Sisi Positif Pandemi



 Sejak awal pandemi covid 19 satu setengah tahun lalu, banyak orang di negeri ini khususnya, menganggap virus ini biasa aja. Tapi semakin kesini, di saat negara maju lainnya sudah bisa mengendalikan laju penularan covid 19, bahkan sudah tidak mewajibkan masker bagi penduduknya, negara kita malah harus menghadapi gelombang penularan dan tingkat kematian yang semakin besar setiap hari.

Sebut saja kota New York yang sempat menjadi episentrum covid 19. Pertengahan tahun lalu Pemerintah setempat sempat memberlakukan kebijakan lockdown selama 3 bulan. Pekerja banyak di-PHK, perusahaan dari yang kecil hingga raksasa banyak yang kolaps, belum lagi dampak sosial yang ditimbulkan. New York Times Square yang biasanya dipadati orang, sempat sepi tak ada pengunjung sama sekali. Namun sejak 2 bulan lalu kota itu kembali ramai seperti sebelum pandemi. 

Sedih? Pasti lah. Gimana nggak? Saat ini orang-orang terdekat saya sedang menghadapi fase isolasi mandiri karena terkonfirmasi positif covid 19. Paling nggak mereka harus merasakan apa yang sebelumnya sudah saya rasakan di pertengahan bulan Desember tahun lalu. Sebelumnya saya pernah menceritakan pengalaman saya saat mengalami gejala ringan karena terinfeksi virus ini. Alhamdulillah tubuh saya mampu bertahan dan sehat kembali.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sudah berjalan hampir sebulan terlihat banyak menimbulkan dampak sosial. Terutama bagi para pekerja swasta, pedagang, dan usaha kecil menengah. Cukup banyak sektor ekonomi yang lesu karena jam operasi yang terbatas dengan kebijakan PPKM. Namun masih banyak masyarakat di daerah yang abai dan tidak mematuhi protokol kesehatan. Hal ini tentunya akan menjadikan tujuan PPKM menjadi tidak maksimal dalam menekan laju penularan si virus.

Saya sering merasa kesal sendiri saat melihat banyak orang yang tidak memakai masker dengan alasan apapun. Padahal minimal mereka harus menjaga dirinya sendiri.

Dulu saya sempat berpikir, dengan media penularan udara, virus covid 19 ini pasti akan menginfeksi semua orang. Semuanya hanya tinggal menunggu giliran. Saat imun tubuh menurun karena kelelahan, sakit atau alasan apapun, si virus yang sudah menyebar melalui udara pun siap menginfeksi. Ibarat virus flu biasa sebelum pandemi, maka virus covid 19 adalah pengganti virus flu tersebut. Siapapun bisa terkena, namun kondisi tubuh yang akan menentukan ada atau tidaknya gejala. Seakan pemikiran saya menjadi kenyataan, virus covid 19 varian delta menjadi virus yang sudah menyebar di udara dan siap menempel pada siapa saja.

Lalu apa yang bisa kita lakukan dengan kondisi seperti ini?

Mungkin banyak yang akan bilang, bisa bertahan hidup saja sudah alhamdulillah. Namun ternyata nggak cuma itu kok. Banyak orang yang kondisi ekonominya terpuruk, namun banyak juga yang secara ekonomi tidak langsung terkena dampak pandemi ini. Secara penghasilan tidak berkurang sedikitpun.Saat inilah setiap orang yang berada di level tersebut dapat langsung berkontribusi dan membantu orang-orang yang membutuhkan.

Jujur sejak pandemi saya lihat banyak orang baik bermunculan. Berbagi baik secara materi dan non materi. Saling menguatkan. Bahkan saat ini mulai muncul warung makan gratis bagi orang yang tidak mampu. Dananya? Tentunya dari berbagai donatur yang berbaik hati ingin berbagi.

Jika dikaji lebih lanjut, saya berpikir bahwa pandemi ini memang diciptakan Allah untuk menguji hamba-Nya. Ujian kenaikan tingkat iman dan taqwa. Di sebagian orang diuji untuk sabar dan tawakkal menghadapi kondisi sulit sebagai dampak pandemi. Bagi sebagian lagi diuji untuk melihat seberapa besar titipan harta dari Allah bisa dibagi ke yang membutuhkan.

Well,, yakin lah badai ini pasti berlalu. Ambil sisi positif dari pandemi yang terjadi. Karena dengan berpikir positif, imun kita bisa tetap terjaga. Tetap jaga diri dengan mematuhi protokol kesehatan. Semoga negari ini segera normal kembali.

Stay safe, stay happy, stay healthy!

Love,

Mamak

 

 

No comments

Post a Comment