Sumatera Roastery : Pusat Bubuk Kopi Enak di Medan

Menemani suami ngopi adalah suatu agenda rutin bagi saya. Baik itu ngopi di rumah maupun ngopi di warung kopi sekitaran tempat tinggal kami di Medan. Sejak pandemi otomatis agenda ngopi di luar berpindah ke rumah selama beberapa bulan belakangan. Padahal kami ingin sekali mencicipi tempat ngopi yang sudah lama menarik perhatian kami setiap melewati jalan di sekitar Ring Road Medan, tepatnya dekat dengan Hotel Syariah Grand Jamee'.

Warung kopi itu bernama Sumatera Roastery. Dari bacaan di pamflet depan, sekilas orang yang melewati warung ini akan berpikir tempat ini hanya untuk membeli bubuk kopi. Ternyata tidak.  Warung ini menjual biji kopi, bubuk kopi sekaligus cafe bagi para penikmat kopi enak. Pengunjung dapat memesan kopi dan menghabiskan waktu bersantai disini. Atau sekedar menunggu kopi digiling dan dikemas untuk dibawa pulang.


Awalnya warung ini bernama Gerobak Kopi atau Bewe Coffee Roasting yang didirikan oleh Pak Ridwan Yusuf pada tahun 2013 tepat di samping Hotel Syari'ah Grand Jamee' yang juga dikelola oleh beliau. Bewe coffee roasting hanya menjual biji dan bubuk kopi. Sedangkan cafe milik Pak Ridwan yang awalnya tidak menjual bubuk kopi bernama Souvenir Coffee. Namun karena banyaknya pengunjung yang ingin memesan dan membeli bubuk kopi akhirnya dibuatlah toko baru pada Februari 2019 dengan nama Sumatera Roastery.

Kopi yang tersedia di tempat ini adalah jenis robusta dan arabika. Bubuk kopi kemasan bermerk Sumatera Roastery yang diolah disini telah didistribusikan tidak hanya di Pulau Sumatera, namun juga ke pulau lain di Indonesia seperti Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

Biji kopi untuk diolah kebanyakan adalah kopi Gayo yang berasal dari Takengon, Aceh. Terdapat empat buah mesin roasting untuk mengolah kopi menjadi bubuk kopi yang berkualitas. Roasting coffee sendiri pada dasarnya adalah proses mengeluarkan air dari dalam kopi, mengeringkan dan mengembangkan bijinya, mengurangi beratnya dan memberikan aroma pada kopi tersebut. Sumatera Roastery berhasil memproduksi bubuk kopi yang enak dengan empat alat roasting yang saat ini dimiliki. Dalam sehari dapat dihasilkan 50 kg bubuk kopi yang siap dijual ke konsumen.




Bubuk kopi yag dijual dengan merk Sumatera Roastery pada dasarnya adalah jenis robusta dan arabica. Pengembangan dari keduanya antara lain kopi wine, arabica longberry, arabica red cherry, arabica king gayo, pea berry, kopi luwak, arabica lintong, dan lainnya. Masing-masing bubuk kopi dikemas paling kecil berukuran 250 gram dan paling besar berukuran 1 kg dengan harga yang berbeda-beda. Bagi yang ingin membeli, berikut daftar harga per Agustus 2020.



Di awal agustus ini, saya dan suami akhirnya memutuskan untuk berkunjung ke tempat ini dengan tetap mematuhi protokol kesehatan tentunya. Celingak celinguk dulu memantau keadaan, memastikan pengunjung tidak terlalu ramai. Karena kami hanya berniat untuk mencicipi kopi dan bersantai berdua sejenak disana, kami hanya memesan minuman dan sedikit cemilan. Seperti biasa, suami memesan kopi sanger arabica. Saya yang tak terlalu suka kopi melihat ada menu coklat panas kesukaan saya. Seakan tak mau ketinggalan kualitas dengan kopi, coklat yang ditawarkan adalah bubuk coklat asli yang masih terasa pahit jika tidak dicampur gula atau kental manis. Tentu saja saya memilih kental manis sebagai campuran coklat pesanan saya ditambah sepiring ubi jalar goreng.

Tak lama pesanan kami datang, dan kami sangat menikmati rasa masing-masing pesanan kami. Enakkkkkkkk!! Mantap coklatnya. Begitu juga sangernya. Rasa pahit kopi tetap terasa walaupun ada campuran kental manis sebagai tambahan.



Tak berlebihan rasanya jika Sumatera Roastery disebut salah satu pusat bubuk kopi terenak di Kota Medan. Untuk pelancong dapat menjadikan bubuk kopi dari tempat ini sebagai buah tangan untuk kembali ke kota asal. Harga dan ukuran kemasan yang beragam menjadi salah satu pertimbangan selain rasanya yang mantap. Untuk penikmat kopi di Medan, tak salah jika menjadikan tempat ini menjadi salah satu tempat ngopi favorit yang wajib untuk dikunjungi.

Masih ragu keluar karena pandemi? Tenang,,, kita bisa pesan online dan rasanya masih tetap mantap untuk dinikmati di rumah. 

Sumatera Roastery

Alamat : Jalan Gagak Hitam - Ring Road nomor 111F - Sunggal, Medan.

(samping Hotel Syari'ah Grand Jamee')

    

Wisata Tangkahan (Part 2) : Ngapain Aja di Tangkahan?

Jembatan penyeberangan di Tangkahan (dok. pribadi)

Setelah saya cerita tentang perjalanan ke wisata Tangkahan (part 1) dan penginapan yang nyaman serta ramah di kantong, pada penasaran dong ngapain aja saya dan keluarga di Tangkahan? Kalo nggak penasaran, bisa stop baca disini. Tapi kalo iya, cuss lanjut baca tulisan di bawah, hehe...

Setelah bermain air di sore hari hingga lanjut makan malam bersama keluarga di penginapan, saya dan suami segera menemui bang Mega untuk mulai merencanakan aktivitas esok harinya. Hasil diskusinya adalah kami akan melakukan tubing, singgah ke penangkaran gajah, ke air terjun dan ke sumber air panas. Ada satu orang local guide yang akan memandu kami. Untuk keseluruhan aktivitas tersebut hanya dikenakan biaya Rp 60 ribu per orang. Murah banget euy!! 

1. Tubing
Tubing adalah aktivitas mengarungi aliran sungai (sering disebut river tubing). Alat yang biasa digunakan  adalah ban karet. Tubing beberapa orang dapat dilakukan dengan ban terpisah atau ban dirapatkan dengan tali agar bisa jalan berbarengan di air. Untuk medan sungai di Tangkahan yang jeramnya minimalis, aktivitas tubing relatif aman namun harus tetap berhati-hati.

Saya mengajak 6 orang anggota keluarga yang masih berusia muda untuk ikut dalam aktivitas ini, termasuk Raihan anak sulung saya yang berusia 10 tahun. Agak riskan sebenarnya karena tidak disediakan jaket pelampung. Namun karena aliran air sungai tidak deras dan dengan pengawasan kami orangtuanya, ia tetap ikut. Tubing yang dilakukan cukup seru dan mengesankan. Kami sempat menempuh perjalanan dari penginapan selama 10 menit ke arah atas bukit. Lalu turun menuju sungai dekat pemandian gajah. Sebelum tubing tak lupa kami berfoto sejenak di sungai yang terlihat jernih dan eksotis.



   
2. Penangkaran Gajah (Conservation Response Unit / CRU Tangkahan) 
Sebelum turun ke area tubing, kami menyempatkan diri melihat sekumpulan gajah yang hidup di area konservasi. Sayangnya sejak pandemi covid-19 akses untuk langsung berdekatan dengan hewan ini dibatasi dan tetap harus mematuhi protokol kesehatan. Sebenarnya jembatan penyeberangan langsung dari tempat pemantauan gajah menjadi sarana utama penghubung Tangkahan dengan Taman Wisata Gunung Leuser dan masih digunakan oleh para pawang gajah. Namun saat kami datang masih tidak diijinkan untuk melewatinya. Jadi kami hanya dapat melihat gajah dari jauh saja.

Penangkaran Gajah, Tangkahan - Taman Nasional Gunung Leuser (dok.pribadi)

Tak disangka saat kami melakukan tubing, gajah-gajah di penangkaran tersebut dikeluarkan untuk mandi dan makan daun langsung dari tebing di tepi sungai. Seakan tak ingin melewatkan kesempatan kami langsung meminta local guide untuk berhenti sejenak agar kami dapat melihat gajah-gajah tersebut dari dekat dan menyaksikan aktivitas mandi para gajah. Kami jadi tau ada gajah yang bernama Theo, Sari, Khalid, dan dua gajah kecil diantara 7 gajah di penangkaran lahir di tempat itu.

Dalam sehari, gajah dikeluarkan dari dalam penangkaran ke arah sungai sebanyak dua kali. Yaitu pukul 10 pagi dan pukul 3 sore. Tepat sekali dengan jadwal tubing kami yang mendekati jam 10 pagi saat itu. Memang jalan menuju titik awal tubing yang kami lalui adalah Conservation Response Unit (CRU) untuk gajah di Tangkahan. Jadi memang pas banget sih ya. Alhamdulillah.. Kami bisa melihat gajah keluar satu per satu dari kandang dan berjalan ke arah sungai dari jarak yang dekat sekali. 

Sebelum pandemi, info yang kami dapat untuk menaiki gajah biasanya dikenakan biaya sebesar Rp 35 ribu per orang (wisatawan lokal). Sedangkan untuk memandikan gajah dikenakan biaya sebesar Rp 100 ribu per orang untuk wisatawan lokal dan Rp 250 ribu untuk wisawatan mancanegara. Tersedia juga fasilitas untuk menjelajah hutan bersama gajah yang dikenakan biaya kurang lebih Rp 1 juta per orang. Bagi yang ingin menikmati sensasi alam yang natural, biaya segitu worth it lah.



THEO, Gajah bergading di CRU Tangkahan

Pemandian Gajah (dok. pribadi)
Saat lanjut tubing pun kami sempat berpapasan dengan Theo yang sedang berjalan di sungai untuk mengambil makanan. Local guide sempat meminta pawang yang membawa Theo agar Theo dapat menyemprot kami dengan air dari belalainya yang panjang.

Ahhh,,, kami semua berteriak seru disemprot sang gajah. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan.

3. Air Terjun
Tubing selesai di area pemandian tepat di bawah kamar penginapan kami. Local guide mengajak kami untuk berjalan menyusuri sungai ke arah air terjun kecil. Katanya babang Rangga suka sekali ke air terjun itu. Wajar sih, airnya yang jernih, segar dan debit airnya yang tidak terlalu deras memungkinkan siapa saja untuk dapat ke air terjun ini. 


Jalan ke Air Terjun Tangkahan (dok. pribadi)

Air Terjun di Tangkahan (dok. pribadi)

Terdapat satu air terjun lagi yang agak lebar. Namun medan jalan yang harus melewati bebatuan yang licin membuat kami memutuskan hanya ke air terjun yang lebih kecil ini saja. Semoga lain waktu dapat langsung menikmati keindahan air terjun tersebut.

Sumber : ceritajalan

4. Sumber Air Panas
Selesai menikmati air terjun, kami diajak ke titik trekking terakhir kali, yaitu ke sumber air panas yang letaknya tak jauh menyusuri sungai dari titik air terjun. Tak ada dokumentasi foto kami disini karena letaknya yang cukup tersembunyi di pinggir bebatuan besar dan berbentuk lubang atau goa kecil. Bau belerang pun sangat menyengat disini.

Mengesankan sekali liburan kali ini. Walaupun sempat bosan karena perjalanan dari kota yang cukup lama dan harus menyusuri perkebunan sawit yang panjang, namun rasa capek dan bosan langsung tergantikan oleh kepuasan menikmati keindahan alam yang sudah lama dirindukan.

Yuk ah segera diagendakan main ke wisata Tangkahan, Surga Tersembunyi di Sumatera Utara.




Wisata Tangkahan (Part 1)


Hola....

Setelah sekian lama nggak menulis, kali ini saya ingin berbagi pengalaman ke wisata Tangkahan bersama keluarga. Wisata Tangkahan ini katanya surga yang benar-benar tersembunyi. Wajar kalo ada yang bilang begitu. Karena untuk menuju ke tempatnya butuh kesabaran. Sebenarnya udah sejak beberapa tahun lalu pengen kesana karena saya sangat menyukai wisata petualangan. Naik turun gunung, ke pantai, ke laut, arrrgghhhh jadi inget keinginan ke Raja Ampat yang sampai sekarang masih terpendam, hehe..

Alhamdulillah baru dapat kesempatan tahun ini untuk merealisasikan keinginan saya ke Tangkahan. Nggak terlalu direncanakan sih, keputusan untuk jalan-jalan ke tempat ini baru muncul sehari sebelumnya. Saya memang bukan orang yang well organized ya kalo mau liburan. Kadang tiba-tiba pengen, langsung eksekusi kalau tidak ada halangan berarti. Libur empat hari dan masih adanya pembatasan ke luar kota karena pandemi membuat saya harus memilih tempat wisata yang relatif dekat dengan kota Medan tempat tinggal saya dan cukup aman.

Saya banyak mencari informasi tentang wisata Tangkahan melalui internet. Dan saya baru tau kalo ada seorang aktor ganteng ibukota a.ka. babang Nicholas Saputra yang juga punya villa yang dapat disewa disana. Villanya cakep abisss,, tapi pemesanannya cukup ribet karena mungkin tempat ini awalnya ditujukan sebagai villa pribadi. Makin liat video klip Adu Rayu yang syutingnya di tempat ini, saya semakin penasaran.

Dengan info dari bang Alfi si Bocah Udik, saya memutuskan untuk langsung memesan penginapan sederhana dengan harga per malam yang cukup terjangkau namun tetap nyaman karena saya membawa tiga anak juga orangtua. Penginapan tersebut bernama Mega Inn. Pemiliknya yang kooperatif dan komunikatif membuat saya cukup nyaman bertanya tentang kondisi sekitar tempat wisata sebelum berangkat dari rumah. Kebayang dong kalo sering turun hujan akan membuat kami kurang dapat bereksplorasi disana.

Berbekal info dari mbah gugel untuk ke titik Mega Inn Tangkahan, saya dan keluarga harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 4 jam dari kota Medan. Kondisi jalan cukup baik. Jalan agak melambat satu jam sebelum tempat wisata karena jalan yang masih berupa sirtu alias pasir berbatu khas perkebunan. Kondisi jalan ini sudah jauh lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya dimana dulu masih banyak jalan berbatu dan berlubang yang selalu tergenang air setelah hujan.

Tangkahan terletak di desa Namu Sialang, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Tangkahan terletak di tengah hutan tropis dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser. 

Karena baru pertama kali kesana, saya sempat ngerasa kok nggak sampe-sampe sih? Sementara mobil yang saya naiki sudah cukup lama melintasi jalan perkebunan yang sepi. Hawa hutannya berasa banget lah. Kekhawatiran saya agak berkurang karena cukup banyak petunjuk jalan bertuliskan Tangkahan Ecotourism tujuan kami.

Tepat jam 4 sore kami sampai disana. Dari parkiran kami harus melewati jembatan untuk menyeberangi sungai. Dan tebak, saya langsung terpesona dengan keindahan pemandangan tempat wisata ini. 

Mega Inn : Penginapan Nyaman dan Ramah di Kantong

Awalnya saya sempat khawatir karena pemesanan kamar yang saya lakukan ternyata belum dikonfirmasi sehari sebelumnya oleh bang Mega, si pemilik penginapan Mega Inn karena adanya miskomunikasi. Hanya bisa berdoa supaya rencana liburan ini tetap dimudahkan. Dari parkiran kami langsung dijemput sang pemilik penginapan dan diantar ke kamar yang sudah kami pesan di perjalanan. Alhamdulillah waktu ketemu dengan bang Mega, ternyata orangnya enak diajak ngobrol dan memberi solusi atas miskom yang terjadi sebelumnya.

Sampai di kamar saya cukup puas dengan kamar sederhana yang bersih dan dihias dengan kelambu tepat di atas tempat tidur. Di depan kamar ada teras kecil untuk bercengkerama dengan keluarga dan memiliki satu kamar mandi di dalam. Cukup untuk membuat nyaman keluarga kami.

Dengan harga Rp 150 ribu per kamar, saya memesan tiga kamar dengan kasur tambahan. Maklum, saya membawa keluarga besar dan saya harus berusaha untuk membuat mereka semua senang liburan disini. Secara pribadi saya cukup merekomendasikan penginapan Mega Inn Tangkahan. Terdapat mini resto juga untuk memesan makanan dan makan dengan suasana malam yang hangat dan harga yang juga ramah di kantong.

Untuk yang sudah membawa persiapan untuk aktivitas bakar ikan/ayam/jagung/ubi bersama keluarga, penginapan ini menyediakan tungku bakar berkaki besi yang dapat dipinjam. Cukup oke lah fasilitasnya. 

Kamar di Mega Inn, Tangkahan (dok. pribadi)

Suasana di Kamar Mega Inn (dok. pribadi)



Selesai sholat Ashar, anak-anak langsung minta turun untuk mandi di sungai. Alhamdulillah akses ke sungai tinggal menuruni tangga di depan kamar kami. Harus hati-hati sih karena anak tangganya kecil dan berisiko untuk terpeleset.

Saya pun nggak mau ketinggalan untuk ikut menjaga anak-anak dan mengabadikan momen yang ada melalui kamera hp.




     



Trus wisata di Tangkahan bisa ngapain aja sih? Moso' cuma mandi di sungai ama liat pemandangan aja trus tidur-tiduran di penginapan? Tenang,, saya akan melanjutkan cerita di tulisan selanjutnya Ngapain Aja di Tangkahan?

Salam cinta,

Mamak

Sate Matang : Makan Sate Pake Kuah Soto Khas Aceh

Yok makan sate matang di kampong ku. 

Makan sate ya harus yang matang lah. Mana mau aku makan sate mentah.

Ishhh,,, yok ikut lah. Biar ko tau kekmana enaknya sate matang itu. 

Kalau bicara soal sate, pasti yang dibayangkan adalah potongan daging yang ditusuk lalu dibakar di atas bara api hingga empuk. Disantap dengan siraman bumbu kacang maknyus yang membayangkannya saja udah bikin saya menelan ludah. Sate dikenal sebagai makanan khas Indonesia yang banyak sekali ditemukan di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Namun jangan salah, di berbagai daerah lain makanan satu ini memiliki ciri khas masing-masing. Nah, di tulisan kali ini saya akan membahas tentang Sate Matang.
 
Pertama kali mendengar namanya mungkin dirasa aneh. Namanya sate ya harus matang saat akan dimakan. Kalo masih mentah ya nggak ada yang mau makan, ya kan?

Hmm,, ya ya.. Tapi jangan salah sob, sate matang adalah nama sate yang terkenal di Kota Matang Glumpang Dua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Kalau sedang dalam perjalanan dari Medan ke Banda Aceh, letaknya di sisi kanan jalan. Ada beberapa penjual yang menjual sate matang di kota ini, namun yang paling terkenal sejak dulu adalah di warung Sudi Mampir.

Sate Matang
Sumber : youtube
 
Warung ini sudah terkenal sejak dulu. Saya sendiri taunya sejak kecil karena sering pulang kampung ke kota Matang bersama papa. Setiap pulang beliau selalu mengajak untuk mampir makan sate matang bersama.

Sate matang disajikan dengan cara yang unik. Bukan dengan lontong, melainkan dengan nasi, kuah soto khas aceh dan kuah kacang kental serta perasan jeruk kesturi yang dapat ditambahkan sesuai selera. Jadi sekali pesan langsung ada empat piring yang diletakkan di meja, satu piring nasi, satu piring kuah soto khas aceh, satu piring sate isi 10 tusuk dan satu piring kuah kacang.

Sate Matang


Rasanya? Jangan diragukan lagi, Anak saya aja sampe makan nasi dua piring sendiri untuk ngabisin kuah sotonya. "Mantap mak!", katanya.

Sekilas penampilan makanan ini biasa saja, namun citarasa kuah soto yang segar dipadu dengan sate sapi bumbu kacang yang kental membuat makanan ini menjadi tidak biasa. Suatu ke-khas-an yang tidak ditemukan di tempat lain.

Saat makan di warung tersebut, jangan heran jika terdengar suara meja yang digebrak. Bukan karena penjualnya sedang marah, namun itu adalah cara mereka dalam menambah kecap di piring sate yang sudah diberi kuah kacang.

Setiap hari warung sate ini selalu ramai pengunjung baik dari masyarakat sekitar maupun pendatang, ataupun orang yang sekedar mampir sembari melakukan perjalanan ke Banda Aceh atau Medan. Saya pernah mencicipi sate matang di sekitar kota Medan dan Meulaboh, namun tetap yang paling enak adalah yang ada di kota asalnya.

Buat sobat mamak yang ingin merasakan kenikmatan makan sate pake kuah soto khas aceh yang mantap ini, jangan lupa sempatkan diri mampir ke warung Sudi Mampir jika melewati atau berada di Kota Matang Glumpang Dua.

Tentang Orangtua


Siapa yang masih memiliki orangtua yang masih hidup?

Alhamdulillah saya salah satunya. Papa dan mama insyaAllah masih sehat wal'afiat. Penyakit-penyakit kecil yang disebabkan organ tubuh yang sudah digunakan selama lebih dari setengah abad dan  mulai aus terkadang muncul. Namun untuk usia seperti mereka, masih bisa dibilang cukup terjaga dari segi kesehatan.

Selain karena rutin olahraga, mungkin juga karena keduanya tidak memiliki riwayat penyakit turunan seperti diabetes, kolesterol dan hipertensi. Saat ini pola makan mereka cukup baik. Tapi kalo lagi pengen sesuatu dan ketemu makanan yang cocok di lidah, ya tetap bisa tambah porsi nasi sampai dua kali. Kalo ini menurun ke saya tentunya yang suka kalap kalo lagi makan enak, hehe..

Saya dan kedua adik saya perempuan. Otomatis ada saatnya kami semua harus berpisah rumah dengan orangtua kami. Saya sendiri sudah merasakannya sejak hampir sebelas tahun yang lalu. Awalnya agak sedih sih karena walaupun saya sudah merantau sejak SMA, mama masih selalu memperhatikan dan cerewet tentang hal-hal kecil seperti sudah makan atau belum, lagi sakit atau nggak, atau perhatian lainnya. Saat menikah saya pikir kecerewetan itu sudah berakhir dan digantikan oleh cerewetnya suami.

Ternyata tidak. Tidak sedikit pun perhatian itu berkurang. Tetap aja pertanyaan seperti waktu saya belum menikah muncul setiap kali menelepon si mama. Padahal jarak rumah kami pernah cuma satu kilometer. Tinggal suruh saya datang atau mama papa yang datang ke rumah.

Itu bentuk perhatian mama. Lalu papa? 

Papa jarang dekat dengan kami karena kesibukannya. Tapi setiap perkembangan kami anaknya selalu ditanyakan ke mama. Tak jarang saat melihat kami sedih, papa juga ikutan nangis walaupun nggak di depan kami. Atau waktu ngeliat kami wisuda, bisa mbrebes mili dia kata mama. Ternyata di balik mukanya yang sangar atau ngomongnya yang kadang bikin sebel, ada jiwa melow karena anak-anaknya.

Sejak dulu cukup banyak pengorbanan yang dilakukan papa mama. Papa yang rela mengawal truk pengangkut sapi ke Aceh, mengawal angkutan karet yang bau, kerja hingga pelosok kampung demi membawa uang yang insyaAllah halal untuk keluarga. 

Mama yang adalah ibu rumah tangga mencoba membantu papa dengan jadi "ojek" untuk kami anak-anaknya. Aktivitas antar jemput kami sudah dilakoni sejak kami kecil. Segala kegiatan kami baik di sekolah maupun les selalu dikontrol. Karena menurut mama punya tiga anak perempuan harus selalu tarik ulur pengawasannya. Masih jelas di ingatan saat mama menjemput saya sepulang les dengan menggunakan motor GL Pro jaman dulu dan celana pendek. Dulu saya sempat malu, tapi sekarang ada sisi bangga yang bisa saya dapat dari hal itu.

Masih ada satu orangtua lagi yang harus saya hormati dan saya jaga perasaannya. Mertua perempuan (saya panggil bou) yang telah melahirkan dan mendidik suami saya hingga bisa bersama saya saat ini. Begitu hebat beliau dalam menjaga dan mengusahakan pendidikan anak-anaknya walaupun tinggal di daerah yang cukup jauh dari kota.

Sekarang....

Saya pelan-pelan memahami sikap papa, mama dan bou saat saya sudah menjadi orangtua. Saya mencoba flashback betapa baik Allah memberikan orangtua yang perhatian pada saya. Apalagi bou yang sedikit banyak pasti punya rasa cemburu saat anak laki-lakinya dekat dengan saya walau istrinya. Ini saatnya saya mencoba membuat mereka bahagia.

Membuat bahagia mereka nggak harus dengan memberikan barang mewah. Sering menelepon, menemani mereka saat harus ke dokter, datang dan menginap bersama anak-anak di rumah mereka, makan bersama, menemani mereka silaturahmi ke kerabat, dan hal-hal kecil lainnya sudah cukup membuat mereka bahagia.

Mungkin bahasa tiap orangtua berbeda sesuai dengan karakter masing-masing. Sebagai anak saya lah yang harus mencoba memahaminya. Saat mereka berkata tidak atau jangan, bisa jadi di hati nya ingin sekali dibantu anak tercinta. Ada hal-hal yang harus saya sempatkan untuk menemani orangtua walaupun mungkin sedikit mengganggu aktivitas pekerjaan saya.

Kok saya tiba-tiba jadi pengen menulis tentang orangtua?

Ini gara-gara di grup komunitas yang saya ikuti pada heboh membahas tentang orangtua masing-masing. Ada yang harus menjaga mamaknya yang sedang sakit, ada yang harus tinggal menemani orangtua yang sakit walaupun sudah menikah, ada yang orangtuanya sakit namun nggak bisa menjaga karena jauh bersama suami yang dinas di luar kota, ada juga yang ingin berbakti ke orangtua tapi malah orangtuanya nggak ada lagi di dunia.

Masing-masing berusaha untuk bersyukur dengan kondisi yang dialami. Bisa berbakti dan membahagiakan orangtua di saat masih hidup adalah kebahagiaan tersendiri. Padahal cuma membersihkan kotoran, memberi obat atau memasang pampers yang bagi sebagian orang dirasa menjijikkan. Tapi tetap beda rasa bahagianya dibandingkan dengan jalan-jalan dengan teman atau S2 S3 hingga ke luar negeri. 

Di tempat lain, mungkin ada orangtua yang malah berharap anaknya cepat mati karena merasa diacuhkan. Atau ada orangtua yang dimaki-maki sendirian di jalanan tanpa anak disampingnya. Atau orangtua yang ingin bersama anaknya namun sang anak sedang nun jauh di sana mengejar karir dan impian.

Lalu saya berpikir, anak seperti apa yang dikatakan sukses? Yang memiliki materi berlimpah, berkarir hingga ke luar negeri namun minim ilmu agama, atau yang memiliki materi secukupnya namun ilmu agamanya mumpuni untuk paham arti kehidupan? 

Orangtua seperti apa yang dinilai sukses dalam mendidik anak-anaknya? Yang bisa mengantarkan anak menjadi orang yang berlimpah materi namun minim ilmu agama atau yang memiliki materi secukupnya namun ilmu agamanya mumpuni untuk paham arti kehidupan?

Pengennya yang materi berlimpah, rajin sedekah, dan ilmu agamanya oke dong.. 

Itu juga saya mau, hahaha...

Saya yakin masing-masing punya pendapat. Karena tiap orang punya cerita yang berbeda. Banyak juga kok anak yang jauh dari orangtua namun tetap membawa serta orangtuanya dalam setiap doa. 

Saya pribadi ingin menjadi anak yang berbakti dan ada di dekat orangtua hingga mereka di ujung usia. Semoga Allah memudahkan saya untuk membahagiakan mereka walaupun dengan cara sederhana. Kalo bisa membawa mereka ke tanah suci bersama sih, amin..

Ini cerita orangtua saya. Ada yang mau share cerita tentang orangtua kalian juga? Karena dengan mengingat kebaikan mereka adalah salah satu jalan memperoleh kebaikan untuk hidup kita.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا
"Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku (Ibu dan Bapakku), sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil"

Memilih Sekolah untuk Anak, Ini Tips nya.


Memilih sekolah yang terbaik untuk anak adalah salah satu kewajiban orangtua. Setelah beberapa tahun membersamai perkembangan usianya belajar di rumah, kebanyakan orangtua memilih untuk menyekolahkan anak di sekolah formal yang dianggap paling baik.
Saya sendiri sudah memikirkan tentang memilih sekolah anak sejak anak saya berusia 2 tahun. Karena pilihan sekolah formal cukup banyak dan semua men-cap diri sebagai sekolah unggulan. Padahal belum tentu unggulan menurut mereka adalah unggulan untuk anak kita.

Mencari sekolah untuk anak ibarat mencari jodoh. Susah-susah gampang. Banyakan susah nya ya,, haha.. Sekolah yang cocok di satu anak belum tentu cocok di anak yang lain. Karena sejatinya setiap anak berbeda dan memiliki keunggulan masing-masing. Sudah hakikatnya manusia (dalam hal ini anak) diciptakan dengan karakter yang spesial dan tugas orangtua berusaha memahami dan mengarahkan ke arah pendidikan yang tepat.

Para emaks yang anaknya mulai masuk 3 tahun biasanya udah mulai heboh ni untuk mendaftarkan anak ke sekolah formal seperti playgroup atau PAUD. Umur 4 tahun udah bisa masuk ke TK A, 5 tahun TK B, lalu lanjut SD. Sebagian ada juga yang masih santai-santai aja karena ingin memaksimalkan belajar anak di rumah hingga usia TK. Orangtua biasanya punya insting sendiri untuk menilai apakah anak sudah siap untuk sosialisasi di sekolah formal atau tidak. 

Supaya nggak salah pilih dan berujung pada anak yang merasa "terpaksa" atau nggak nyaman di tempat yang baru, orangtua harus agak ekstra usaha dong. Berikut ini hal yang saya lakukan saat saya akan memilih sekolah untuk anak.

1. Tentukan jenis sekolah
Ada berbagai tipe sekolah, berdasarkan jenis maupun kurikulum.

Berdasarkan jenisnya, sekolah dapat dibagi ke beberapa tipe, yaitu sekolah nasional, sekolah nasional plus, sekolah internasional, sekolah berbasis agama (misalnya SDIT, madrasah, dan RK), sekolah alam dan homeschooling.

Berdasarkan kurikulum, sekolah dapat dibagi menjadi kurikulum nasional (biasanya per tahun, bisa berubah beberapa tahun sekali tergantung Kementerian Pendidikan), internasional (misalnya Cambridge, International Baccaurate/IB, International Primacy Curriculum/IPC, dan Singaporean Primary School Curriculum), kurikulum High Scope dan montessori.

Memilih tipe sekolah yang sesuai dengan visi misi keluarga dan karakter anak lebih diutamakan ya emaks. Misalnya ni, di keluarga saya mengajarkan segala sesuatu berdasarkan prinsip agama Islam. Alangkah baiknya saya memilih sekolah yang berbasis agama Islam juga, yaitu SDIT. 
Memang di jaman saya sekolah dulu, ada juga teman beragama Islam yang sekolah di sekolah swasta berbasis agama Kristen, pemahaman agama Islamnya tetap lebih baik dari saya. Namun jika masih ada pilihan, lebih baik memilih yang sejalan.

2. Cari Info
Jaman sekarang jadi emak emak kudu rajin cari info. Tinggal browsing di smartphone aja, semua ada di genggaman kalo itu mah. Atau bisa tanya-tanya ke temen yang anaknya udah masuk di sekolah yang sesuai dengan jenis sekolah pilihan di awal. Info yang perlu dicaritau antara lain :

- Visi Misi Sekolah : upayakan yang sevisi dengan pembelajaran keluarga di rumah agar anak lebih mudah memahami dengan melihat contoh di rumah juga. Untuk saya pribadi, sekolah yang mengutamakan pembentukan akhlaq yang baik menjadi pilihan daripada hanya mengutamakan nilai akademis semata. 
- Metode Belajar : dengan perbedaan karakter anak, tentu tidak bisa dipaksakan pembelajaran menggunakan metode yang sama untuk semuanya. Hasil yang diperoleh tidak akan maksimal di beberapa anak. Pilihlah sekolah yang memahami konsep perbedaan tersebut. 
- Kriteria Guru : Buat saya, guru yang mengajar juga harus memiliki kriteria yang sejalan dengan visi dan misi sekolah. Kurang pas rasanya jika sekolah mengajarkan prinsip agama Islam, tapi guru perempuannya tidak memakai jilbab  misalnya. 
- Jarak sekolah dari tempat tinggal : Upayakan mencari sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Karena jarak yang jauh akan menimbulkan kejenuhan pada anak karena capek di perjalanan. 

Inget ya buibu, sesuaikan pilihan sekolah sesuai dengan karakter dan kebutuhan anak kita. Agar anak bisa nyaman di sekolah dan tidak merasa terpaksa dalam belajar.

3. School Visit
Setelah mendapat info dari berbagai media, tak ada salahnya kita langsung datang ke sekolah yang dipilih. Kita bisa lebih menggali lagi informasi yang pastinya akan berguna sebelum menentukan pilihan. Selain itu kita dapat melihat lingkungan sekolah, nilai-nilai yang ditanamkan ke siswa, dan memperoleh gambaran langsung dari manajemen tentang kondisi dan suasana sekolah.
Dalam school visit, saya memilih untuk mengajak anak saya agar bisa ikut andil dalam memilih sekolahnya.

Sekian dulu tips yang sudah saya jalani sebelumnya. Semoga bermanfaat.

Salam cinta,
Mamak

Diet Maju Mundur


Assalamu'alaykum sobat mamak.

Siapa yang sebel kalo dibilang gendut? Hampir semua cewek kayaknya sebel bin kezel deh.

Dulu saya nggak termasuk lho. Saya cuek aja karena memang dari keluarga saya tidak ada keturunan gemuk sama sekali, baik dari mama ataupun papa. Berat badan saya hingga saya lulus kuliah maksimal hanya 48 kilogram saja. Banyak yang tertipu karena menganggap porsi makan saya sedikit atau bahkan nggak suka makan. Padahal,,, nggak usah saya sebutin lah ya. Khawatir bisa menebar aib pribadi, wkwk.

Berat badan (BB) saya mulai naik saat saya mulai bekerja sebagai auditor di salah satu kantor akuntan publik. Kebayang kerjaan saya seharian lebih banyak duduk di depan laptop, bahkan bisa sampai tengah malam. Cemilan di sela makan utama selalu ada. Tengah malam pun masih ngemil supaya nggak ngantuk sambil kerja. Praktis BB saya selama enam bulan jadi auditor bikin timbangan geser 6 kilogram ke kanan.

Awww,,, mulai agak khawatir ama celana dan baju yang udah nge-pas sana sini. Udah nggak nyaman banget dipake. Tapi si mama bilang lebih bagus agak gemuk, badan saya keliatan lebih "berisi". Menjelang menikah, berat saya sudah ada di bilangan 54 kilogram.

Saat hamil hingga akan melahirkan, BB naik sampai 65 kilogram. Tapi sesaat setelah melahirkan, langsung kembali turun 10 kilogram. Alhamdulillah.. untung ASI masih lancar, tapi jadi keliatan panjang ni leher karena lumayan drastis penurunannya. Belum lagi menjadi mamak baru banyak tantangan terutama baby blues yang menguras emosi pribadi dan efeknya menurunkan BB juga.

Karena saya jarang merawat diri, perut pun mulai gloyor sana sini. Gemes sendiri liat segumpal lemak yang bikin perut jadi buncit. Suami santai aja karena toh dia paham proses hamil dan melahirkan 3 anak yang saya alami. Saya aja yang rasanya pengen keluarin ni lemak karena nggak nyaman punya "tas pinggang" yang bikin nyesek tiap duduk.

Saya mulai mencoba diet. Mulai dari jaga makanan dan mencoba olahraga. Keduanya berat untuk saya. Awal-awal masih kemarok kata orang medan. Makan nasi satu centong aja, banyakin sayur, mencoba makan buah, lalu oatmeal di pagi hari. Beberapa minggu berjalan, datang godaan. Diajak makan all you can eat, si nenek masak enak di rumah, si mama ngajakin makan bareng, makan indomie tengah malem, langsung buyar dietnya. Megap-megap lagi kekenyangan, trus besoknya males ngulang membiasakan pola diet.

Ternyata diet itu syusah saudaraaa...

Tapi pas liat suami tercintah buncit dikit aja, langsung nyuruh doi diet. Alasannya karena dia punya riwayat penyakit turunan diabetes yang bisa ngefek ke penyakit apa aja. Alhamdulillah doi lebih stabil sih menjaga makan dan terutama olahraga nya. Beberapa kali berhasil, lalu bablas dan balik lagi buncitnya, lalu ngulang usaha lagi dengan lebih keras. Saat ini udah ketiga kali bolak balik diet makan dan olahraganya.

Saat doi berhasil, giliran saya yang diingetin berulang-ulang. "Perut mamak buncit, olahraga lah kayak ayah..". Gitu katanya. Ya saya jawab aja, ini juga karena udah pernah hamil 3 kali, wajar lah kalo buncit. Hmm,, padahal dalam hati saya juga sadar kalo itu cuma pembenaran dan saya aja yang males. Perempuan dalam hal ini selalu benar, kalo salah balik ke pasal satu #ehm

Saya pernah mengikuti langkah diet suami dengan mengunduh aplikasi Lose Belly Fat at Home (kalo suami Lose Weight in 30 Days) dan mengikuti panduan olahraga di dalamnya. Berat euy awalnya, tapi lebih berat lagi bisa konsisten mengikuti jadwal yang ditentukan di aplikasi itu. Seminggu pertama otot-otot rasanya ketarik semua. Sakittttt.... sebagai mamak yang masih inget tugas negara, ini yang sebenernya ditakutin. Karena otomatis aktivitas terutama main ama anak bakal terganggu gara-gara badan mamak sakit semua.

Adakah yang pernah diet maju mundur kayak gitu?

Tenang,, kalian nggak sendiri. Atau mungkin saya memang sendiri? Lo aja kali makkkk.. haha..

Intinya diet itu konsistensi. Jangan anget-anget o*k ayam. Bentar aja semangatnya, trus males dan ngucapin selamat tinggal ama diet. 

Untuk menjaga konsistensi butuh motivasi. Misalnya suami saya. Doi bisa makin semangat karena inget harus tetap sehat saat waktunya menjalankan ibadah haji yang secara jadwal masih 18 tahun lagi. Nggak mau dong ketika saat itu tiba, cuma bisa duduk di kursi roda dan harus didorong orang lain untuk bisa beribadah. Pengennya kami berdua bisa tetap sehat kan.

Bisa dicontoh buat yang pengen diet atau dietnya masih maju mundur. Cari alasan utama kenapa kita harus diet supaya tetap bisa konsisten menjalankannya. Nggak harus ke tempat fitness yang mahal, di rumah juga bisa kok. Kalo pun setelah diet masih ada yang bilang kita gendut, kita bisa menjawab dengan lantang, "Yang penting sehat broooohh!"

Salam cinta,
Mamak