetahuan baru bagi pembaca blog ini.

Proses Pengolahan Teh Hitam di Pabrik Bah Butong

Pabrik teh memiliki aroma khas saat memasukinya. Mulai dari aroma daun teh yang baru dipanen, hingga aroma teh hitam yang harum baunya. Seperti aromatheraphy yang menusuk masuk ke dalam hidung dan sejenak memberi ketenangan.

Aroma-aroma tersebut tak lain berasal dari daun teh yang masih basah karena baru dipanen dan melalui serangkaian proses hingga menjadi teh hitam berkualitas tinggi yang siap diseduh. Berikut alur dan proses pengolahan teh hitam tersebut.

Alur Pengolahan di Pabrik Teh

1. Penerimaan pucuk basah

Pucuk daun teh dipanen dengan cara dipangkas setiap pagi sehingga kondisi daun teh masih cukup basah dan ditampung dengan alat seperti jaring.

Pengeringan dan Pelayuan Pucuk Teh Basah

2. Pelayuan 18 jam

Pucuk daun teh basah dibawa ke pabrik dan masuk ke tahap pelayuan dengan diletakkan ke dalam bak panjang dengan pemanas di bawahnya agar daun teh mengering dan layu. Proses pengeringan dan pelayuan ini membutuhkan waktu 18 jam.

3. Penggulungan

Daun yang kering dan layu kemudian digulung dengan alat (rolling) agar mutu teh cukup baik untuk diolah lebih lanjut. Penggulungan dilakukan sebanyak lima kali dipisahkan dari proses pengayakan (rolling - ayak). Hal ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sebesar 52% hingga 54%.

Penggulungan (rolling)

4. Pengeringan 

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daun teh hingga tersisa hanya 2% - 3,5% saja. 

5. Sortasi/Grading

Tahap terakhir untuk menjadi teh yang siap seduh adalah sortasi/grading untuk penentuan grade atau kualitas teh.

Teh hitam Grade Tinggi setelah disorting




Ternyata jenis teh dari hasil sortasi cukup banyak. Mulai dari grade yang paling tinggi untuk kualitas ekspor (BOP, BOPF, dll) hingga ampas teh (waste). Penentuan kualitas dilakukan berdasarkan hasil uji lab berdasarkan kepekatan dan aroma.

Jenis teh berdasarkan grade (kualitas)

Masuk ke pabrik teh untuk melihat proses di dalamnya adalah pengalaman yang mengasyikkan buat saya. Sama seperti masuk ke pabrik kelapa sawit, naik tangki CPO untuk stock opname, atau melihat proses tandan buah sawit segar diolah menjadi CPO. Teh produksi Bah Butong dengan grade tinggi sebagian besar diekspor, sedangkan yang kualitasnya menengah ke bawah biasanya dibeli oleh perusahaan lokal yang akan mengolah teh tersebut menjadi kemasan teh celup.  




  

Tugu Kunstkring Paleis : Resto di Cagar Budaya Jakarta

 Saat sedang berada di Jakarta bulan lalu dan menginap di daerah Menteng, seorang teman mengajak saya untuk mencoba makan malam di tempat yang belum pernah ia kunjungi dan bikin penasaran. Pasalnya bangunan restoran merupakan salah satu cagar budaya yang ada di Jakarta. Ala ala Belanda gitu. Namanya Tugu Kunstkring Paleis. Agak susah menyebutkannya. Lidah saya sempat kepleset jadi kuncring, LOL.

Walaupun harga makanan yang ditawarkan akan cukup merogoh kocek lumayan dalam, kami akhirnya memutuskan untuk tetap pergi kesana. Dengan harapan menu yang dipesan akan kami sesuaikan dengan kondisi keuangan masing-masing. Kalo kurang kenyang, bisa melipir ke depan hotel dengan makanan yang lebih terjangkau harganya. Dasar, perut batak, haha..

Sebelum kesana kami harus memesan tempat via telpon ke resto tersebut. Resto ini memang sering penuh pengunjung menjelang malam. Banyak bule yang suka untuk makan malam disana. Alhamdulillah saat memesan masih ada meja yang tersedia.

Kami berangkat menjelang jam 7 malam sesuai dengan waktu yang kami pesan. Dengan menggunakan taksi online hanya dibutuhkan waktu sekitar 10-15 menit saja dari hotel untuk sampai di tujuan. Awal masuk sempat bingung karena pintu masuknya terlihat agak gelap dari jalan utama. Pengunjung yang melintas nggak akan ngeh ada resto di dalam jika nggak memperhatikan.

Saat sudah berada di pintu masuk bangunan, saya baru sadar jika bangunan itu pada dasarnya adalah bangunan lama sejak zaman Belanda. Bentuk bangunan masih dengan arsitektur zaman kolonial dan unik. Mengingatkan saya dengan kantor PTPN IV Medan yang bernuansa sama.

Sejarah Bangunan



Tugu Kunstkring Paleis adalah salah satu pemanfaatan cagar budaya menjadi restoran unik bernuansa kolonial Belanda dan Tionghoa. Konon bangunan ini awalnya dibangun sebagai wadah kegiatan kelompok seni  Nederlandsch Indische Kunstkring bernama Bataviasche Kunstkring. Pendirinya adalah seorang arsitek bernama PAJ Moojen yang juga adalah pendiri kelompok tersebut dan diresmikan pada tanggal 17 April 1914 oleh Gubernur Jenderal A.W Frederick Indenburg.

Kata kunstkring dalam bahasa Belanda berarti lingkaran atau komunitas seni. Acara kesenian besar sering digelar di gedung ini pada masanya. Salah satunya adalah pameran lukisan koleksi P.A Regnault yang melibatkan karya lukisan dari Picasso dan Van Gogh pada tahun 1937.

Setelah Belanda hengkang dari Indonesia, gedung kesenian ini digunakan sebagai Kantor Majelis Islam. Lalu sempat menjadi Kantor Imigrasi dan pos tentara yang menjaga kediaman keluarga Cendana. Pemerintah DKI Jakarta sempat terus berusaha mengembalikan fungsi bangunan ini sebagai pusat kesenian, namun hingga saat ini belum berhasil. Hingga akhirnya pada tahun 2013 menjadi restoran Tugu Kuntskring Paleis yang tetap menyajikan pameran kesenian di dalamnya.

Resto Tugu Kunstkring Paleis

Ruang Depan Kuntskring

Masuk ke dalamnya, nuansa seni yang kental langsung terasa. Desain interior tiap ruangan sangat apik dengan banyak lukisan dan pajangan yang artistik. Di ruang tengah yang paling besar, malam itu sedang ada semacam jamuan makan malam yang dihadiri banyak orang bule. Alunan musik betawi membuat saya merasa berada di zaman kolonial dan sedang melihat pejabat-pejabat Belanda yang mengadakan pesta.

Ruang Utama

Ruangan besar itu praktis hanya untuk mereka. Kami diarahkan resepsionis ke ruangan yang lebih kecil dengan nuansa seni yang tak jauh beda. Kali ini saya merasa sedang berada di salah satu ruangan rumah Tjong A Fie yang ada di Medan. Ahh... random sekali saya ini. Beberapa lampion dan cahaya merah yang memancar dari lampu di dalamnya, suasana yang tenang dan tidak terlalu terang. Jangan sampai ada vampir cina yang tiba-tiba muncul merusak suasana, LOL. 

Ruang Kiri


Beberapa meja dan kursi dilapisi furnish berwarna coklat tertata rapi. Belum banyak pengunjung yang terlihat di ruangan yang lebih kecil itu. Kami sempat berfoto sejenak dan menikmati beberapa pajangan seni yang cukup memanjakan mata.


Menu dan Harga

Menu di Kuntskring

Waitress datang tak lama membawa beberapa buku menu. Dari bentuknya saja sudah keliatan eksklusif. Menu di dalamnya kebanyakan menu masakan Indonesia. Namun ada juga menu Eropa walaupun tidak banyak. Harganya tentu tak seterjangkau makanan kaki lima. Apalagi menu redwine dari harga 2 juta hingga 20 juta rupiah.

Uniknya lagi, tulisan di buku menu bisa jadi menjadi salah satu penyebab harga di resto Kunstkring melejit dari tempat lainnya. Contoh, nasi putih biasa dihargai dengan harga 3-6 ribu rupiah. Di Kuntskring, nasi putih bertuliskan : Nasi Poeti Tjiandjoer dihargai 24 ribu rupiah. Atau kroepoek oedang dihargai 48 ribu rupiah. Wedang ronde yang baru berapa hari sebelumnya saya beli di Jogja dengan harga 10 ribu rupiah, di Kunstkring dihargai 68 ribu rupiah.

Sebotol air mineral dihargai 35 ribu rupiah. Masing-masing dari kami sadar diri dengan hanya memesan sesuai kesepakatan di awal. Sekedar tau dan menikmati suasana di dalam Kuntskring sudah lebih dari cukup. Kecuali ada yang mau mentraktir lain kali, LOL.

Dari segi rasa, beberapa makanan yang kami pesan cukup enak. Tampilannya juga oke. Gaya chef Eropa. Ayam panggang saus jeruk juara menurut saya. Poffertjes nya juga lumayan walaupun adonannya agak kurang manis. Bisa ditutupi oleh gula bubuk yang bersamaan dihidangkan dalam satu piring yang sama.

Kunstkring Roasted Chicken



Bitterballen

Poffertjes


Ya,, mengutip kalimat di salah satu artikel yang saya baca. Layaknya Bataviasche Kunstkring, Tugu Kunstkring Paleis menjadi istana kuliner berselimut seni. Yang agaknya juga "terlarang" bagi siapapun yang pas-pasan dalam aspek ekonomi.

Mau coba ke tempat ini? Gak apa-apa, sekali-sekali boleh lah kalau ada budgetnya.

Tugu Kunstkring Paleis

Jalan Teuku Umar No.1 RW.1 Gondangdia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat

Jam buka : 11.00 WIB - 22.00 WIB

  


Me Time dengan Treatment di ZAP Clinic

Berperan sebagai seorang ibu, istri dan pekerja kantoran selalu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang  perempuan. Tak terkecuali saya yang berprinsip untuk selalu menjaga keseimbangan peran satu dan lainnya. Karena saya yakin semua peran yang diberi dan dilakoni di kehidupan dapat menjadi suatu harmonisasi apik. Harmonisasi yang jika dijalankan dengan ikhlas dengan dukungan dari support system bernama keluarga akan dapat bernilai ibadah dan bekal untuk kehidupan selanjutnya.

Dalam prosesnya ternyata tak semudah teori. Stres karena berbagai masalah yang dihadapi malah dapat berpengaruh ke fisik dan mental. Wajar kalo setiap perempuan butuh yang namanya Me Time. Istilah zaman now nya itu healing tipis-tipis agar dapat me-recharge semangat lagi.

ZAP Clinic



Kali ini saya ingin Me Time dengan melakukan perawatan kecantikan di ZAP Clinic. Sudah cukup lama saya tau tentang klinik kecantikan ini. Namun belum pernah langsung datang dan mencoba perawatan yang ditawarkan. Selama ini ZAP lebih dikenal dengan treatment Hair Removal nya. Malah saya sempat  berpikir di ZAP cuma ada waxing. Membayangkan rambut (bulu) yang ditarik paksa saja saya udah melipir duluan.

Ternyata saya salah. Di ZAP Clinic malah nggak ada memakai metode waxing.

Berkenalan dengan ZAP Clinic



ZAP Clinic adalah salah satu brand dari ZAP Group yang bergerak di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan. Berdiri sejak tahun 2009 sebagai spesialis perawatan menghilangkan rambut (bulu) secara permanen dengan nama ZAP Permanent Hair Removal. ZAP Clinic menjadi identitas baru sebagai klinik kecantikan untuk perawatan kulit wajah dan tubuh.

Ternyata tak cuma saya yang berpikir bahwa ke ZAP itu hanya untuk menghilangkan rambut (bulu). Bahkan saat saya mengajak seorang teman untuk ke ZAP, dia juga berpikir saya ingin menghilangkan bulu ketiak, LOL. Saya jelaskan saja kalo sekarang di ZAP udah ada treatment wajah seperti facial.

Saat ini ZAP group sudah memiliki lebih dari 60 cabang di Indonesia dengan lima brand yang tergabung di dalamnya. Di Kota Medan sendiri ada 3 cabang yang terletak di Jalan Iskandar Muda, di Sun Plaza dan yang baru soft opening di Mal Delipark Medan.

Konsultasi dengan Dokter Berpengalaman


Awalnya saya ingin ke ZAP Iskandar Muda karena yakin tempatnya akan lebih besar daripada yang ada di plaza atau mal. Namun antriannya cukup lumayan, saya akan menunggu cukup lama jika memaksakan diri. Lalu saya booking ZAP Clinic yang ada di Mal Delipark. Walau masih soft opening, namun cabang ZAP Clinic ini sudah mulai beroperasi. Antriannya tak sebanyak yang ada di cabang lain.

Benar saja, saat saya datang sepulang dari kantor, saya tak perlu menunggu lama untuk langsung mendaftar. Mbak-mbak di meja registrasinya ramah banget. Saya ditanya mau treatment apa lalu ia meminta kartu identitas saya untuk dicatat dalam sistem ZAP. Jadi saat ke ZAP Clinic lagi, catatan perawatan yang pernah saya lakukan tetap terekam dengan baik.

Setelah itu saya diminta untuk menunggu sebentar. Walaupun tidak besar, namun ruang tunggu yang disediakan nyaman dan bersih. Tak lama saya dipanggil untuk masuk dan berkonsultasi dengan dokter terkait masalah kulit wajah yang saya alami dan treatment apa yang saya butuhkan sebagai solusi.

Ruang tunggu ZAP Clinic Mal Delipark Medan


Tak beda dengan staf registrasi, dokter di ZAP Clinic juga sangat ramah dan sopan. Yang menangani saya saat itu adalah dr. Husna. Senangnya lagi saya tidak ada dipaksa untuk membeli produk perawatan kecantikan khusus dari ZAP. Bebas menggunakan produk lain selama cocok di kulit.

Konsultasi masalah kulit dengan dokter berpengalaman


dr. Husna mulai memeriksa wajah saya dengan alat berbentuk bulat dengan lampu di tengah. Saya diminta mendekatkan wajah ke alat tersebut dengan menutup mata terlebih dahulu agar tidak silau. Secara perlahan dokter menjelaskan bahwa pori-pori kulit wajah saya cukup besar, terdapat flek hitam di sekitar pipi dan hidung, serta ada kemerahan tanda akan munculnya jerawat.

Untuk masalah tersebut, dr. Husna menyarankan saya untuk melakukan perawatan Photo Facial Glow.

Photo Facial Glow di ZAP Clinic


Saya kembali diminta menunggu untuk persiapan ruangan treatment. Lalu kembali diarahkan untuk masuk ke ruang 3. Oiya, ada 6 ruang treatment yang disediakan agar dapat memberikan pelayanan terbaik pada konsumen.

Ruang Perawatan 


Perawat lalu menyemprotkan desinfektan ke atas tempat tidur yang akan saya gunakan serta memberikan alas kasur yang bersih. Lalu saya dipersilakan untuk merebahkan diri untuk memulai treatment sesuai saran dokter.

Ada beberapa tahapan dalam treatment Photo Facial Glow. Yuk simak tulisan saya sampai selesai.

1. Cleansing 3 tahap
Awal treatment pastinya wajah harus dibersihkan terlebih dahulu dari make up, debu atau kotoran yang menempel. Pada tahap ini dilakukan tiga kali cleansing, yaitu dua kali dengan krim dan sekali berupa oxy dengan menyemprotkan air ke wajah. Mata saya ditutup sementara agar cairan tidak masuk ke mata.



2. Laser



Setelah proses cleansing, tahap kedua adalah laser. Fungsi laser ini adalah untuk mengaktifkan kolagen di kulit agar proses peremajaan kulit dapat lebih cepat dan dapat memudarkan flek hitam yang ada. Saya sempat merasa kaget di awal karena rasanya agak sakit seperti terkena percikan kembang api kecil. Cekit cekit gitu. Namun dokter secara intens berkomunikasi agar dapat menyesuaikan kondisi laser sehingga saya bisa lebih nyaman (tidak terlalu sakit saat dilaser).

  
3. Alma Rejuve
Tahap ketiga adalah Alma Rejuve. Setelah wajah terasa cekit-cekit terkena laser, lalu dioles gel yang membuat kulit wajah terasa adem. Gel ini berfungsi untuk melembabkan kulit dan mengecilkan pori-pori. Kemudian ada alat yang menekan gel ke kulit. Tiap tekanan dari alat tersebut akan terasa hangat hingga agak panas di kulit.



4. Cleansing akhir
Gel lalu dibersihkan kembali dengan kain atau kapas.

5. Oxy serum
Setelah wajah bersih dokter akan memberikan oxy kembali. Namun berbeda dari oxy sebelumnya, oxy tahap akhir ini berisi serum yang dapat membuat wajah lebih glowing setelah treatment Photo Facial Glow.

Akhirnya selesai juga. Wajah saya terasa lebih segar setelah treatment. Bener-bener bisa Me Time walaupun waktunya cukup singkat. 



Ada beberapa pantangan dari dokter setelah melakukan treatment ini. Saya tidak boleh menggunakan krim siang, krim malam, scrub atau serum apapun untuk perawatan wajah selama 2 hari ke depan. Saya juga disarankan untuk tidak boleh terlalu berkeringat di daerah wajah agar hasil dari Photo Facial Glow yang baru saja dilakukan dapat maksimal.

Beberapa kali saya treatment di tempat lain, rasanya selalu khawatir dengan waktu dan proses yang cukup lama. Namun di ZAP Clinic hanya memerlukan waktu 40 menit saja, dimana 5 menit untuk konsultasi dengan dokter dan 35 menit untuk treatment. Cocok sekali untuk buibu dengan banyak agenda seperti saya. Jangan lupa untuk membuat janji atau booking minimal sehari sebelumnya agar tidak harus mengantri lama.



Yuk ah, kalian coba juga. Dari kenyamanan yang saya dapat dari seluruh staf dan dokter yang ada di ZAP Clinic, saya beneran pengen balik lagi. Mungkin untuk facial atau coba hair removal treatment untuk menghilangkan bulu ketiak, upss🤭Me Time dengan treatment di ZAP Clinic, oke bangettttt!

ZAP Clinic
Jam buka : Senin - Sabtu 10.00 WIB s.d 20.00 WIB, Minggu 10.00 WIB s.d 19.00 WIB

Kembali ke Jogja

 



Jogja, kota yang selama ini ingin sekali saya datangi. Akhirnya saya bisa kembali lagi ke Jogja setelah puluhan purnama. Sebelumnya saya pernah tiga kali ke Jogja sekitar 18 tahun lalu. Kota ini seakan menjadi saksi perjuangan untuk masuk kampus impian, walaupun akhirnya saya tinggalkan. Kata orang, belum berjodoh. Sekeras apapun saya berusaha, ya akhirnya lepas juga. Filosofi yang relevan juga untuk jomblo naksir anak orang, uhuk.

Walaupun jadwal pesawat saya ditunda, tiga jam perjalanan dari Bandara Kualanamu menuju Bandara YIA di Kulonprogo terasa singkat karena tidak harus melalui transit. Waktu pun lebih efektif untuk bisa menikmati keindahan Jogja di sore hari. Saya sudah membuat semacam itinerary di hari pertama. Ke Heha Skyview melihat matahari terbenam, jalan kaki di sepanjang Malioboro dan minum wedang ronde. Hmm,, can't wait!

Oiya, bandara YIA termasuk salah satu bandara baru yang menggantikan bandara Adi Sucipto sebelumnya yang terletak di tengah kota Jogja. Bandara ini cukup besar, bahkan lebih besar menurut saya daripada Kualanamu. Namun karena penerbangan dari dan ke luar negeri masih belum ada melalui bandara ini, suasana saat saya sampai di sana terlihat sangat sepi. Jiwa anak ekonomi saya keluar, duh investasi negara bakal rugi kalo kayak gini terus. Mak,, mak,, nikmati aja liburanmu!

Mumpung sepi, yok kita foto sejenak.




Di bandara kami baru sadar telah ketinggalan kereta bandara menuju Stasiun Tugu. Perut sudah terasa lapar. Akhirnya kami memutuskan untuk makan ayam goreng saja di salah satu outlet yang buka. Sembari menunggu jadwal kereta selanjutnya.

Ternyata naik kereta bandara dari YIA nyaman ya. Sepanjang jalan ngobrol ama teman, tetiba udah sampe aja di stasiun tujuan. Nggak pake desak-desakan. Ahh,, warga Jogja memang sabar mengantri dengan tertib. Saya dan beberapa teman sampai disana sekitar pukul setengah lima sore. Entah masih sempat atau tidak melihat matahari terbenam dari puncak Heha Skyview. Tak apalah, mungkin belum berjodoh dengan si sunset yang katanya cantik itu.

Heha Skyview

Tujuan pertama saya setelah meletakkan barang di hotel adalah Heha Skyview. Heha sebenarnya ada dua, Heha Skyview dan Heha Oceanview. Dari namanya udah kebayang dong bedanya apa. Yang ingin melihat Jogja dari puncak bisa ke skyview, sedangkan yang ingin menikmati hembusan angin pantai dan suara deburan ombak tentu oceanview jadi pilihan.

Mau keduanya pun bisa, tapi pengunjung harus menyediakan cukup banyak waktu. Karena waktu saya cukup singkat di sore menjelang malam itu, saya memilih Heha Skyview mengingat jaraknya tidak terlalu jauh dari Kota Jogja tempat saya menginap. Dapat ditempuh hanya dalam waktu 30 - 45 menit saja dengan menggunakan taksi online melalui rute Jogja - Wonosari dengan jalur sedikit menaiki bukit. Mirip ke Sibolangit kalau di Medan. Tarifnya sekitar 100ribu hingga 120ribu. Dibagi enam orang, lumayan hemat lah ya, hehe..

Sampai disana hari sudah cukup gelap. Agak kecewa karena benar-benar tidak berjodoh dengan pemandangan matahari terbenam disana. Namun kecewa sedikit terobati dengan tempat yang banyak spot foto yang instagrammable tentunya.


Sebelum berfoto ria, saya dan teman-teman memutuskan untuk memesan makan malam terlebih dahulu. Bukan di resto, tapi di area foodcourt nya. Selain faktor harga yang menurut kami bisa lebih murah, variasi makanan yang dipilih juga lebih banyak. 


Saya tertarik untuk memesan makanan di angkringan dan wedang ronde kesukaan, teman saya memesan gudeg dan sushi di kios yang berbeda. Dari makanan yang kami cicipi, rasanya seperti kurang sesuai di lidah kami. Kecuali ronde tentunya. Ini mah tetep enak buat saya. 

Selesai makan lanjut kami berfoto di berbagai spot yang disediakan di Heha Skyview.








Jam buka : 

Senin s.d Jumat : 10.00 WIB s.d 21.00 WIB

Sabtu, Minggu dan Hari libur : 08.00 WIB s.d 21.00 WIB

HTM : Rp 20ribu per orang (di luar makanan dan beberapa spot foto berbayar lainnya)


Titik 0 Kilometer Jogja

Awalnya saya kurang paham apa khasnya Titik 0 Kilometer Jogja. Setelah dilihat ternyata ini adalah persimpangan di salah satu kota Jogja yang banyak dikunjungi wisatawan karena lokasinya yang strategis dan dekat dengan banyak lokasi wisata. Antara lain Jalan Malioboro, Pasar Beringharjo, Museum Benteng Vredeburg, Keraton Yogyakarta dan banyak bangunan peninggalan Belanda seperti Kantor Pos Indonesia, Bank Indonesia dan Gedung BNI 1946.


Pemerintah juga menata lokasi ini dengan memberikan beberapa spot foto. Sekilas agak mirip dengan Jalan Braga dan Asia Afrika di Bandung dengan suasana berbeda.



Jalan Malioboro

Nggak ke Jogja rasanya kalo nggak menyempatkan diri menikmati berjalan di sepanjang jalan Malioboro. Jalan ini sudah ikonik sekali untuk Jogja selain Tugu Jogja tentunya. Dulu pertama kali menginjakkan kaki di Jogja, selalu menikmati beberapa malam menemani Bude saya berbelanja di toko-toko yang berjejer sepanjang Malioboro. 

Tak lupa menikmati kuliner burung goreng di lesehan pinggir jalan walaupun sesekali terganggu dengan pengamen jalanan yang tak henti menghampiri. Setelah itu mencari penjual wedang ronde yang membuat saya jatuh cinta pada makanan itu hingga sekarang.

Kini, 18 tahun kemudian, jalan Malioboro sudah banyak berubah. Kios pedagang terlihat lebih tertata rapi. Dipusatkan di Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2. Harga masih tetap sangat terjangkau, sesuai dengan kualitas tentunya. Pengamen tidak banyak kelihatan seperti dulu. Kendaraan umum pun tidak bebas melintas, hanya satu arah di ruas jalan tertentu. Sangat ramah bagi pejalan kaki yang ingin menikmati suasana malam Jogja kala itu. Saat saya kesana sedang ada acara yang diadakan di tengah jalan. Seperti live music dan panggung yang diadakan salah satu komunitas.


Malam itu ditutup dengan nongkrong di salah satu kafe live music di ujung Jalan Malioboro. Saya memesan wedang ronde kedua di malam itu, makan mie godog yang ternyata rasanya enak banget, sambil ngobrol hingga menjelang tengah malam dengan beberapa teman. MasyaAllah.. akhirnya saya bisa kembali ke Jogja dan menikmati suasana kotanya yang selalu bisa bikin rindu.


Jadi inget penggalan lagu band apik dari Jogja :

Nikmati bersama

Suasana Jogja...