MEULABOH : Plesir Colongan di Tanah Kelahiran Teuku Umar


Konsekuensi emak bekerja, harus siap saat diberikan tugas untuk ke luar kota. Dilema pasti, tapi harus tetap dijalani.

Setelah lama saya tidak diberikan tugas ke kota lain, kali ini saya tidak bisa mengelak lagi. Memang ini salah satu tugas saya yang sudah beberapa tahun ini bergelut dengan dunia aplikasi akuntansi.

Agak berat karena anak-anak sudah terbiasa dengan emaknya yang selalu tidur di rumah setiap malam. Walaupun banyak drama terjadi, tapi mereka tetap bisa bermain dan berakhir tidur dengan pelukan mamak. Saat mendapat kabar harus berangkat, saya berusaha sounding sejak beberapa hari sebelumnya. Agar mereka tidak kaget dan akhirnya membuat drama beberapa episode ke depannya.

Okay,, kuy lah. Life must go on kan.

Saya berangkat ke Meulaboh di tanggal 26 Desember 2019.

Tepat di hari 15 tahun lalu (26 Desember 2004) bencana tsunami menyapu daerah pantai provinsi Aceh dan beberapa negara lain. Dimulai dengan gempa dahsyat berkekuatan 9,8 skala richter. Menyebabkan lebih dari 100 ribu orang meninggal dunia diterjang gelombang air cukup dahsyat saat itu juga.

Pantai Meulaboh adalah salah satu daerah dengan korban jiwa yang cukup banyak. Karena terdapat pemukiman tentara yang tak jauh dari bibir pantai.

Peringatan bencana tsunami baru selesai dilakukan berbagai instansi di kota ini saat saya sampai disana. Tidak hanya di Meulaboh, pemerintah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, menjadikan hari ini hari libur se-provinsi. Jadi jangan heran jika tanggal 26 Desember 2019 tidak ada satu pun pegawai instansi pemerintah yang masuk kantor.
Kami pun sempat mengunjungi makam massal korban tsunami persis di depan pantai yang kami kunjungi.




Meulaboh sendiri adalah kota kelahiran Teuku Umar, pahlawan nasional dari Aceh. Walaupun makamnya masih cukup jauh dari pusat kota, namun tetap dikenal sebagai kotanya beliau.

Melalui penerbangan dari Kualanamu, saya dan tim tiba di bandara Cut Nyak Dien di Nagan Raya. Letaknya tidak jauh dari pantai, sekitar 20 menit dari pusat kota Meulaboh.




Saya beruntung karena saat saya baru turun dari pesawat tepat di jam 11.35 siang, gerhana matahari cincin yang memang sudah diberitakan di media, hampir menuju posisi cincinnya. Cuaca langit biru cerah, namun saya merasa gelap seperti sedang mendung.
Langsung saya mengucap takbir dalam hati karena saya diberikan kesempatan melihat ciptaan Allah yang satu ini.


Puas melihat kondisi gerhana, saya dan tim dibawa mobil jemputan ke kota Meulaboh. Melewati PLTU Nagan Raya yang baru di-gunting pita oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Baru tau saya kalau di provinsi ini juga terdapat tambang batubara walaupun tidak sebesar tambang yang ada di Kalimantan.

Kami berhenti untuk makan siang di rumah makan. Judulnya ke Aceh, tapi makannya nggak jauh-jauh dari rumah makan Padang, hehe.. Teutep ini mah.
Harganya relatif murah lho, lebih murah daripada di Medan. Bisa ambil sendiri sepuasnya, nggak ada dihidangkan di meja.

Berhubung kami belum bisa bekerja karena hari libur, setelah makan kami diajak keliling kota Meulaboh. Sholat zuhur di Mesjid Agung Baitul Makmur yang megah. Lalu beranjak ke pantai Suak Ribee yang sudah ditata lebih baik sejak terhempas gelombang tsunami, untuk menikmati segelas kopi telungkup dan bermain pasir dengan deburan ombak yang cukup kencang.




Satu hal yang menarik hati. Di tengah laut, saya melihat beberapa kapal besar yang jaraknya diatur sedemikian rupa. Dari cerita sang supir yang membawa kami, kapal itu adalah kapal pengangkut batubara dari dan ke Kalimantan sebagai bahan bakar PLTU Nagan Raya yang kami lewati sebelumnya.

Kok saya jadi teringat film Sexy Killer yang sempat heboh dulu.

Akankah ekosistem laut dan sekitar PLTU tersebut akan tetap terjaga?

Teknologi memang memberikan dilema. Tak bisa dipungkiri, sejak adanya PLTU kondisi per-listrik-an di Aceh semakin membaik. Sebelumnya, listrik bisa padam hampir setiap hari. Padamnya pun nggak pake hati, bisa sampai 12 jam masyarakat hidup tanpa listrik.

Saya menghirup udara ber-angin khas pantai. Pasir putih dan air laut bersih yang pasti tidak saya temukan di kota Medan dan sekitarnya.



Pesanan kopi telungkup saya datang. Benar-benar telungkup dan saya bingung darimana harus meminumnya. Untungnya pak supir memberitahu saya caranya.
Unik sekali!!!


Menunggu hingga matahari terbenam, saya suka pemandangannya. Semoga lain kali bisa datang bersama keluarga.


Plesir colongan kali ini cukup memuaskan. Karena mulai besoknya hingga pulang saya tidak akan sempat kesini lagi.

24 comments

  1. Saya juga pengen tau gimana minumnya mba devi kwkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu ada video singkatnya kak. Tinggal tiup-tiup lalu seruput. Tapi harus ekstra sabar sih, hehe..

      Delete
    2. Sesungguhnya saya bukan penggemar kopi.
      tapi saya suka aroma kopi yang baru diseduh...

      Delete
    3. eh kok diseduh ya..
      kopi aceh biasanya direbuskan dulu ya gak...
      setelah mendidih baru disaring.

      Delete
  2. minumnya kopi telungkup jangan pas lagi gendong anak bayi. klo nggak sak yang minumpun jadi telungkup sangkin tekejutnya krn kopinya langsung pindah ke muka yang minum. hahhahaa. hahaha. tfs kak. awalnya awak gak begitu tau meulaboh itu gmn. kemaren sempat bingung pas lihat lowongan cpns nya kok ya adanya disitu pulak yang buka untuk jurusan awak. hahaha. wuah jadi panjang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan telungkup lagi kak, ambyar jadinya kalo sambil gendong anak. Kalo tinggal di Meulaboh jadi bisa sering-sering ke pantai.

      Delete
  3. Sayang juga ya anak2 gak bisa ikut liburan kak, pemandangan pantainya cantik kali

    ReplyDelete
  4. Berapa kali ya ke meulaboh...selalu via darat, ada kawan yang keluarganya tersapu tsunami, tapi selamat. Selamatnya ada yang di atas pohon kelapa...

    ReplyDelete
  5. Sepertinya seru juga ke pantai. Pemandangannya yang sepoi-sepoi menyejukkan. Wuau, kopi telungkup.

    ReplyDelete
  6. Kakak ipar awak awal Januari ini pun pindah ke Meulaboh. Tadinya udah kepengen kali ke sana karena tadinya mereka di Lhokseumawe udah biasa kami datang.
    Aaah, nanti kalo ke sana, harus ke pantai minum kopi telungkup ini

    ReplyDelete
  7. Gini kadang enaknya kerja luar kota ya kak, ada liburan colongan. Xixixi.. Paksu juga gitu. Sampe iri kadang liatnya. Kemarin dia tugas ke Aceh udah sampe maulaboh juga, katanya cakep daerahnya. Sayangnya kami kemarin pulang dari aceh ke medan jalur darat lewat lhoksumawe

    ReplyDelete
  8. Baca ini jadi teringat dengan teman lama saya semasa kuliah, dia berasal dari Meulaboh. Btw, jadi penasaran dengan kopi telungkup, kalau di Medan ada yang jualkah?

    ReplyDelete
  9. Unik kali tuh,, kopi telungkupnya ya.. Khas Meulaboh, kota kelahiran Teuku Umar. Wonderful Indonesia ya, di Jogja lg ngehits kopi Josss. Medan apa ya, hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. aduduh, itu pemandangan yg dari view pesawat, deburan ombak di pantai sama yg sunset begitu menggoda ya Mak Dev... ke Meulaboh kami lom pernah, br sampe Banda aja, Pantai Lok Nga

      Delete
  10. Ga mampir ke pantai tugu kupiah meutukup teuku umar?
    Nama kopinya Kupi Khop, memang khas Aceh Barat, konon cara minum para nelayan sana supaya ga cepat dingin atau terkena air hehe

    ReplyDelete
  11. Masih terlihat indah pemandangan Aceh, meski telah dilanda tsunami dahsyat, sudah kembali indah dan nyaman untuk ditinggali. Seru jalan2 ke Aceh nih.

    ReplyDelete
  12. Meskipun liburan nyolong Nyambi kerja tetap Heppy ya sista... Duh pemandangannya buat baper pengen kesana

    ReplyDelete
  13. Oo, baru tahu saya kalo di Meulaboh setiap tanggal 26 Desember ga ada pegawai instansi yang masuk kerja

    ReplyDelete
  14. Ya Allah... bagaimana rasanya saat datang ziarah ke makam masal di Meulaboh. Merinding pastinya, seperti saya saat ini.
    Bumi Meulaboh, ternyata sangat sangat indah ya.

    ReplyDelete
  15. Ya ampuuuuuun unik sekali kopi telungkupnya mba. Hahahaha. Membahas energi batu bara, semoga gak lama memakainya dan segera dikonversi ke gas yg tentu saja lebih ramah lingkungan. Namanya hidup tentu harus bertahap.

    ReplyDelete
  16. Ya Allah gak kebayang bisa mati listrik setengah harian, yang di Jawa udah mesuh2 aja ya huhuhu. ALhamdulillah udah ada PLTU yang memasok listrik buat area sana se moga pembangunan lbh baik lagi di sana. Aku blm pernah nginjak Sumatra khususnya Aceh mbak, moga kelak bisa ke sana jg

    ReplyDelete
  17. Meskipun colongan tapi kayaknya seru banget Mbak. Itu pantai kayak dicetak gitu, bagus banget. Semangat Mbak.

    Jadi kepikiran anak anak Mbak, pasti kangen mereka

    ReplyDelete
  18. pas liat okpinya telungkup gitu jadi kebayang ada ngga ya pas minum kopinya eh gelasnya kesenggol hiks itu bisa ambyarr jadinya hahahha btw Aceh termasu salah satu travel wishlist saya yang masih belum kesampaian, semoga suatu hari nanti bisa menjejakkan kaki di Aceh

    ReplyDelete
  19. Wah enak kak kl kerja bisa jalan2 keluar kota jadi bisa tau kampung orang. Itu minuman apa kak bikin ngiler

    ReplyDelete