Siang tadi hp mamak berdering,
telpon dari seorang rekan kerja yang berbeda kantor. Dua minggu lalu beliau
bertanya mengenai SMA mamak dulu, karena anaknya mengikuti ujian masuk sekolah
itu. Bukan di kota Medan, letaknya di kota kecil sekitar 10 jam perjalanan dari
Kota Medan. Tepatnya di Kota Pandan, ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah.
Ujian masuk ke sekolah itu cukup
ketat. Jaman mamak dulu, ujian dilakukan selama 2-3 hari. Mulai dari tes
akademis (mata pelajaran), psikotes, kesamapataan hingga kesehatan. Cukup capek
lah mengikuti tahapannya. Ihh,, mirip masuk kemiliteran ya? Iya, beberapa orang
menyebut sekolah itu “Adik SMA Taruna Nusantara” yang ada di Magelang, SMA ala
semi militer yang lulusannya banyak masuk ke akademi militer dan kepolisian. Anak
mantan presiden kita SBY yang ganteng dan pintar itu, AHY, dulu berasal dari
SMA tersebut. (Apa sih mak,, nggak penting!! Wkwk)
Oke, kembali ke topik. Setelah
melalui serangkaian tes, akhirnya anak beliau (sebut saja A) diterima di SMA
itu. Namun agak berbeda dari jaman mamak dulu, penjurusan siswa ditentukan
sejak kelas 1 SMA (sekarang kelas X). Dan dari hasil di internet, si A diterima
di unggulan C dengan jurusan IPS. Oiya, sebagai info, di SMA itu siswa dibagi
dalam tiga kelompok berdasarkan hasil tes, unggulan A, B dan C.
Melihat hasil tersebut, ibu dan
ayah A mulai berpikir. Bukan masalah A, B dan C nya, melainkan masalah jurusan
yang didapat anaknya. Mereka menginginkan si A bisa masuk ke sekolah kedinasan,
yang sepertinya menjadi impian kebanyakan orangtua di negeri ini karena adanya
mindset jika jadi pengawai ngeri (ups, negeri maksudnya) atau TNI/POLRI, maka
kehidupan anaknya akan lebih terjamin. Mindset yang tercipta tak lain karena
kondisi lingkungan dan pendidikan kita yang mencerminkan hal itu.
Sementara, untuk masuk sekolah
kedinasan, banyak yang mempersyaratkan siswa yang berasal dari jurusan IPA.
Atau, siswa jurusan IPS boleh mendaftar, namun soal-soal yang ada banyak dari
mata pelajaran yang didalami di jurusan IPA. Bukan tidak mungkin siswa IPS
untuk bisa masuk, namun dengan tipe soal yang ada, kecil sekali kemungkinan
untuk bisa menjawab soal semacam itu.
Akhirnya ibu A menelepon mamak
untuk meminta pendapat. Padahal apa kali lah mamak ini ya,, alhamdulillah masih
dipercaya untuk memberikan pendapat. Si A ingin tetap masuk sekolah itu, bahkan
dia mengatakan ke ibunya kalau jurusan IPS masih bisa mendaftar STAN nanti.
Dari bahasa si A, berarti dia siap menerima untuk masuk di jurusan IPS sekolah
itu.
Mamak coba kasi pendapat ke si
ibu. Mamak memberikan gambaran kalau mamak juga dulu masuk unggulan C. Bedanya
penjurusan mamak dulu di kelas 3 SMA. Dan saat naik kelas 3, mamak sebenarnya
dapat promosi untuk ke unggulan B karena nilai mamak menyamai nilai tertinggi
siswa di B. Otomatis mamak bisa ambil jatah kursi masuk di kelas B. Namun mamak
nggak siap dengan konsekuensi, siswa unggulan B harus masuk jurusan IPA. Oh
noooooo!!!! Mamak nggak suka pelajaran kimia dan fisika. Jadi, dengan mantap
mamak memutuskan untuk tetap di kelas C untuk memilih jurusan IPS. Dan banyak
pihak yang harus mamak kasi pengertian kenapa mamak menolak promosi ke B.
Orangtua mamak, bude, kakak/abang, bahkan guru-guru mamak. Dan sejak saat itu
mamak bertekad untuk membuktikan kalau siswa IPS juga bisa menjadi bintang,
bahkan melebihi anak IPA. Hal tersebut berhasil mamak buktikan dengan
diterimanya mamak ke 2 universitas negeri bergengsi di negeri ini. Untuk meraih
kesempatan bebas ujian masuk pun, mamak pun terpilih dan menyisihkan satu siswa
dari jurusan IPA.
Ehmm,, ini mamak bukan mau
sombong ya. Mamak cuma pengen mengubah mindset orang-orang di sekitar mamak,
kalo penjurusan di SMA itu bukan sekedar menggolongkan siswa pintar dan tidak
pintar. Namun lebih ke minat anak agar lebih fokus ke tujuan profesi masa
depannya. IPS, IPA, ataupun bahasa, adalah jurusan yang menggambarkan minat
siswa. Mamak dulu pilih IPS karena mamak suka pelajaran Akuntansi, mamak pengen
masuk STAN atau akuntansi UGM. Jadi dari awal mamak udah fokus untuk meraih
tujuan mamak itu.
Terlebih lagi si A akan tinggal
jauh dari orangtua. Harus benar-benar dipastikan ke anak, bahwa dia sudah cukup
dewasa untuk memutuskan dan bertanggung jawab serta komitmen atas keputusan yang dia ambil. Jika si A siap, berusaha hidup mandiri, belajar keras untuk
jurusan yang diterima dan berjanji untuk memberikan yang terbaik, orangtua
sebaiknya memberikan ijin. Bahkan harus berbangga karena si A sudah mulai
berpikir dewasa. InsyaAllah.
Wuahahaha, saya adalah emak yang protes dimasukkan ke ipa.
ReplyDeleteKarena saat pilih jurusan langsung pilih Ips
hidup IPS y makkk... wkwk..
ReplyDeleteSy dlunya SMK jadi gk tau mna paling bagus antara ipa/ips?? 😅
ReplyDeleteHmmm anak ipa pas kuliah ambil jurusan ips hmm
ReplyDeleteToss!!
ReplyDeleteAku juga gak suka kimia, fisika, biologi, mm tapi giliran akuntansi demen,
Akhirnya milih ituu,
Seperti biasa ortu sih gak protes tapi orang orang sekitar bilangin dan bandingin dengan 2 kakak yang di sekolah yg sama tapi dulu IPA.
Aku tetep kekeuh IPS dan kuliah ambil jurusan akuntansi ya walau setelah itu gw malah sukanya nulis wkwkk sempat magang di bank, gak tertarik lagi lamar kerja disitu 😂