Apa yang langsung terpikir saat akan menginjakkan kaki di tanah Sumatera?
Salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit yang mulai terlihat membentang saat
masih berada di pesawat. Atau perkebunan sawit dan karet di kanan dan kiri
jalan dari Kota Medan ke arah Danau Toba.
Sebenarnya tidak hanya perkebunan kelapa sawit, karet dan teh pun cukup
dikenal sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Dahulu, perkebunan tersebut
dikelola oleh perusahaan perkebunan Belanda yang berpusat di Amsterdam,
Jakarta, Surabaya dan Medan. Perusahaan itu adalah Handels Vereeniging Amsterdam atau disingkat dengan HVA yang
berdiri sejak tahun 1878.
Saat ini, telah lebih dari 74 tahun Kemerdekaan Indonesia. Perkebunan
yang sebelumnya dikelola oleh HVA, dijadikan milik negara dan pengelolaannya
dilanjutkan oleh Pemerintah melalui Kementerian BUMN dengan nama PT Perkebunan
Nusantara I sampai dengan VII di daerah Sumatera.
Banyak bangunan yang sejak HVA masih berkuasa, saat ini tetap
dimanfaatkan. Mulai dari bangunan kantor, rumah karyawan, mess/pesanggrahan,
dan lainnya. Bangunan yang dibangun oleh Belanda terbukti memiliki struktur
yang kokoh serta desain yang tak lekang oleh waktu. Nilai estetika dan
historisnya seakan tetap melekat walaupun usia bangunan tersebut sudah
terhitung ratusan tahun.
Hampir satu dekade saya bekerja sebagai karyawan salah satu PT
Perkebunan Nusantara di Sumatera Utara. Beberapa kali pernah ditugaskan di unit
kebun kelapa sawit daerah Simalungun dan Pabatu. Saat sudah ditugaskan di
kantor pusat Medan pun, setiap beberapa bulan saya tetap melakukan kunjungan ke
unit-unit. Di satu sisi saya senang karena selain bertugas, saya bisa sekaligus
menyegarkan pikiran melihat suasana hijau perkebunan. Apalagi kalau sedang
berkunjung ke unit kebun Teh di Simalungun. Walaupun bertugas, saya malah
merasa sedang jalan-jalan.
Bagi orang yang tinggal di perkebunan atau pernah mengunjungi salah satu
kebun warisan HVA, pasti sudah tidak asing lagi dengan cerita-cerita berbau
mistis terkait mess atau rumah karyawan setempat. Banyak yang pernah menginap,
mendapat sambutan dalam berbagai bentuk dari “penghuni” di dalamnya yang
pastinya dapat membuat bulu kuduk merinding. Hiii… kok jadi ke horor sih,
hehe..
Cerita-cerita itu muncul dari bangunan yang masih dimanfaatkan sejak zaman
Belanda seperti yang saya ceritakan sebelumnya. Cerita itu tidak hanya terjadi
di unit yang jauh dari kota, bahkan di kantor pusat Medan pun ada saja cerita
seperti itu.
Saya coba mencari tahu tentang sejarah kantor yang saat ini saya tempati.
Kantor Pusat PTPN IV di Jalan Letjend Suprapto No. 2 Medan ternyata
dulunya adalah Kantor Besar HVA, Medan. Dibangun pada tahun 1926 dengan luas
gedung 11.320 m2. Sejak tahun 1965 gedung tersebut digunakan oleh Departemen
Hankam berturut-turut sebagai Kantor
Perdamilda I, Koanda I, Kolatu, Kowilhan I dan selanjutnya digunakan Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI) sebagai Markas Polda Sumatera Utara.
Kantor Besar HVA Medan, November 1927 (Sumber : adlinlubis.blogspot.com) |
Setelah mengalami renovasi, pada tahun 2005 gedung eks kantor HVA Medan
itu difungsikan kembali menjadi Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) yang
mengelola kebun eks HVA.
Dalam pemanfaatannya oleh negara, bentuk dasar bangunan sama sekali
tidak diubah. Masih tetap sama seperti zaman Belanda dulu. Namun saat ini ada
penambahan beberapa gedung sebagai ruangan kantor tambahan, mesjid dan taman di
sekitarnya.
Eks Kantor HVA Medan (saat ini menjadi Kantor Pusat PTPN IV Medan) 2019 (web resmi ptpn4) |
Sumber : Dokumen Pribadi |
Jika dilihat ke dalam, struktur bangunan terlihat tetap kokoh walaupun usianya sudah lebih dari seabad. Secara umum, gedung utama dapat dibagi menjadi enam ruangan :
Ilustrasi Ruangan |
Mengapa perusahaan tidak mengubah bentuk bangunan ini? Tak lain karena bangunan ini termasuk CAGAR BUDAYA INDONESIA yang perlu dilestarikan di Kota Medan. Pernah suatu ketika ada wisatawan asing dari negeri Belanda, khusus datang berkunjung dan berfoto di sekitar bangunan ini. Katanya ia ingin melihat tempat kerja kakek buyutnya dulu. Betapa kagum dan senangnya ia saat melihat bangunan ini masih dirawat dengan baik, persis seperti di foto yang pernah ditunjukkan oleh kakeknya sewaktu masih hidup.
Memang tidak seperti cagar budaya lain yang dikelola khusus sebagai
tempat wisata. Bangunan bersejarah ini dijadikan kantor yang rutin dirawat dan
dijaga keindahannya. Dengan cara itulah Pemerintah berusaha untuk merawat
warisan cagar budaya yang satu ini.
Tidak hanya bangunan PTPN IV yang dijadikan kantor dengan tidak mengubah
bentuk aslinya. Di Kota Medan sendiri ada beberapa bangunan bersejarah lain
yang telah ada sejak zaman Belanda yang masih terus dipertahankan bentuknya dan
dirawat dengan memanfaatkannya sebagai kantor.
Gedung PT PP London Sumatera di
ujung jalan Kesawan yang konon katanya di dalamnya terdapat lift tertua kedua
di dunia, Kantor Bank Indonesia di jalan Putri Hijau, dan Kantor Gubernur di
jalan Diponegoro, adalah beberapa contohnya.
Sedangkan cagar budaya yang dikelola dan dirawat dengan dijadikan tempat
wisata di Kota Medan antara lain Rumah Tjong A Fie, Istana Maimun dan Masjid
Raya Al Mashun.
Betapa pentingnya cagar budaya sebagai warisan yang perlu dirawat dan
dijaga. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya menjelaskan:
“Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari definisi tersebut, negara bertanggung jawab untuk melindungi,
mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya yang ada. Pemanfaatan dan
pelestarian yang dilakukan pun tidak boleh sembarangan agar tidak menghilangkan
atmosfer sejarahnya.
Mari kita jaga CAGAR BUDAYA INDONESIA agar kelak anak cucu kita tetap dapat
menikmatinya di masa mendatang. Kalau bukan kita, siapa lagi? Pilihan ada pada
kita sebagai penerus bangsa. Kita RAWAT, atau kita biarkan dan akhirnya MUSNAH.
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk partisipasi pada Kompetisi Blog “Cagar
Budaya Indonesia, Rawat atau Musnah!”. Lebih lengkapnya bisa langsung cek ke web IIDN.
Sumber bacaan :
-
http://adlinlubis.blogspot.com/
-
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
- http://plantersclub.blogspot.com/2012/12/handels-vereeniging-amsterdam.html
aku sampai sekarang feeling amaze lah kak klo liat gedung lonsum sama ptpniv itu. bagus dan kokoh bangunannya. memang klo bukan kita yang merawat, terus mo nyuruh siapa lagi? gk munmungkin jin dkk kan yg ngerawat. hehehe
ReplyDeletetetap cantik dari masa ke masa ya bangunannya.
ReplyDeleteBtw, ptpn iv ini boleh dikunjungi saat jam kerja ?
Kantor pos pusat berati juga termasuk ya kak?
ReplyDeleteSerem tau kalau malam-malam disitu xixixi *komenhoror wkekwk
Pelestarian cagar budaya memang harus didukung penuh oleh smeua pihak ya kak. Sayang sekali kan kalau banguanan keren bernilai sejarah warisan bangsa sampai hancur dan musnah.
ReplyDeleteBener sekali. Jayalah trus Indonesia
ReplyDeleteiya juga ya. gedung-gedung lama peninggalan Belanda dulu bagus dan kokoh. jadinya kita tau sejarah PTP ini kan setelah diulas oleh kak devi. tadinya saya juga ga tau lho kak. kalo yang Lonsum udah pernah liat. memang tua kali liftnya hahaha. btw, termasuk juga kantor pos pusat itu cagar budaya.
ReplyDeletekayak inilah yang awak ceritain soal literasi cagar budaya. kalo ga kita sebarkan infonya, gimana orang-orang bisa kenal ya kan.
Apa yang langsung terpikir saat akan menginjakkan kaki di tanah Sumatera? kopiiiii :)
ReplyDeletedulu ke medan cuma sempat berkunjung ke istana maimun.
Mesti dilestarikan ini gedung PTPN IV, pemko Medan kl mau bangun apa² hrs mempertimbangkan sejarah dan usia bangunan. Gedung PTPN IV ini masuk dalam Barisan Warisan Sumatera gak ya
ReplyDeleteSaya itu termasuk yang suka bangunan zaman Belanda, Mbak. Kokoh, tinggi dam besar. Dan dari foto-foto Mbak Devi, dari dulu sampai sekarang masih sangat bagus. Dan saya merasa, zaman penjajahan Belanda itu malah banyak pembangunan, dibandingkan zaman Jepang ya hehehe.
ReplyDeleteWajib terus dirawat ini, Mbak. Bahkan bisa jadi wisata memikat di Medan juga. Kalau ke Medan, saya mau mampir ke sana.
keren banget ya, tidak merusak cagar budaya dan memanfaatkan tempat yang sudah ada.... salut
ReplyDeleteBangunanya emang cantik luar biasa, kalau terbengkalai akan musnah. Ini contoh pemanfaatan cagar budaya yang saling menguntungkan.
ReplyDeleteEmang keren sih menurut ku , memanfaatkan bangunan yang ada dan menjadikan cagar budaya yang indah dinikmati
ReplyDeleteSoal diganggu itu akuvoernah sekali mba. Tapi di bangunan tua di siantar. Wkt tu lagi bikin pelatihan.
ReplyDeleteDisembunyiin lah flashdisk peserta yg lagi dikumpulkan ke aku.
Pucat awak. Awak pikir hilang
seneng banget kalau lihat cagar budaya terawat baik seperti ini. sehingga anak cucu kita tidak lupa sama sejarah kelak mereka bisa tetap menikmati kemegahannya
ReplyDeleteSenang deh kalau ada aturan kyk gtu jadi bangunan utamanya gak berubah banyak dan masih bisa dilestarikan ya mbak.
ReplyDeleteIni termasuk salah satu bangunan cagar budaya yang beruntung krn dibiarkan kyk aslinya, di daerah asalku ada bbrp yang diruntuhkan dan kalah gugatan sidang gtu hiks
Gedung PTPN IV ini sangat terawat ya Mbak. Indah juga. Semoga selalu terjaga kelestariannya.
ReplyDeleteSenangengetahui hal ini. Saya harap bisa ke sana suatu hari nanti
Wuih sampe ada orang luar yang datang untuk melihat potret dan ruang kerja kakek buyutnya. Wasek, ternyata manfaatnya kerasa sampe sejauh itu ya, sampai masuk ke ranah privat. Semoga semakin terjaga kelestarian cagar budaya
ReplyDeleteCagar budaya di Medan banyak berupa gedung-gedung bangunan, menjadi saksi sejarah perkembangan bangsa Indonesia, dan terpelihara hingga bangunan tersebut masih bagus hingga saat ini.
ReplyDeleteLagi banyak yg bahas cagar budaya nih. Seneng banget bacanya. Aku jadi tau gimana cagar budaya diperlakukan di daerah lain. Seneng kalau diperhatikan sama pemerintah. Sedih banget kalau lihat yg terbengkalai, apalagi sampai dihancurkan :(
ReplyDeleteAku suka bangunan-bangun belanda begini, karena selalu ada cerita-cerita sejarahnya yang bisa diungkap, alau sudah terawat tentunya sejarah dan cerita itu juga tetap akan berlanjut
ReplyDeleteSuka deh pada cerita melihat tempat kerja kakekbuyut. Enggak nyangka ya orang asing bakalan nengok tempat kerja buyutnya ke Indonesia. Salut deh
ReplyDeletebangunannya megah banget kak.. Indonesia memang kaya akan sejarah yaa.. bangga banget jd orang Indonesia.
ReplyDeleteSenangnya melihat eks kantor HVA masih seperti sedia kala bangunananya. Tetap terawat sebagai cagar budaya. Semoga bisa juga diterapkan pada benda cagar budaya lainnya sehingga anak cucu kita nanti bisa menikmatinya
ReplyDeleteAku pernah masuk ke Lonsum kaka, dan nyobain lift besi yang usianya udah ratusan tahun masyaAllah ^^
ReplyDeletekantor pusat PTPN IV itu yang depan depanan ma museum perkebunan tuh ya dev ?
ReplyDeleteIya ya ternyata masuk dalam situs cagar budaya juga ya...
Perjalanan yang penuh inspirasi. Gedung yang mengalami revolusi tetapi masih asri apalagi cagar budaya yang asli. Dijaga untuk menjadi warisan indonesia. Hehehe
ReplyDeleteTernyata Medan banyak tempat cagar budaya ya kk dan aku belum pernah ke gedung ptpn dan pp lonsum ini sampe sekarang hihi
ReplyDeleteSalah satu wishlist bisa datangin cagar budaya yang ada di Indonesia, tapi masih angan2 dulu. Soalnya yg di Medan aja belum semua aku kunjungin kak. Padaha rumah Tjong A Fie sama lonsum deket banget dari kantorku.
ReplyDeleteRumah nenek saya juga dibangun saat jaman Belanda. Itu awet banget sampai sekarang. Waktu ada gempa besar di Jogaj, rumah tetangga banyak yang rubuh, rumah nenek saya masih utuh gak retak sedikitpun.
ReplyDeleteInspiratif banget mbak. Gedung2 bersejarah gini memang harus dijaga sebagai warisan bangsa. Sebagai kekayaan bangsa yang dilestarikan. Di Jawa juga banyak,cuma ada beberapa yang ngak terawat lagi. Sedih lihatnya
ReplyDeletetiap lewat sini mau masuk, tp ga tau boleh ga sih kak? atau hanya karyawan aja?
ReplyDelete