Pertusis, Kasus Langka yang Dikira Leukemia

Masih ingat dengan cerita kedua anak perempuan saya yang batuknya tak kunjung reda selama seminggu plus demam yang menghantui lewat si adek?
Hayo lo hayo lo… Yang lupa atau kepo, bisa baca di batuk pada anak. #mamaksokdikepoin

Sumber : Wikipedia
Setelah diperiksa dan konsultasi ke dokter, adek diminta untuk cek darah karena demamnya yang sudah 8 hari. Sedangkan si kakak didiagnosa pertusis dilihat dari cara batuknya dan dokter memberikan resep antibiotik jenis erytromicin dan menyarankan untuk memperkuat imunitas tubuhnya dengan minum propolis dan sari kurma.
Darah diambil jam setengah 7 malam dan kami akan diinfokan melalui telpon untuk hasilnya agar kami bisa pulang tanpa menunggu.
Saat itu demam adek mencapai 39 derajat celcius dan mulai keliatan nggak nyaman. Setibanya di rumah saya memberikan sanmol untuk meredakan demamnya. Alhamdulillah masih mau makan dan minum. Namun demam yang dirasa membuat adek langsung minta tidur di kamar. Saya pun bisa agak leluasa ke apotek untuk membeli suplemen si kakak.
Jam setengah 10 malam, saya dihubungi pihak rumah sakit yang menyarankan adek untuk langsung dirawat inap. Kaget… karena saya melihat adek yang cenderung masih aktif walaupun demam dan batuk. Saya pun meminta untuk besok saja membawa si adek ke rumah sakit dan mengambil hasil labnya.
Besok paginya, saya dan suami langsung minta cuti dari kantor demi membawa adek ke rumah sakit. Hati mamak mana yang sanggup melihat anaknya diopname dengan kondisi yang masih aktif dan cukup ceria???? Saya pun agak galau dan mencari second opinion ke teman yang berprofesi sebagai dokter.
Dia cukup kaget melihat hasil cek darah anak saya menunjukkan jumlah leukosit 36 ribu-an walaupun dari penjelasan bahwa anak saya cukup aktif dan tidak ada gejala berat, dengan berat hati dia tetap menyarankan opname.
Galauuuu, saya kembali ke rumah untuk menyiapkan segala keperluan kami di rumah sakit. Harapan saya dalam 3 hari ke depan kami bisa pulang setelah leukositnya turun.
Cek darah 3 hari kemudian, saya sudah senang karena besok paginya kami pasti sudah bisa pulang. Kondisi anak saya pun tetap aktif walau dengan infus di tangannya yang sudah 2 kali dipindah karena jarum terlepas dan darah mbleber kemana-mana. Yah,, mamak sedih tapi kalau saya aja sedih, gimana nanti anak saya?? Harus sok tegar dan senyum dong di depan anak.
Betapa kagetnya saat hasil cek darah keluar. Leukositnya bukan menurun, malah naik lagi menjadi 54 ribu ditambah trombosit yang juga mulai meningkat. Kalo di Iron Man ada kalimat “I Love U 3 thousands”, saya saat itu malah mau bilang “I hate you 54 ribu!!”.
Perawat aja sampai berlari ke ruangan anak saya untuk memastikan tidak ada keluhan berarti selain demam dan batuk yang lumayan parah. Tidak ada sesak nafas, lebam, atau gusi berdarah.
Apa ini???? Anak saya sakit apa? Pertanyaan ini yang berputar di kepala saya.
Dokter teman saya sebelumnya pun bingung. Kondisi leukosit segitu harusnya udah tergolong sepsis atau infeksi berat. Sedangkan informasi yang saya berikan, anak saya masih bisa lomba lari dan manjat tempat tidur dengan infus di tangannya.
Begitu juga dengan dokter spesialis anak yang menangani si adek. Dia bingung memberikan diagnosanya. Kondisi fisik/klinis si adek bertolak belakang dengan hasil lab. Antibiotik sebelumnya yang diberikan (ampicillin dan gentamicin) diganti dengan jenis ceftriaxone dan dokter meminta saya untuk mengijinkan anak saya kembali diambil darah karena khawatir adanya error alat yang digunakan untuk cek darah sebelumnya.
Ternyata hasilnya nggak jauh beda, 49 ribuan. Ditambah lagi hasil cek darah terakhir menunjukkan peningkatan jumlah trombosit yang mencapai 978 ribu yang normalnya di bawah 400ribu. Dokter mengatakan pada dua kemungkinan, infeksi atau kelainan haematologi (darah) yang mengarah ke leukemia. 
Saya udah mau pingsan denger kata LEUKEMIA. Kami pun langsung dirujuk ke RS Adam Malik dengan menggunakan ambulans jam setengah 2 lagi. Betapa hancur hati saya melihat diagnosa dokter itu. Saya langsung menghubungi teman yang sering berobat ke Penang dan merencanakan kepergian kami untuk menegakkan diagnosa penyakit anak saya.
Leukosit Tinggi, Apa Maksudnya?
Leukosit atau sel darah putih adalah sel yang membentuk komponen darah dan berfungsi sebagai tentara tubuh untuk melawan penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem imunitas/kekebalan tubuh. Jumlah leukosit yang normal adalah 3.500 – 10.500 sel per mikroliter darah.
Secara umum, terjadinya peningkatan dalam jumlah leukosit (leukositosis) menandakan ada sesuatu yang sedang dilawan oleh sistem kekebalan tubuh, apakah itu bakteri, virus atau alergen lain. Namun dalam hal tertentu tingginya leukosit disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh, reaksi terhadap obat tertentu atau penyakit sumsum tulang belakang. Lebih lanjut lagi dapat dilihat melalui jumlah komponen leukosit.
Gejala leukositosis umumnya dapat terlihat. Misalnya demam, lemas, pusing, sulit bernafas dan tidak nafsu makan. Namun ada juga gejala yang tidak terlihat.
Tingginya leukosit juga memberi indikasi adanya sepsis atau komplikasi berbahaya akibat infeksi yang menyebabkan reaksi sistem kekebalan tubuh yang tidak terkendali untuk melawan infeksi penyakit.
Prof. Gino Tann
Setelah 8 hari dirawat di rumah sakit tanpa adanya diagnosa yang tegak, saya memutuskan untuk meminta si adek dirawat jalan. Hal ini saya lakukan karena saya melihat adanya penurunan mental yang dialami adek dan rumah adalah tempat terbaik untuk mengembalikan semangatnya sambil merencanakan perjalanan ke rumah sakit di Penang untuk mencari tahu penyakit yang dialami.

Qadarulloh, ada teman yang bertanya via pesan whatsapp mengenai kabar anak saya. Dan saya memberitahukan rencana saya untuk berobat ke Penang. Namun ia memberi saran untuk ke ahli haematologi yang buka praktek di Medan. Rejeki silaturahmi dengan komunitas Blogger Sumut. Walaupun dokternya sering bolak balik ke Singapura, mudah-mudahan beliau sedang ada di Medan saat itu. Bisa dibilang salah satu ahli darah terhebat di kota Medan. Sudah ada kasus leukemia dan thalasemia yang berhasil sembuh melalui tangan beliau.

Prof. Gino Tann adalah profesor lulusan Inggris, spesialis patologi dan haematologi. Gampangnya beliau adalah ahli penyakit darah. Infonya dokter di Penang dan Singapura pun akan merekomendasikan beliau bagi pasien dengan kelainan darah yang berasal dari kota Medan. Jadi untuk apa saya jauh-jauh ke Penang jika ada ahli yang dekat. Walaupun usianya sudah tua (mungkin sekitar 80-an tahun), cara beliau berdiskusi dan menerima konsultasi sangat membuat saya dan suami nyaman. 

Jam setengah 8 pagi saya sudah berada di praktek dokter tersebut. Untungnya letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Tak lama menunggu giliran, kami pun dipanggil untuk langsung diperiksa. Saya menceritakan keluhan dan riwayat membawa si adek ke tempat itu. Beliau menyuruh untuk langsung cek darah di tempat itu dan kembali lagi jam 3 sore.
Tak sampai setengah hari kami menunggu hingga memperoleh diagnosa yang tegak untuk penyakit si adek.

“Bukan leukemia, tapi pertusis. Anaknya divaksin kan?”

Itu kalimat yang keluar dari mulut sang profesor dan cukup membuat kami lega untuk dua kata pertamanya
Apa itu Pertusis?
Diambil dari berbagai sumber, pertusis atau batuk rejan atau batuk 100 hari (whooping cough) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis pada paru-paru. Pada remaja dan dewasa, penyakit ini seperti batuk biasa namun cukup lama sembuh. Dapat mencapai 100 hari atau 3 bulan lamanya. Namun pada bayi dan balita yang belum mendapat vaksin serta lansia, efeknya akan cukup berat dan dapat menyebabkan komplikasi di organ lainnya dan berujung pada kematian.
Batuk rejan biasanya dapat dikenali dengan tarikan nafas panjang lewat mulut di awal dan batuk selama 4-5 kali tarikan nafas diakhiri seperti akan muntah. Batuk ini dapat menyebabkan komplikasi ke organ lain dalam tubuh seperti pneumonia. Penyebaran melalui batuk atau bersin menyebabkan penyakit ini dianggap salah satu penyakit yang sangat menular. Maka sangat disarankan pada orang yang mengalami batuk untuk menutup mulut atau menggunakan masker untuk mencegah penularan ke orang lain.
Pertusis saat ini sudah cukup langka pada anak-anak karena telah banyak anak yang terlindungi dari imunisasi. Ingat kan dengan vaksin DPT yang diberikan ke anak sejak usia 2 bulan dan dilakukan beberapa kali pengulangan hingga usia anak 12 bulan? Cek lagi kartu imunisasi anak kalo lupa ya. Hasil penelitian menunjukkan setelah Pemerintah di berbagai negara menyarankan imunisasi untuk mencegah pertusis, tingkat kematian bayi dan balita akibat penyakit ini mulai berkurang. Oleh karena itu, dokter muda jaman sekarang bisa jadi kurang dapat mendiagnosa penyakit ini karena belum pernah menemukan kasus serupa.
Hal inilah yang terjadi pada si adek. Usianya yang baru 3,5 tahun, tertular dari kakaknya yang sudah 7 tahun, menyebabkan efek komplikasi ke adek lebih berat daripada kakak. Walaupun sudah pernah divaksin DPT hingga usianya setahun, mereka masih dapat tertular penyakit ini. Yang masih membuat saya agak tenang, saya percaya tentara di tubuh mereka pasti masih mencoba melawan bakteri pertusis berbekal pengalaman vaksin yang telah mereka terima sebelumnya.
Apa aja komplikasi yang dapat disebabkan oleh pertusis?
-       Sesak nafas berat
-       Dehidrasi dan penurunan berat badan secara signifikan akibat muntah berlebihan
-       Pneumonia
-       Kejang
Dari komplikasi tersebut, adek menunjukkan penurunan berat badan hingga di bawah normal dan bronchopneumonia.
Hasil Penelitian FKUI
Hasil cek darah yang dilakukan, terjadi peningkatan leukosit (leukositosis) dan trombosit (trombositosis). Hal ini yang sering membingungkan dokter yang belum pernah menemukan kasus pertusis sebelumnya. Ini juga yang menyebabkan dokter spesialis anak yang menangani anak saya bingung dalam menegakkan diagnosa. Malah mengarahkan ke leukemia yang bikin saya galau setengah mati, arggghhhhh….
Yang cukup membuat saya sedih adalah penjelasan Prof. Gino akan antibiotik yang selama 8 hari mengalir ke tubuh anak saya ternyata tidak memberikan efek apa-apa ke bakteri pertusis. Ampicillin, gentamicin dan ceftriaxone tidak berpengaruh sama sekali untuk membunuh bakteri tersebut. Berdasarkan hasil penelitian kuman pertusis hanya akan bereaksi dengan antibiotik jenis azithromicin, erythromicin, dan klaritomisin. Cukup menjadi pelajaran untuk saya dan suami untuk memberikan antibiotik sesuai dengan jenis bakteri yang menyebabkan penyakit.

Pengobatan Pertusis pada Anak
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, anak yang terkena pertusis akan mengalami batuk panjang, bisa sampai 3 bulan lamanya. Yang dapat dilakukan adalah memberikan antibiotik yang sesuai untuk melawan bakteri dan memberikan obat untuk mengurangi gatal tenggorokan akibat lendir yang diakibatkan oleh infeksi seperti ambroxol.
Selain itu hindari makanan yang dapat memicu lendir di tenggrokan seperti susu dan buah yang terlalu masam atau terlalu manis, serta meningkatkan kekebalan tubuh dengan vitamin, cukup makan dan minum.
Anak saya yang memiliki komplikasi terhadap peningkatan trombositnya juga harus mendapatkan obat untuk menurunkan jumlah trombosit (trombo-reduction).
Seminggu lebih telah berlalu setelah hasil dari Prof. Gino. Kondisi anak saya sudah semakin membaik walaupun batuknya masih sering terdengar. Perjalanan yang cukup panjang selama 2 minggu hingga tegak diagnosa, 6 hari di RS swasta, jam setengah 2 pagi dirujuk ke RS Adam Malik  dengan ambulans karena dokter tidak bisa mendiagnosa, 3 kali infus karena bolak balik terlepas, melihat berbagai penyakit di RS Adam Malik, dan pengalaman tak terlupa lainnya.


Semoga dapat segera pulih dan sehat kembali ya nak. Jauh-jauh deh dari leukemia.

39 comments

  1. Yaa allah Mak. Baca dari awal sampe akhir sempet berdebar. Kok bisa langsung diagnosa leukimia. Tapi alhamdulillah ya Mak. Bisa dapet third opinion malahan ya. Jadi bisa ketawan langsung penyebabnya ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah. Saya juga aslinya pengen nangis mulu denger ada kemungkinan leukemia. Semoga kita semua selalu sehat ya.

      Delete
  2. Ya Allah kak, awak juga ikutan gimana gitu baca tulisan kaka huhu, Alhamdulillah ya kak si adek dapat diagnosis yg tepat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah kak. Info dari Kak Desy n Kak Siska kak. Makin cinta ama blogger sumut nih. Semoga sehat2 kita semua..

      Delete
  3. Informasi baru banget ini, baca dari awal ikutan deg-degan. Semoga lekas sembuh ya Adik.

    ReplyDelete
  4. 8 hari dikasih antibiotik yang salah itu rasanya kecewa berat ya Dev.. berarti anak kita minum sesuatu yang bikin berat ginjal padahal gak ada efek positif dalam membunuh bakteri pertusis.
    Semoga kita semua sehat-sehat ya Dev, Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kesel pasti mak, tapi alhamdulillah udah cek ginjalnya masih aman. Nggak bisa menyalahkan juga karena memang dokternya cuma tau segitu. Pertusis udah langka soalnya.

      Delete
  5. Intinya sebaiknya kita cepat ke dokter ahli aja ya kak,
    Di rumah sakit kadang gak menjamin, ya itu tadi karena dokternya masih muda pengalaman

    Semoga sehat sehat terus selanjutnya ya dekkk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener na.. Dan nggak cepat2 opname anak di rumah sakit.

      Delete
  6. Semoga penyakit ini jauh-jauh dan gak menimpa anak-anak kita lagi ya mba. Syukurlah ibunya sigap dan cekatan. Ngomong-ngomong soal pertusis, saya pun mengantisipasi hal ini terjadi pada anak saya salah satunya lewat imunisasi DPT.

    ReplyDelete
    Replies
    1. imunisasi DPT udah hampir membuat penyakit ini punah mbak. Tapi ternyata masih ada juga dan menular ke anak saya yang udah diimunisasi.

      Delete
  7. Ya Allah baru tahu pertusis ini. Semoga kembali sehat si kecil, gak kebayang batuk berkepanjanjangan. Kita saja sebagai orang dewasa kalau batuk rasanya gak enak. Apalagi anak. Terima aksih informasinya Mom. Sangat membantu

    ReplyDelete
  8. Ya Allah mba Devi semoga sekarang Adek makin membaik ya. Kasian bila denger anak kecil kena batuk

    ReplyDelete
  9. Semoga cepat sehat kembali anaknya, Mbak. Informasi yang sangat baru ini buat saya. Memang orang tua harus aware dengan kondisi kesehatan anak, terlebih sekarang sudah banyak macam penyakit yang tidak hanya bisa menjangkiti orang dewasa tapi juga anak-anak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, pentingnya aware sebagai orangtua dengan kondisi anak mas.

      Delete
  10. YA Allah nyesek rasanya sudah 8 hari antibiotik macam-macam masuk ke tubuh anak kita eh ternyata gak menyembuhkan. HIks. Sekarang semoga sehat semua anak-anak kita ya kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah-mudahan kekebalan tubuhnya tetap terjaga mbak.

      Delete
  11. Mbak aku bukan bersyukur dengan sakitnya putranya. Tapi bersyukur karena itu bukan leukimia. Kebayang kan kalau nggak ke medan. Trus dokter salah kasih obat ya Allah entah apa jadinya

    ReplyDelete
  12. Baru dengar tentang penyakit pertusis. Saya doakan adek segera sembuh dan ceria kembali.

    ReplyDelete
  13. Jadi teringat Aria, anak kami saat usia 4 tahun terkena TB dan musti diobati selama 3 bulan. Paling sedih saat dia bosan minum obat :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahh.. lebih parah lagi TB ya. Malah ada yg harus rutin minum obat selama 6 bulan. Semoga anak2 kita sehat terus ya.

      Delete
  14. Udah divaksin padahal ya, tapi masih bisa kena pertussis. Putra ibu mertua yang no 2, wafat karena pertussis di usia 3 tahun. Tapi itu zaman dulu, zaman perang, belum ada imunisasi. Makanya aku kaget koq, udah vaksinasi masih bisa kena. Alhamdulillah akhirnya ketahuan ya Mbak…
    Orang suka lupa singkatan DPT itu diphteria-pertusis-tetanus...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak yang udah divaksin memang masih bisa terkena penyakit mbak, tapi efeknya mudah-mudahan nggak sampai membahayakan nyawa. Karena tubuh punya pertahanan dari vaksin sebelumnya.

      Delete
  15. Moga cepet sembuh yaaa
    Taunya diptheria dan tetamus. Pertusis sering kurang faham. Tq pencerahannya

    ReplyDelete
  16. Wah...informasi yang bermanfaat nih, syafakallah untuk si adek semoga cepat sembuh

    ReplyDelete
  17. ngeri banget ya pertusis
    kirain kalau batuk menahun itu identiknya dengan TBC
    ternyata ada jenis penyakit yg lain

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pertusis udah langka sebenernya mas, tapi ternyata masih ada.

      Delete
  18. Pertusis?? Asli baru denger aku mbakk.. Gejalanya mirip tbc dikit yaaa..

    Ternyata sakit lain..

    Aku share artikelnya ya mbak...

    ReplyDelete
  19. Semoga sehat selalu adek ya Dev... I feel u banget lah kl anak sakit ini. Soalnya berharap terus anak2 bs sehat wal 'afiat karena itulah kunci ketenangan hakiki bagi buibu macam kita ini. Tfs, jadi melek info soal pertusis dan leukemia ini

    ReplyDelete
  20. Terima kasih atas penjabaran tentang penyakit pertukis leukimia nya kak.
    Jadi tanda² penyakit tersebut juga sama persis seperti TBC, batuk akut. Batuk yang terus menerus tanpa sebab, biasanya juga dialami penderita asam lambung juga.

    ReplyDelete
  21. Ikut sedih baca artikel ini. Apalagi yang sakit anak-anak. Moga sehat kembali ya Kak untuk anaknya.

    ReplyDelete
  22. Pertusis, salah satu penyakit yang baru kudengar juga, apalagi ini penyakit langka. Wah, harus benar-benar didiagnosa oleh ahli yang tepat berarti ya mak biar gak salah dalam penanganannya. Doa selalu tercurah untuk anaknya yang sakit, semoga diberikan kelancaran dalam penyembuhan dan bisa sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Ikut sedih bacanya. Semoga Adek cepat sembuh ya. Dari tulisan ini aku jadi tahu tentang Pertusis, ternyata ada ya penyakit batuk 100 hari ini. Jadi sekarang kalau sakit cuma batuk aja mesti cepat-cepat memeriksakan diri nih. Dan ternyata vaksin penting ya, Mbak

    ReplyDelete