Sumber : www.barantum.com |
Menjadi working mom memang surga
dunia, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk bisa meraih surga akhirat
tentunya, insyaAllah.
Sekali lagi, menjadi working mom atau stay at home mom itu PILIHAN. Tidak ada yang boleh men-judge salah
satunya adalah yang paling baik. Karena apapun pilihannya, pasti ada sebab dan
musabab yang menjadi dasarnya.
(Baca di : Menjadi Working Mom :Itu pilihan!)
Masing-masing pilihan punya
tantangan dan konsekuensi.
Saya yang notabene seorang ibu
bekerja, sering mengalami drama dan dilema yang disebabkan oleh kegalauan akan
anak-anak dan keluarga.
Cuti melahirkan yang segera
berakhir, anak yang tiba-tiba sakit, harus ke luar kota demi pekerjaan, harus
pulang malam saat ada lembur tiba-tiba, adalah sekian banyak drama yang saya
maksud di atas.
Belum lagi saat scrolling media sosial,
sedang ramai membahas antara pro kontra ibu bekerja. Sama halnya seperti membahas
pro kontra ASIX VS SUFOR dan PRO-VAKSIN VS ANTI-VAKSIN.
Nggak habis-habis
rasanya. Saling menyudutkan. Saya langsung merasa bad mood membaca komentar jeleknya.
Baik yang pro maupun anti, saling
mengomentari tanpa peduli perasaan lawannya. Padahal belum tentu saat
dihadapkan dengan pilihan yang mengharuskan mereka untuk memilih pilihan yang didebatkan
sebelumnya, mereka akan tetap pada pilihan itu.
Saya sendiri sering merasa
menjadi ibu yang paling tega dan jahat sedunia karena memilih untuk bekerja.
Bolak-balik ketik surat resign, tapi selalu ada saja yang mengingatkan akan alasan
awal bekerja. Pada akhirnya bolak balik juga menutup file surat resign yang
sudah saya ketik sebelumnya.
Dasar mamak nggak konsisten nih, hehe.
Lalu, apakah hanya saya yang
merasakan hal itu?
Sepertinya hampir setiap ibu
bekerja akan merasakan drama, dilema atau kegalauan sama seperti yang saya
rasakan.
Saat jiwa merasa terpuruk,
biasanya saya akan ngobrol dengan suami agar mendapat kekuatan tambahan
menghadapi kegalauan yang ada.
Alhamdulillah punya suami yang selalu
mengingatkan dan menguatkan. Walaupun dengan kalimat : “Mamak yakin mau resign?
Bisa-bisa nanti merepet aja kerja mamak di rumah.”
Lah,, ini cara menguatkan yang
aneh.
Nggak sopan banget, tapi emang
bener yang dia bilang. Malah ampuh untuk
membuat saya berpikir ulang untuk resign. Dirimu memang paling mengerti diriku
cintahhh… wkwk
Dengan pilihan untuk tetap
bekerja, saya sering iri loh ama ibu yang rumah tangga tulen.
Bisa mengurusi seluruh pekerjaan
rumah tangga dari pagi sampe pagi lagi (24/7, kalah McD).
Baru tidur saat anak dan suami
udah tidur.
Bangun paling pagi dan menyiapkan
semua kebutuhan suami dan anak-anak, dari sarapan hingga perlengkapan sekolah.
Menghadapi cucian dan setrikaan yang
menggunung. Cuci yang satu, nambah lagi yang lain. Nggak habis-habis lah
pokoknya.
Sabar menghadapi tingkah
anak-anak yang beragam dan bikin esmosi tingkat tinggi.
Ditambah lagi ibu-ibu yang juga
aktif berkomunitas, berdagang, bisa tetap produktif dari rumah.
Kalian AMAZING!!!
Rumput tetangga memang selalu keliatan
lebih hijau.
Mungkin suatu saat saya berani
mengambil pilihan resign dan menjadi ibu rumah tangga tulen.
Mengikhlaskan diri untuk jadi ibu
dan istri yang mengurus keluarga dan sehari-hari di rumah.
Menjadi ibu yang benar-benar
madrasatul ula untuk anak-anak saya.
Eh,, momen itu kayak nya udah mau
abis seiring anak saya yang beranjak besar.
Lah, terus gimana dong?
Tetap harus saya hadapi karena
ini pilihan saya saat ini.
Semoga Allah tetap membimbing saya agar bisa menjadi ibu yang selalu dekat dengan anak-anak saya walaupun saya bekerja di luar rumah.
No comments
Post a Comment