Jelajah Bali : Tanah Lot



"Ma, kita ke Tanah Lot ya."

Begitu ajakan suami saat hari pertama kami di Bali. Sebelumnya kami masing-masing memang sudah pernah ke tempat wisata ini. Rasanya nggak ke Bali kalau tidak ke Tanah Lot, ikon wisata Bali sejak dulu.

Kami berangkat setelah check out penginapan dan mobil yang kami sewa selama 4 hari di Bali datang. Sebelumnya perut sudah diisi dengan nasi dari warung tegal yang kami temukan di dekat penginapan. Maklum, bagi muslim seperti kami, harus pilih-pilih tempat makan selama di Pulau Dewata ini. Di samping banyak makanan yang tidak halal, kami juga harus memastikan tempat makan kami juga cukup terjaga dari proses pengolahan makanannya. Tak lupa sholat juga sudah dijamak mengingat kami terhitung dalam perjalanan jauh.

Cuaca sangat cerah siang itu. Bahkan teriknya sinar matahari terasa menyengat di kulit dan membuat saya harus memastikan tidak lupa menggunakan krim anti matahari (sunblock). Bisa-bisa menambah eksotisnya warna kulit jika tidak dilindungi.

Namun ada rasa khawatir karena informasi yang kami terima sebelumnya menyebutkan bahwa dalam seminggu, hujan selalu melanda daerah Bali setiap siang menjelang sore hari. Terbukti saat pesawat kami baru mendarat malam sebelumnya, sepanjang jalan yang kami lewati masih basah karena guyuran hujan beberapa jam di siang harinya.

Tak apa lah. Jika pun hujan turun saat tiba di Tanah Lot nanti, itu memang rejeki kami. Jarang-jarang melihat Tanah Lot dalam kondisi diguyur hujan dan berkabut. Kami pun terus melaju mobil menuju tempat wisata itu.

Lokasi

Tanah Lot terletak di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Tempat wisata ini dapat ditempuh selama 1-1,5 jam menggunakan motor atau mobil dari daerah Kuta. Kemacetan yang cukup panjang akan ditemui di daerah Canggu karena jalanan yang cukup kecil dengan jumlah kendaraan yang cukup padat melewati jalan tersebut.

Sejarah Tanah Lot

Berdasarkan sejarah, Tanah Lot adalah batu karang yang dipindahkan ke laut oleh Dang Hyang Nirartha dengan kekuatan gaibnya karena adanya pertentangan dari Bendesa Beraban Sakti, pemimpin daerah Beraban pada abad ke-16, terhadap agama yang dibawa Dang Hyang. Karang tersebut adalah tempat meditasi Dang Hyang Nirartha. Sejak saat itu penduduk desa Beraban banyak yang menjadi pengikut agama Hindu yang dibawa oleh Dang Hyang Nirartha.

Satu jam lebih perjalanan kami lalui dengan hamparan luas sawah di tepi kanan dan kiri jalan. Terlihat sawah baru saja dipanen karena sisa-sisa batang tanaman padi yang sudah menguning dan tidak beraturan. Namun tak menghilangkan nikmatnya perjalanan yang kami lakukan.

Deburan ombak mulai terdengar. Pertanda wilayah pantai Tanah Lot sudah cukup dekat. Kami harus parkir mobil terlebih dahulu dan berjalan sekitar 200 meter ke arah Pura Tanah Lot yang fotonya sering terlihat di kalender.

Harga Tiket Masuk

Tiket masuk wisata Tanah Lot cukup terjangkau. Hanya Rp 20 ribu per orang untuk dewasa, Rp 15 ribu untuk anak-anak, Rp 2 ribu parkir motor dan Rp 5 ribu untuk parkir mobil. Cukup murah kan ya? Memang banyak tempat wisata di Bali yang banting harga sejak pandemi menyerang dalam dua tahun ini.  

Benar dugaan kami. Awan hitam sudah mulai menghampiri saat kami berjalan ke arah pura. Dilanjutkan oleh gerimis air hujan yang mulai turun, lalu hujan yang cukup deras selama sekitar setengah jam. Pura Karang Bolong sampai nyaris tak terlihat terhalang kabut akibat hujan. Deburan ombak semakin terdengar didorong angin yang cukup kencang di laut.

Menikmati hujan dengan berteduh dan ngobrol berdua tak jelek juga. Hingga tak terasa hujan pun berhenti dan kami melanjutkan berjalan kaki ke arah Pura Tanah Lot. Ahh... romantisnya, uhukk.


Jika dari pintu masuk, ada dua arah yang bisa dilewati. Ke arah kiri menuju Pura Tanah Lot, ke arah kanan menuju Pura Batu Bolong. 

Di sekitar Pura Tanah Lot, kami dapat melewati karang yang basah terkena air laut dan melihat gua ular laut yang dipercaya sebagai penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang, berwarna hitam berbelang kuning serta memiliki racun tiga kali lebih kuat dari racun ular cobra.

Gua Ular Laut

 
Menuju arah Pura Batu Bolong, terdapat anak tangga menuju bibir pantai yang pemandangannya sangat aduhai. Jika mau, pengunjung juga bisa berswafoto di sekitar pantai tersebut.

Tak dapat dipungkiri, keindahan Tanah Lot masih menjadi daya tarik wisatawan saat berkunjung ke Bali. Baru diguyur hujan saja pesonanya masih tetap ada. Apalagi menjelang senja saat sinar jingga matahari menjadi latar alami nan cantik dipandang mata? Hanya satu terucap dalam hati, "Maka nikmat dunia mana yang engkau dustakan devi?"  



No comments

Post a Comment