Lebaran di Masa Pandemi

Lebaran di Masa Pandemi

Assalamu’alaykum sobat mamak.


Gimana lebaran tahun ini? Teteup asik dong walaupun banyak yang di rumah aja. Terutama yang tinggal di zona merah wabah covid-19.


Lah, memangnya saya nggak? Alhamdulillah di sekitar saya belum banyak kasus. Anak-anak masih bisa main di lingkungan komplek dengan anak tetangga lainnya. Mesjid komplek tempat kami tinggal juga masih mengadakan Sholat Idul Fitri berjamaah seperti tahun-tahun sebelumnya, walaupun hampir semua orang menggunakan masker dan ritual saling bersalaman hampir tidak ada. Hanya beberapa orang yang kenal dekat saja yang melakukannya. Itu pun mending nanya dulu daripada nanti zonk ada tangan yang tak berbalas. #eh


Komplek jadi lebih rame dari tahun sebelumnya. Keluarga yang biasanya pulang kampung kali ini harus rela merayakan hari raya di komplek saja. Maklum, wabah covid-19 masih menghantui di sekitar kita. Setiap orang harus bisa menjaga diri dan orang-orang yang disayangi dengan tidak pulang kampung seperti biasa.


Pengen kemana-mana pun nggak bisa. Cuti bersama digeser sampai akhir tahun untuk mengurangi kemungkinan arus mudik yang dapat meningkatkan risiko penyebaran virus ke daerah lain selain zona merah. Otomatis banyak yang kecewa karena tidak bisa pulang ke kampung halaman. Padahal sudah jauh hari memesan tiket pesawat, kapal, kereta api dan lainnya. Memang sih uang bisa di-refund atau ada juga maskapai yang memberikan kesempatan terbang sampai tahun depan. Tapi ya tetep aja banyak yang kecewa karena momen kumpul-kumpul lebaran yang diharapkan buyar seketika.


Lagian saya pribadi masih was-was kemana-mana. Harus dipastikan saya dan keluarga menggunakan masker dan tempat yang saya tuju tidak terlalu ramai. Terutama saat akan berbelanja kebutuhan. Beberapa kali saya harus pindah minimarket karena melihat sudah banyak orang di dalamnya. Atau saya menunda belanja sampai tempatnya agak sepi.


Beruntungnya rumah orangtua dan mertua tidak jauh dari tempat tinggal saya. Jadi masih bisa menyempatkan diri untuk sungkem dan minta maaf seperti Idul Fitri biasanya. Nggak perlu pake zoom atau video call seperti orang lain yang tinggal di zona merah atau episentrum wabah seperti Jabodetabek atau lainnya. Walaupun sampai di tujuan tetap ya di situ aja, nggak ngeluyur kemana-mana. Lumayan lah bisa tetep ketemu langsung dan tatap muka.


Sejak kondisi pandemi diumumkan di Indonesia, praktis saya jarang banget keluar rumah. Kalaupun keluar karena memang ada keperluan. Itu pun harus pakai masker dan melakukan protokol kesehatan agar tidak membawa virus masuk ke rumah. Meskipun masih banyak orang yang tidak mempedulikan karena belum ada kasus COVID-19 mematikan di dekatnya, bukan berarti saya dan keluarga juga ikutan nggak peduli.


Bulan puasa kemarin misalnya. Tiap sore jalan utama dekat rumah saya masih ramai oleh penjual dan pembeli makanan untuk berbuka. Banyak yang tidak menggunakan masker seolah wabah COVID-19 tidak ada. Saya sendiri pusing melihatnya. Kok kayak nggak ada kejadian ya? Tapi apalah daya… di satu sisi saya juga coba paham akan kebutuhan masing-masing dan aturan Pemerintah yang tidak cukup ketat untuk membatasi pergerakan masyarakatnya demi menekan penyebaran virus ini.


Untungnya Pemerintah lebih baik lagi dalam mengawasi pelaksanaan takbir keliling di malam Idul Fitri kali ini. Hampir semua jalan di kota Medan ditutup. Kalo pun mau lewat, harus lewat jalan tikus atau gang sempit yang jelas mobil tidak bisa melewatinya.


Jadi lebaran kami tahun ini ngapain aja?


1.    Silaturahmi ke tetangga

Walaupun berbeda dari tahun sebelumnya, ada hal positif di lebaran tahun ini. Saya jadi lebih “kenal” dengan tetangga satu blok. Jarang-jarang lho bisa begini. Biasanya beberapa rumah kosong karena ditinggal pulang kampung. Sekarang, formasi jadi lebih lengkap dan lebih kompak saat bergiliran ke rumah tetangga. Lebih terasa momen silaturahminya. Bagaimana pun, tetangga adalah orang terdekat kita yang harus dihormati dan dijaga hubungan baik kan.

 

2.    Bertukar makanan

Ini nih yang bikin saya seneng, hehe… Antar rumah bisa saling bertukar makanan. Saya bisa berbagi roti jala buatan saya, yang lain ada lontong sayur, lontong bumbu kacang, dan ada lontong khas Tapanuli Selatan. Yang jelas sangat mendukung timbangan untuk bergeser ke kanan karena kebanyakan makanan bersantan, wkwk.

 

3.    Momen bakar ikan dan makan bersama

Malam terakhir sebelum masuk kantor, ada tetangga yang berinisiatif untuk mengumpulkan tetangga satu blok dan membuat ikan bakar. Tak tanggung-tanggung, sekitar 20kg ikan dimakan bareng-bareng hingga jam 10 malam. Serasa di kampung deh pokoknya. Bapak-bapaknya yang masak, potong bawang, potong cabe, buat sambal kecap, dan lainnya. Kaum emak bantu doa sambil ngobrol, hehe.. Jarang-jarang bisa kayak gini.

 

4.    Sungkem orangtua dan mertua

Momen ini sepertinya sudah biasa. Karena masih termasuk dekat dan bukan zona merah wabah, kami masih berani ke rumah para tetua untuk meminta maaf. Semoga temen-temen yang belum bisa seperti kami, tetap happy walaupun momennya cuma lewat video call atau telpon biasa. Kita semua berdoa agar wabah ini cepat berlalu dan normal kembali.


Libur lebaran cuma dua hari. Kalau kata suami, “macam nggak lebaran tahun ini”. Yah, mau gimana lagi karena semua mesti dihadapi. Anggap aja Allah sedang memberikan kesempatan kepada umat manusia untuk merasakan perubahan yang mudah-mudahan bisa ke arah lebih baik lagi. Tetap semangat dan jaga diri. Kita semua pasti bisa menang melawan virus ini.


SELAMAT IDUL FITRI 1441 H.

Taqabbalallahu minna wa minkum.


Nah, kalo sobat mamak ngapain aja lebaran di masa pandemi ini?

No comments

Post a Comment