PEMANFAATAN DOMAIN UNTUK JUALAN ONLINE




“Mak, bajunya cantik. Ada model yang lain nggak?”

Langsung saya buka whatsapp dan mengirimkan banyak gambar baju dagangan saya ke teman yang bertanya tersebut. Jika ia berminat, ia akan menghubungi saya lagi untuk bertanya langsung melalui chat pribadi ke saya.

Esoknya, kejadian yang sama terulang kembali. Namun dengan calon pelanggan yang berbeda.

Untuk ke sekian kalinya saya mengirimkan gambar baju yang sebelumnya telah saya kirimkan ke teman saya yang bertanya sebelumnya.

Nasi Kebuli, Briyani dan Bukhori : Apa Bedanya?

Kita sering mendengar nasi briyani atau nasi kebuli. Bentuk nasinya panjang-panjang karena berasal dari beras basmati.

Menurut wikipedia, nasi briyani adalah hidangan berupa nasi (biasanya dari beras basmati) yang dimasak dengan rempah-rempah lalu ditambah dengan sayuran atau daging (ayam, kambing, sapi, ikan atau udang). Nasi briyani sendiri berasal dari Asia Selatan, yaitu India dan Pakistan. Namun saat ini banyak dijual di negara lain di Asia Selatan, termasuk Malaysia dan Indonesia.

Nasi Briyani : wikipedia
Beras basmati konon katanya adalah makanan favorit Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud. Nasi dari beras basmati dinilai lebih sehat dan lezat, serta mengandung karbohidrat, sedikit protein dan sangat sedikit lemak.

Sedangkan nasi kebuli adalah nasi berbumbu rempah yang dimasak dengan kaldu daging kambing, susu kambing dan minyak samin dan disajikan dengan daging kambing (goreng/bakar). Sering ditaburi dengan kismis atau kurma.

Nasi Kebuli (Dapur_askar)
Mirip dengan nasi briyani, masakan ini populer di kalangan masyarakat Betawi di Jakarta dan warga keturunan Arab di Indonesia.

Selain briyani dan kebuli, ternyata ada juga yang namanya Nasi Bukhori.

Nasi Bukhori : Foto Pribadi
Apa pulak itu? Bukhori yang saya tau adalah nama tetangga saya, hehe..

Mirip dengan nasi briyani dan kebuli, nasi bukhori lebih dikenal di negeri Arab. 

Dari info yang saya dapat, nasi bukhori berwarna lebih putih karena adanya perbedaan bumbu dari nasi briyani dan kebuli yang digunakan saat memasak. Sedangkan nasi kebuli warnanya relatif lebih gelap.

Lalu, apakah kalian pernah mencicipi ketiganya?

Bagi penyuka rempah, rasa ketiga makanan ini enak sekali. Kaldu dari ayam/kambing/sapi berpadu dengan rempah meresap ke dalam nasi. Makan nasinya aja udah enak, apalagi lengkap dengan salah satu dari protein tersebut. Tambah mantap pastinya.

Kalau ada kesempatan berhaji, pasti akan banyak menemukan nasi bukhori dijual di kota Mekah. Semoga kita termasuk salah satu orang yang akan diundang kesana dan mencicipi langsung nasi bukhori disana.

(Baca juga Icip-Icip Nasi Bukhori ala Basnul Coffee)



Icip-icip Nasi Bukhori ala Basnul Coffee


Hari sudah menjelang sore. Saya tidak sabar menunggu jam pulang kantor karena jarang-jarang suami berjanji untuk menjemput. Suasana dingin setelah hujan reda membuat saya ingin mengajak suami singgah untuk makan di luar sebelum pulang ke rumah.

Teringat ada satu tempat makan yang belum sempat saya kunjungi karena memang ingin kesana berdua dengan suami. Kami yang sama-sama menyukai mencoba menu makanan baru, membuat saya tidak enak mencicipi makanan baru tanpa mengajaknya.

Nama tempatnya adalah Basnul Coffee. Letaknya di tengah kota Medan. Ini merupakan cabang kedua setelah cafe bernama sama yang ada di daerah Ring Road, Tanjung Sari. Suasananya yang islami dan rasa kopinya yang mantap, membuat saya ingin mencicipi menu lain di cabang barunya yang baru dibuka di akhir September 2019.

Bukan kopi atau cemilan, melainkan makanan berat yang mendengarnya saja membuat saya dan suami jadi ingat niat kami untuk ke Mekah melaksanakan ibadah haji yang belum tau kapan akan terealisasi.

Ada satu menu yang belum pernah kami cicipi. Kali ini kami memesan nasi bukhori yang menurut info dari salah satu teman rasanya cukup unik dan enak.

Sampai di café nya, tepat adzan Maghrib berkumandang. Saya berpikir pasti ada mushola di dalamnya. Namun saat saya dan suami masuk, hanya ada dua orang ibu yang sedang mengobrol di salah satu meja.

Melihat kami yang celingak-celinguk mencari pelayan café, mereka langsung bilang kalau seluruh pelayan sedang sholat ke masjid. 
Kembali saya bertanya dimana letak mushola cafe agar saya dan suami bisa menunggu sambil sholat. Namun ternyata mushola yang kami pikirkan tidak ada dan kami harus menyeberang ke luar untuk sholat di mushola Taman Gajah Mada tepat di depan café.

Speechless sekali rasanya. Saat waktunya sholat, tidak ada satupun pelayan yang menjaga café. Spontan saya berpikir, bagaimana jika ada pencuri yang datang? Ahh,,, mungkin mereka yakin pasti ada Allah yang menjaga café mereka jika mereka juga menjaga ibadah mereka sendiri.

Maklum dengan kondisi itu, kami pun merasa tak apa berjalan sedikit ke mushola dan melaksanakan sholat Maghrib sambil menunggu.

Selesai sholat, kami langsung kembali ke café yang penjualnya telah kembali sebelum kami. Tak lama ada pelayan yang menghampiri dan memberikan daftar menu.

(Baca juga : Beda Nasi Briyani, Kebuli dan Bukhori)


Menu Makanan
Menu Minuman
Tanpa basa basi, kami langsung memesan Paket Nasi Bukhori Kambing untuk 2 orang yang sudah termasuk 2 teh lemon hangat sebagai minumannya. Paket ini dibandrol dengan harga 140 ribu rupiah.

Menunggu makanan sambil mengobrol santai, tak lama pesanan pun dihidangkan di meja kami.

Perut yang sudah keroncongan dan kami yang selera melihat sajiannya sambil menelan ludah beberapa kali, membuat kami langsung mencicipi satu per satu item di nampan besar itu.



Nasinya padat, tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras. Rasa rempahnya terasa kuat sekali di lidah.

Daging kambingnya empuk sekali. Tidak perlu waktu lama untuk mengunyah dan menelannya. Dipadukan dengan acar nenas dan bawang serta bumbu seperti kunyit yang dihaluskan, semakin menambah nikmatnya rasa daging kambing yang ada.

Makan di nampan berdua bareng suami, agak-agak gimanaaaaa gitu. Pengen rebutan makan paling banyak, kok ya nggak tega. Ketahuan kan siapa yang selera makannya lebih tinggi?? wkwk.

Rasa lemon di teh yang disajikan juga segar. Pas sekali disandingkan dengan rasa rempah yang masih menempel di lidah. Mantap!!!

Masih kurang rasanya jika ke Basnul Coffee namun tak memesan kopi nya.


Sumber : Picuki.com
Selesai mencicipi seporsi nasi bukhori dan segelas teh lemon, suami langsung memesan secangkir espresso kesukaannya seharga 14 ribuan rupiah.

Di Basnul Coffee, pelanggan tidak hanya disuguhkan dengan makanan, interior di dalamnya juga mengajarkan tentang adab makan secara Islam dan sunnah lainnya. 

Tagline cafe "Ngaji, Ngopi, Repeat" juga seakan mengingatkan pelanggan muslim agar jangan lupa mengaji walaupun menyukai ngopi. Atau diajak ngaji sambil ngopi. Ahh,,, sepertinya harus dipastikan lagi maksud kata-katanya.



Bisa dibilang, dunia dapat, ilmu akhirat juga tak ketinggalan.

Tak rugilah kami membayar untuk mendapatkan keduanya.



Nah, jika ingin mencicipi menu khas Timur Tengah dan salah satu kopi terenak di kota Medan ini, silakan datang ke Basnul Coffee Gajah Mada.

BASNUL COFFEE
Jl. Gajah Mada No.4C, Sei Sikambing D, Kec. Medan Petisah
Kota Medan, Sumatera Utara 20211

STAY AT HOME MOM : KALIAN HEBAT!!!

Sumber : www.barantum.com

Menjadi working mom memang surga dunia, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk bisa meraih surga akhirat tentunya, insyaAllah.

Sekali lagi, menjadi working mom atau stay at home mom itu PILIHAN. Tidak ada yang boleh men-judge salah satunya adalah yang paling baik. Karena apapun pilihannya, pasti ada sebab dan musabab yang menjadi dasarnya.


Masing-masing pilihan punya tantangan dan konsekuensi.

Saya yang notabene seorang ibu bekerja, sering mengalami drama dan dilema yang disebabkan oleh kegalauan akan anak-anak dan keluarga.

Cuti melahirkan yang segera berakhir, anak yang tiba-tiba sakit, harus ke luar kota demi pekerjaan, harus pulang malam saat ada lembur tiba-tiba, adalah sekian banyak drama yang saya maksud di atas.

Belum lagi saat scrolling media sosial, sedang ramai membahas antara pro kontra ibu bekerja. Sama halnya seperti membahas pro kontra ASIX VS SUFOR dan PRO-VAKSIN VS ANTI-VAKSIN. 

Nggak habis-habis rasanya. Saling menyudutkan. Saya langsung merasa bad mood membaca komentar jeleknya.

Baik yang pro maupun anti, saling mengomentari tanpa peduli perasaan lawannya. Padahal belum tentu saat dihadapkan dengan pilihan yang mengharuskan mereka untuk memilih pilihan yang didebatkan sebelumnya, mereka akan tetap pada pilihan itu.

Saya sendiri sering merasa menjadi ibu yang paling tega dan jahat sedunia karena memilih untuk bekerja. Bolak-balik ketik surat resign, tapi selalu ada saja yang mengingatkan akan alasan awal bekerja. Pada akhirnya bolak balik juga menutup file surat resign yang sudah saya ketik sebelumnya. 

Dasar mamak nggak konsisten nih, hehe.

Lalu, apakah hanya saya yang merasakan hal itu?

Sepertinya hampir setiap ibu bekerja akan merasakan drama, dilema atau kegalauan sama seperti yang saya rasakan.

Saat jiwa merasa terpuruk, biasanya saya akan ngobrol dengan suami agar mendapat kekuatan tambahan menghadapi kegalauan yang ada. 
Alhamdulillah punya suami yang selalu mengingatkan dan menguatkan. Walaupun dengan kalimat : “Mamak yakin mau resign? Bisa-bisa nanti merepet aja kerja mamak di rumah.”

Lah,, ini cara menguatkan yang aneh.

Nggak sopan banget, tapi emang bener yang dia bilang.  Malah ampuh untuk membuat saya berpikir ulang untuk resign. Dirimu memang paling mengerti diriku cintahhh… wkwk

Dengan pilihan untuk tetap bekerja, saya sering iri loh ama ibu yang rumah tangga tulen.

Bisa mengurusi seluruh pekerjaan rumah tangga dari pagi sampe pagi lagi (24/7, kalah McD).

Baru tidur saat anak dan suami udah tidur.

Bangun paling pagi dan menyiapkan semua kebutuhan suami dan anak-anak, dari sarapan hingga perlengkapan sekolah.

Menghadapi cucian dan setrikaan yang menggunung. Cuci yang satu, nambah lagi yang lain. Nggak habis-habis lah pokoknya.

Sabar menghadapi tingkah anak-anak yang beragam dan bikin esmosi tingkat tinggi.

Ditambah lagi ibu-ibu yang juga aktif berkomunitas, berdagang, bisa tetap produktif dari rumah.

Kalian AMAZING!!!

Rumput tetangga memang selalu keliatan lebih hijau.

Mungkin suatu saat saya berani mengambil pilihan resign dan menjadi ibu rumah tangga tulen.

Mengikhlaskan diri untuk jadi ibu dan istri yang mengurus keluarga dan sehari-hari di rumah.

Menjadi ibu yang benar-benar madrasatul ula untuk anak-anak saya.

Eh,, momen itu kayak nya udah mau abis seiring anak saya yang beranjak besar.

Lah, terus gimana dong?

Tetap harus saya hadapi karena ini pilihan saya saat ini.

Semoga Allah tetap membimbing saya agar bisa menjadi ibu yang selalu dekat dengan anak-anak saya walaupun saya bekerja di luar rumah.

PENGEN RESIGN



Pada setuju nggak kalau saya bilang menjadi working mom itu sebenernya surga dunia bagi perempuan?

Udah… jujur aja. Ya kan, ya kan??

(Baca juga : Menjadi Working Mom : Itu Pilihan!)

Kenapa?

Karena banyaknya kenikmatan yang ditawarkan dari bekerja di luar rumah jika dibandingkan dengan perempuan yang sehari-harinya disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga dan anak yang pastinya bikin rempong sedunia.

Bisa plesir colongan saat dinas ke luar kota. Nongkrong cantik sambil makan siang di café. Ketemu banyak orang. Tidur nyenyak di hotel tanpa ada yang bangunin karena minta digantiin popok, dibuatin susu, ke toilet dan sebagainya.

Belanja dari mall ke mall tinggal pilih. Rekening rutin terisi diluar jatah dari suami. Surga dunia banget lah pokoknya. 

Pulang ke rumah aura kebahagiaan pun terpancar setelah seharian berada di luar rumah. Capek pun dinikmati. Tinggal menemani anak-anak yang sudah bersih, kenyang dan rapi sampai mereka tertidur pulas di malam hari.

Working mom kayaknya nggak harus memikirkan segala kehebohan anak-anak di rumah saat siang, cucian dan setrikaan yang menggunung, rumah yang berantakan, piring kotor dan segala urusan dinas rumah tangga yang cenderung dipandang monoton setiap hari.

Hidup seorang working mom ternyata tidak sekece dan seindah yang dibayangkan gaes…

Dulu saya pikir, dengan bisa menghasilkan uang sendiri saya dapat memberikan apa saja ke anak-anak saya. Keterbatasan ekonomi keluarga saat saya kecil menjadi bayang-bayang yang otomatis membuat otak saya berpikir anak saya nggak boleh mengalami apa yang saya alami dulu.

Memangnya apa yang udah dialami?? #lebay

Nggak muluk-muluk sih.

Saya ingin bisa membelikan mainan dan buku apa saja tanpa peduli harganya. 

Saya ingin anak saya bisa main di playground mal-mal tanpa mikir berapa yang harus saya bayar untuk tiket masuknya.

Saya ingin punya jadwal rutin jalan-jalan ke luar kota bahkan luar negeri bersama keluarga.

Apanya yang nggak muluk-muluk itu mah… Siap ditimpuk ama emak-emak dasteran.

Di balik bayangan indah itu ternyata banyak yang bisa bikin jiwa sebagai ibu dan mamak berontak.

Oke lah jika masih berdua ama suami. Bisa jalan-jalan sesuka hati, ke luar kota dan luar negeri.

Pulang kantor janjian makan malam berdua di luar. Gaji dobel gitu loh.

Untuk liburan setahun ke depan pun sudah cari tiket promosi. Menghabiskan uang yang selama ini dikumpulkan untuk bisa hepi-hepi dan menikmati hasil dari jerih payah yang dilakoni.

Hingga tiba saatnya Allah memberikan buah hati yang pastinya diharapkan semua pasangan suami istri.

Dilema pun menghampiri…..

Saat  cuti melahirkan selesai, memandangi bayi mungil di hari-hari terakhir cuti dan mempersiapkan segala sesuatu agar kebutuhan anak terpenuhi walaupun kehadiran kita tidak ada di siang hari.

Masuk ke drama lain lagi.

Anak demam dengan suhu lebih dari 39 derajat. Mukanya lesu dan membutuhkan pelukan secara intensif sepanjang hari. Lepas dikit dari gendongan, udah mulai nangis minta dipeluk lagi. Seakan-akan mau bilang, “Mamak nggak boleh kemana-mana!”.

Kirim pesan whatsapp ke bos dan minta ijin cuti. Malah diingatkan dengan deadline kerjaan yang semakin mepet. Pengen nangis rasanya.

Anak sembuh, masuk ke drama lainnya.

Tiba-tiba harus pergi dinas ke luar kota padahal anak masih ASI Eksklusif. Stok ASIP udah mulai menipis di kulkas. Kejar pumping sampai cari-cari alternatif ibu susu / donor ASI untuk berjaga-jaga jika harus memilih susu formula.

Di luar kota mulai teringat si bayi. Mewek sendiri, kangen tidur dan meng-ASI-hi buah hati. Galau tingkat tinggi. Pengen rasanya pinjam pintu kemana saja – nya doraemon agar bisa langsung tembus ke kamar dan memeluk si bayi.

Kerjaan seabreg dan harus lembur mengejar closing audit, teringat si bayi menunggu di rumah untuk dipeluk dan nenen langsung dari ibu nya.

Drama selanjutnya…

Saat si mbak, si teteh, si uwak nggak kelihatan hilal nya setelah pulang ke kampung untuk lebaran. Beberapa saat kemudian ponsel berdering dan dari jauh ia bilang, “Maaf bu, saya sementara mau istirahat di kampung dulu.”

Sembari mencari-cari pengganti dan ibu tidak bisa cuti lagi, anak-anak akan estafet dititipkan ke nenek, oma, bude, bulek, tetangga sampai ke daycare.

Bukannya menikmati pekerjaan di kantor, malah nggak konsen karena teringat dengan si buah hati yang dititipkan kesana kemari. “Anakku rewel nggak ya?”; “Makannya bener nggak ya?”; “Udah mandi belum ya?”

Ya Allah,,, saya kerja ingin cari duit untuk anak saya. Tapi kenapa saya malah menjauh darinya. Pulang malam, sabtu minggu sering harus lembur karena tuntutan kerjaan dan bos tentunya.

Untuk kesekian kali buka file surat resign yang sudah beberapa kali dimodifikasi di laptop.

Tiba-tiba teringat…

Cicilan rumah masih beberapa tahun lagi.

Masih ada mimpi lain yang ingin dikejar

Uang sekolah anak makin mahal beberapa tahun ke depan.

Abis resign trus mau ngapain? Yakin di rumah aja?

Udah siap dengan konsekuensi nggak punya penghasilan sendiri?

Sayang dong ilmu yang didapat dari dulu kalo cuma untuk pribadi dan keluarga sendiri?

Gimana dengan orangtua yang udah berharap banyak dari anak perempuannya?


Bimbang….

Etapi… anak itu segalanya. 

Kebahagiaan sejati seorang istri dan ibu itu ya di rumah saat membersamai anak dan suaminya.

Gaji suami pasti cukup tanpa punya sumber gaji lain lagi, yang penting syukurnya.

Nggak percaya ama matematika Allah?

Aku harus bisa jadi madrasah pertama untuk anak-anakku.

Bimbang lagi..

Galau lagi..

Dan filenya ditutup lagi untuk ke sekian kali.

***

Rasanya seperti ingin jadi puisi dian sastro dalam AADC.
Kulari ke pantai kemudian teriakku. Kulari ke hutan kemudian…

Buat kamu yang pernah, sedang atau sering mengalami hal ini,  hayuk sini berpelukan dan saling menguatkan. I FEEL YOU….

Pasti ada saatnya nanti, saat hati ini mantap untuk bisa resign dan menghadapi segala konsekuensi.

Saat Allah memberikan keteguhan hati untuk menjalani hari-hari sebagai stay at home mom dengan senang hati.

Saat muncul keberanian dan kerelaan untuk melepaskan kenikmatan di luar rumah dan menggantinya dengan kenikmatan penuh di dalam rumah.

Sampai saat itu tiba… mari saling menguatkan.

Karena kita sadar, karir tertinggi seorang ibu, baik bekerja ataupun tidak, ada di dalam hati anak-anak kita sendiri. Tidak ada seorang pun ibu yang rela berjauh-jauh dari anaknya tanpa alasan yang berarti.

Love,
-Mamak-

MENJADI WORKING MOM : ITU PILIHAN!



Siapa sih yang nggak mau mandiri dan menghasilkan duit dari jerih payah dan usaha sendiri? Mungkin ada. Tapi saya rasa kebanyakan orang, termasuk istri dan ibu, pasti akan bahagia jika bisa melakukannya. Termasuk saya tentunya.

Dulu itu saya ingin bisa bekerja di perusahaan multinasional, digaji tinggi, bisa bekerja sambil keliling wilayah nusantara, luar negeri kalo bisa.

Namun jalan yang dikasi Allah ternyata berbeda dengan harapan saya. Setahun setelah saya lulus kuliah dan sempat bekerja sebagai auditor di salah satu kantor akuntan publik ternama di Indonesia, saya memutuskan untuk menikah dengan lelaki yang sudah lama menunggu saya.

Banyaknya waktu yang dihabiskan untuk bekerja sebagai auditor, membuat saya memutuskan untuk resign dan mencari pekerjaan baru yang waktunya lebih ramah untuk keluarga.

Saya pernah menjadi CPNS selama beberapa bulan, sampai akhirnya memutuskan untuk pindah kerja ke salah satu BUMN. Pada akhirnya,, saya tetap memutuskan untuk bekerja.

Nggak bisa dipungkiri, bekerja di kantor adalah Me Time terbaik untuk saya. Bisa mengembangkan kemampuan diri, mencoba hal-hal baru, menyelesaikan target pekerjaan yang diberikan bos, adalah sekelumit hal yang membuat bekerja di luar rumah menjadi hal yang sering diidam-idamkan para wanita.


Suatu kebahagiaan yang haqiqi bisa membuat bos senang dengan hasil kerja kita. Semacam pembuktian kalo diri ini mampu mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik. Nggak kalah lah ama orang lain.

Mau beli baju, sepatu, skincare, ke salon bisa pakai uang sendiri. Belanja onlen tinggal klik sana klik sini, nggak harus menunggu transferan suami. Bahagia sekali rasanya. Jalan kesana kemari pun bebas, nggak harus mikirin anak yang merengek minta beli mainan atau nempel terus kayak perangko.

Belum lagi saat harus melakukan perjalanan dinas. Bisa naik pesawat, tidur di hotel, belajar sambil jalan-jalan tanpa mengeluarkan uang pribadi.




Kebayang dong panggilan jiwa saat menerima kerjaan dengan deadline dari pak bos.

Saat bendera promosi udah melambai-lambai di depan mata, menawarkan kenikmatan dunia berupa peningkatan rupiah yang akan masuk ke rekening. Dibarengi dengan seabreg tantangan dan tanggung jawab yang mengekor. Ahh,,, dunia...

Lagi jenuh ama kerjaan?

Tinggal ngajak teman-teman ngopi sekelak, ketawa ketiwi dan tanpa sadar mengghibahi atasan dan rekan-rekan kerja, trus ketawa lagi sampai jenuhnya hilang dan siap bekerja kembali.


Banyak hal yang dijadikan alasan seorang ibu memilih menjadi working mom.

“Pengen bantu suami supaya tidak terlalu terbebani dengan tuntutan kebutuhan ekonomi.”

“Pengen menyenangkan orangtua.”

“Pengen menerapkan ilmu yang udah didapat sepanjang sekolah dari eSDe sampai kuliah agar bisa lebih bermanfaat untuk orang lain.”

Endebra endebre….. banyak sekali alasannya. Ada yang mo menambahkan??

Jawab dalam hati aja ya gaes..

Apapun yang menjadi alasannya, saat kita menjatuhkan pilihan apakah menjadi working mom atau ibu rumah tangga tulen (stay at home mom), kita harus paham akan konsekuensi yang harus dihadapi.

Selama ini banyak yang menjadikan ibu bekerja di luar rumah itu menjadi suatu polemik dalam rumah tangga. Karena pada dasarnya kewajiban mencari nafkah itu ada di suami.

Kewajiban utama seorang istri dan ibu adalah di rumah, mengerjakan pekerjaan rumah yang nggak ada habisnya selama 24 jam / 7 hari, menjadi madrasatul ula untuk anak-anaknya.

(Baca juga : Stay at Home Mom : KALIAN HEBAT!!)

Jadi, apakah salah jika seorang ibu memilih untuk menjadi working mom?

Nggak dong. Itu PILIHAN!!! Selama suami ridho, tanggung jawab di rumah tetap dijalankan dengan baik atau minimal ada khadimat yang bisa diarahkan untuk menjaga anak-anak selama ibu bekerja di luar rumah.

Siapa tau dengan bekerja di luar rumah, saat tiba waktunya di rumah, si ibu akan lebih bahagia menjalani perannya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya.

Hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah menjaga keseimbangan antara kehidupan di luar rumah dan di dalam rumah.

Jangan sampai anak atau suami lebih dekat dengan khadimat daripada ibu atau istrinya sendiri. 

Menjaga keharmonisan dan kedekatan hubungan dengan suami dan anak juga menjadi kewajiban utama seorang working mom.

Lalu, bagaimana caranya agar seorang working mom bisa tetap dekat dengan suami dan anak-anak?

Berikut cara yang biasa saya lakukan : 
  • Menciptakan waktu yang berkualitas dengan suami dan anak-anak ketika di rumah. Jauhkan pikiran dari pekerjaan yang masih belum selesai di kantor, makan bersama di satu tempat, membaca buku, ngobrol bareng dan melakukan aktivitas bersama lainnya.
  • Jauhkan smartphone, gadget atau gawai lainnya yang dapat mengalihkan fokus dari keluarga saat kita sedang bersama mereka.
  • Tetap usahakan hadir di waktu-waktu yang berharga. Misalnya acara sekolah yang mengundang orangtua atau acara kantor suami yang mengundang istri untuk mendampingi.
  • Menemani anak belajar saat akan menghadapi ujian.
  • Peka akan kebutuhan suami dan anak akan kehadiran istri atau ibu di dekatnya. Nggak boleh cuek untuk kebutuhan yang satu ini.

Sampai sekarang saya selalu berusaha untuk bisa mengantar anak saya ke sekolah. Sepanjang perjalanan menyuruh si sulung untuk muroja'ah jadwal hafalan suroh nya.

Alhamdulillah walaupun saya working mom, anak-anak tetap bisa dekat dengan saya. Malah kalau saya ada jadwal ke luar kota, mereka masih suka mewek yang otomatis juga buat mamaknya ini  galau dan pengen resign. #eh

Lalu, apakah menjadi seorang working mom akan selalu bahagia sepanjang masa? Eittss,, jangan salah. Banyak juga lho dilemanya.

Ahh,, masa' sih? Coba baca di cerita saya selanjutnya tentang mamak galau yang pengen resign

With Love,
-Mamak -

KANTOR PTPN IV MEDAN SEBAGAI PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA INDONESIA

Apa yang langsung terpikir saat akan menginjakkan kaki di tanah Sumatera? Salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit yang mulai terlihat membentang saat masih berada di pesawat. Atau perkebunan sawit dan karet di kanan dan kiri jalan dari Kota Medan ke arah Danau Toba.

Sebenarnya tidak hanya perkebunan kelapa sawit, karet dan teh pun cukup dikenal sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Dahulu, perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan perkebunan Belanda yang berpusat di Amsterdam, Jakarta, Surabaya dan Medan. Perusahaan itu adalah Handels Vereeniging Amsterdam atau disingkat dengan HVA yang berdiri sejak tahun 1878.

Saat ini, telah lebih dari 74 tahun Kemerdekaan Indonesia. Perkebunan yang sebelumnya dikelola oleh HVA, dijadikan milik negara dan pengelolaannya dilanjutkan oleh Pemerintah melalui Kementerian BUMN dengan nama PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan VII di daerah Sumatera.

Banyak bangunan yang sejak HVA masih berkuasa, saat ini tetap dimanfaatkan. Mulai dari bangunan kantor, rumah karyawan, mess/pesanggrahan, dan lainnya. Bangunan yang dibangun oleh Belanda terbukti memiliki struktur yang kokoh serta desain yang tak lekang oleh waktu. Nilai estetika dan historisnya seakan tetap melekat walaupun usia bangunan tersebut sudah terhitung ratusan tahun.

Hampir satu dekade saya bekerja sebagai karyawan salah satu PT Perkebunan Nusantara di Sumatera Utara. Beberapa kali pernah ditugaskan di unit kebun kelapa sawit daerah Simalungun dan Pabatu. Saat sudah ditugaskan di kantor pusat Medan pun, setiap beberapa bulan saya tetap melakukan kunjungan ke unit-unit. Di satu sisi saya senang karena selain bertugas, saya bisa sekaligus menyegarkan pikiran melihat suasana hijau perkebunan. Apalagi kalau sedang berkunjung ke unit kebun Teh di Simalungun. Walaupun bertugas, saya malah merasa sedang jalan-jalan.

Bagi orang yang tinggal di perkebunan atau pernah mengunjungi salah satu kebun warisan HVA, pasti sudah tidak asing lagi dengan cerita-cerita berbau mistis terkait mess atau rumah karyawan setempat. Banyak yang pernah menginap, mendapat sambutan dalam berbagai bentuk dari “penghuni” di dalamnya yang pastinya dapat membuat bulu kuduk merinding. Hiii… kok jadi ke horor sih, hehe..

Cerita-cerita itu muncul dari bangunan yang masih dimanfaatkan sejak zaman Belanda seperti yang saya ceritakan sebelumnya. Cerita itu tidak hanya terjadi di unit yang jauh dari kota, bahkan di kantor pusat Medan pun ada saja cerita seperti itu.

Saya coba mencari tahu tentang sejarah kantor yang saat ini saya tempati.

Kantor Pusat PTPN IV di Jalan Letjend Suprapto No. 2 Medan ternyata dulunya adalah Kantor Besar HVA, Medan. Dibangun pada tahun 1926 dengan luas gedung 11.320 m2. Sejak tahun 1965 gedung tersebut digunakan oleh Departemen Hankam berturut-turut sebagai  Kantor Perdamilda I, Koanda I, Kolatu, Kowilhan I dan selanjutnya digunakan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagai Markas Polda Sumatera Utara.

Kantor Besar HVA Medan, November 1927 (Sumber : adlinlubis.blogspot.com)
Setelah mengalami renovasi, pada tahun 2005 gedung eks kantor HVA Medan itu difungsikan kembali menjadi Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) yang mengelola kebun eks HVA.

Dalam pemanfaatannya oleh negara, bentuk dasar bangunan sama sekali tidak diubah. Masih tetap sama seperti zaman Belanda dulu. Namun saat ini ada penambahan beberapa gedung sebagai ruangan kantor tambahan, mesjid dan taman di sekitarnya.

Eks Kantor HVA Medan (saat ini menjadi Kantor Pusat PTPN IV Medan) 2019 (web resmi ptpn4)
Sumber : Dokumen Pribadi


Jika dilihat ke dalam, struktur bangunan terlihat tetap kokoh walaupun usianya sudah lebih dari seabad. Secara umum, gedung utama dapat dibagi menjadi enam ruangan :


Ilustrasi Ruangan

Mengapa perusahaan tidak mengubah bentuk bangunan ini? Tak lain karena bangunan ini termasuk CAGAR BUDAYA INDONESIA yang perlu dilestarikan di Kota Medan. Pernah suatu ketika ada wisatawan asing dari negeri Belanda, khusus datang berkunjung dan berfoto di sekitar bangunan ini. Katanya ia ingin melihat tempat kerja kakek buyutnya dulu. Betapa kagum dan senangnya ia saat melihat bangunan ini masih dirawat dengan baik, persis seperti di foto yang pernah ditunjukkan oleh kakeknya sewaktu masih hidup.

Memang tidak seperti cagar budaya lain yang dikelola khusus sebagai tempat wisata. Bangunan bersejarah ini dijadikan kantor yang rutin dirawat dan dijaga keindahannya. Dengan cara itulah Pemerintah berusaha untuk merawat warisan cagar budaya yang satu ini.

Tidak hanya bangunan PTPN IV yang dijadikan kantor dengan tidak mengubah bentuk aslinya. Di Kota Medan sendiri ada beberapa bangunan bersejarah lain yang telah ada sejak zaman Belanda yang masih terus dipertahankan bentuknya dan dirawat dengan memanfaatkannya sebagai kantor. 
Gedung PT PP London Sumatera di ujung jalan Kesawan yang konon katanya di dalamnya terdapat lift tertua kedua di dunia, Kantor Bank Indonesia di jalan Putri Hijau, dan Kantor Gubernur di jalan Diponegoro, adalah beberapa contohnya.

Sedangkan cagar budaya yang dikelola dan dirawat dengan dijadikan tempat wisata di Kota Medan antara lain Rumah Tjong A Fie, Istana Maimun dan Masjid Raya Al Mashun.


Betapa pentingnya cagar budaya sebagai warisan yang perlu dirawat dan dijaga. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjelaskan:

Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi tersebut, negara bertanggung jawab untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya yang ada. Pemanfaatan dan pelestarian yang dilakukan pun tidak boleh sembarangan agar tidak menghilangkan atmosfer sejarahnya.


Mari kita jaga CAGAR BUDAYA INDONESIA agar kelak anak cucu kita tetap dapat menikmatinya di masa mendatang. Kalau bukan kita, siapa lagi? Pilihan ada pada kita sebagai penerus bangsa. Kita RAWAT, atau kita biarkan dan akhirnya MUSNAH.

Tulisan ini dibuat sebagai bentuk partisipasi pada Kompetisi Blog “Cagar Budaya Indonesia, Rawat atau Musnah!”. Lebih lengkapnya bisa langsung cek ke web IIDN.




Sumber bacaan :
-   http://adlinlubis.blogspot.com/
-   https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
-   http://plantersclub.blogspot.com/2012/12/handels-vereeniging-amsterdam.html

Brokoli Cah Daging Sapi

Assalamu’alaykum. 

Udah lama saya nggak bagi-bagi resep masak. Jarang masak soalnya, wkwk. Kalo masak sendiri suka dirempongin anak. Jangan ditiru karena ini alasan hanya untuk pembenaran malas masak, hehe… Kadang anak-anak saya arahkan untuk membantu walau cuma kupas bawang atau ambil bahan-bahan dari kulkas.

Sebenernya karena khadimat lagi pulang kampung dan saya teringat kemarin baru membeli daging yang udah diiris, tahu telur (tofu) dan brokoli. Udah lama pengen eksekusi resep ini. Tambah maknyus kalo ada jamur kancing. Berhubung yang ada di kulkas ketiga bahan utama tadi, jadilah saya eksekusi seadanya.

Bahan :
Daging yang diiris 250gr
Brokoli 1-2 bonggol, ambil kuntumnya
Tahu telur (tofu) 1 kemasan, potong dengan ketebalan 0,5 – 1 cm
Bawang putih, iris/cincang kasar
Jahe 1 ruas (kira-kira 1 cm), geprek/iris
Minyak goreng 1-2 sdm
Saus tiram, 3 sdm
Kecap ikan/ kecap asin, 2 sdm
Cabe rawit, opsional

How To: 
- Rebus irisan daging selama 5-10 menit, lalu tiriskan. Air rebusan jangan dibuang.
- Panaskan wajan yang telah diberi minyak goreng, lalu tumis bawang putih dan jahe hingga harum.
- Masukkan potongan tofu, tunggu hingga tofu kelihatan setengah matang
- Masukkan brokoli, aduk-aduk sebentar
- Masukkan saus tiram, kecap ikan dan cabe rawit. Karena ini untuk makan sekeluarga, sengaja saya pisahkan irisan cabe rawit untuk saya dan suami.
- Aduk-aduk lagi, lalu diamkan hingga brokoli cukup lunak untuk dimakan.
- Matikan kompor dan sapi cah brokoli siap untuk disajikan.

Alhamdulillah anak-anak dan suami suka. Bersih tak bersisa. Yang biasanya makan brokoli itu susah, dengan cara ini cukup ampuh.

Saya tidak menambahkan garam atau penyedap lain lagi karena pada dasarnya saus tiram dan kecap ikan sudah asin. Rasa gurih juga sudah ada dari irisan bawang putih dan jahe.

Memang saus tiram kayaknya bisa membuat masakan lebih enak. Hampir semua tumisan cocok untuk ditambahkan saus ini. Namun saus tiram yang banyak dijual saat ini mengandung MSG. pewarna karamel, bahan emulsi, pengawet makanan dalam bentuk kalium sorbat, xanthan gum dan hidrolisit protein nabati. Jadi sebaiknya penggunaan bahan ini dibatasi.
Terus pengganti alaminya apa dong? Bisa menggunakan kaldu jamur atau ebi/udang rebon.

Sekian resep Brokoli Cah Daging Sapi dan tips dari saya. Semoga bermanfaat.