Hai sobat mamak.
Sudah masuk bulan Juli. Memasuki bulan keempat setelah Pemerintah dan seluruh dunia menyatakan adanya pandemi COVID-19. Berbagai data menyebutkan cukup banyaknya korban meninggal akibat terinfeksi virus ini.
Bagi yang punya anak, untuk mencegah infeksi virus COVID-19 dapat dibaca di blog kak Dyah emaknya duo Aura.
Berbagai negara telah melakukan banyak cara untuk menekan penyebaran virus agar tidak semakin meluas. Dari kebijakan social distancing atau di Indonesia disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga lockdown di beberapa negara yang berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Kalo dipikir-pikir, siapa sih yang membayangkan dunia akan menghadapi pandemi seperti ini? Mungkin ilmuwan kali ya. Yang jelas nggak ada satu orang pun yang menginginkan kondisi seperti sekarang.
Saya yang notabene seorang ibu bekerja, harus ekstra menjaga diri agar tidak sampai terjangkit virus covid-19. Kebijakan work from home tidak dapat sepenuhnya dijalankan pada posisi dan tanggung jawab saya di kantor. Pekerjaan harus terus berjalan. Masih bersyukur perusahaan masih sanggup membayar gaji seperti biasanya. Jadi mau tidak mau saya harus menghadapi risiko tertular covid-19 karena masih tetap bekerja di kantor.
Protokol kesehatan harus konsisten saya jalankan. Menggunakan masker saat ke luar rumah, tidak mendekati kerumunan atau banyak orang, menjaga jarak aman, hingga selalu mencuci tangan dan membersihkan diri saat sampai di rumah sebelum memegang anak-anak. Imunitas tubuh juga harus terjaga dengan menjaga asupan makanan dan vitamin serta olahraga teratur. Olahraga ini yang berat untuk saya, haha...
Karena perusahaan merasa harus dilakukan skrining massal atau tes covid-19 pada seluruh karyawan di kantor tempat saya bekerja, akhirnya saya pun menjalani tes tersebut.
Seperti apa tes yang sudah saya jalani untuk mengkonfirmasi saya terpapar virus covid-19 atau tidak?
Mungkin sudah sering didengar ada dua jenis tes yang dilakukan, yaitu Rapid Test dan Swab - PCR test.
Apa sih bedanya RAPID TEST dan SWAB PCR Test?
Kalo saya taunya ya rapid test cukup dilakukan dengan mengecek sampel darah yang diambil sebelumnya, sedangkan SWAB PCR test dilakukan dengan mengambil sampel cairan/lendir yang ada di tenggorokan melalui hidung.
Berdasarkan artikel yang saya baca, untuk memahami perbedaan kedua tes tersebut sebaiknya kita tau dulu perjalanan penyakit saat suatu virus masuk ke dalam tubuh kita.
Awalnya saat virus masuk ke dalam tubuh tidak langsung menimbulkan gejala. Virus akan menetap di tubuh hingga menimbulkan gejala, yang disebut dengan masa inkubasi virus. Setelah virus menimbulkan gejala, imunitas tubuh akan melawan infeksi virus tersebut dan mengeluarkan antibodi yang membutuhkan waktu selama beberapa hari. Antibodi inilah yang akan melawan virus yang menginfeksi.
Rapid test dilakukan dengan menilai antibodi di dalam tubuh melalui pengambilan darah. Ada dua jenis antibodi yang dinilai yaitu IgM dan IgG. Antibodi IgM adalah antibodi yang muncul pertama kali dan dapat diartikan sebagai infeksi yang masih berlangsung. Sedangkan antibodi IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM.
Hasil Rapid test dianggap kurang valid karena bisa saja saat pemeriksaan darah, antibodi belum terbentuk. IgM biasanya terbentuk pada hari ke-5 atau setelahnya setelah infeksi berlangsung.
Sedangkan dengan swab bisa langsung mendeteksi infeksi virus sejak awal masuknya virus ke tubuh dengan mengambil sampel cairan/lendir yang ada di tenggorokan.
Sumber : lifestylebisnis |
Saya alhamdulillah mendapat fasilitas gratis dari kantor tempat saya bekerja untuk melakukan kedua tes ini. Bukan karena saat hasil rapid test saya yang reaktif, namun karena ada beberapa orang yang sempat terkonfirmasi positif dan radang tenggorokan saya sempat kumat dan bikin saya parno terpapar virus covid-19, haha..
Sakit nggak di rapid tes dan di swab?
Sakitnya tergantung ya. Rapid test kayak diambil darah untuk dicek seperti biasa. Kalo kata dokter mirip digigit semut. Sedangkan swab agak berbeda sakitnya karena ada benda semacam cotton bud panjang yang dimasukkan ke dalam rongga hidung hingga mentok ke dinding tenggorokan. Kaget awalnya. Sakitnya mirip tersedak nasi saat makan dan nasinya keluar dari hidung. Kebayang nggak tuh nggak enaknya, wkwk.
Sempat saya ingin melakukan swab test mandiri saking parnonya. Tapi kok agak mikir. Tarif paling murah 1,8 juta rupiah euy. Bahkan ada yang 2 juta rupiah sekali tes. Apa nggak mikir cobaaaa... Bersyukur banget masih di-cover kantor dan hasilnya negatif.
Eh, itu swab harganya segitu? Lalu rapid berapaan?
Tarif rapid test lebih murah dari swab. Sempat berkisar 200 hingga 500 ribu rupiah sekali tes. Bisa berbeda di lain rumah sakit. Namun sejak tanggal 6 Juli 2020 Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akhirnya mengeluarkan aturan bahwa batasan tarif rapid test maksimal ditetapkan adalah 150 ribu rupiah di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
Saat ini hasil rapid test dibutuhkan untuk bisa bepergian menggunakan pesawat. Jadi kalo mahal, praktis hanya sedikit orang yang mau melakukan tes ini atau menimbulkan risiko masyarakat akan mencari cara untuk dapat memalsukan dokumen dimaksud.
Oke deh, sekian cerita mamak kali ini. Based on true story lah pokoknya, wkwk.
Wih iya lho ribet kabarnya kl mau naik pesawat, sebelum dan sesudah naiknya dites usap (SWAB) ya...nice share artikelnya Mak Dev
ReplyDeleteDi Pekanbaru sekiatr 290ribu kak untuk cek rapid test. cuma kami belum pernah coba. Soalnya rada takut test begitu. hehehe..
ReplyDelete