Pada setuju nggak kalau saya
bilang menjadi working mom itu sebenernya surga dunia bagi perempuan?
Kenapa?
Karena banyaknya kenikmatan yang
ditawarkan dari bekerja di luar rumah jika dibandingkan dengan perempuan yang
sehari-harinya disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga dan anak yang pastinya
bikin rempong sedunia.
Bisa plesir colongan saat dinas
ke luar kota. Nongkrong cantik sambil makan siang di café. Ketemu banyak orang.
Tidur nyenyak di hotel tanpa ada yang bangunin karena minta digantiin popok, dibuatin
susu, ke toilet dan sebagainya.
Belanja dari mall ke mall tinggal
pilih. Rekening rutin terisi diluar jatah dari suami. Surga dunia banget lah
pokoknya.
Pulang ke rumah aura kebahagiaan pun terpancar setelah seharian berada
di luar rumah. Capek pun dinikmati. Tinggal menemani anak-anak yang sudah
bersih, kenyang dan rapi sampai mereka tertidur pulas di malam hari.
Working mom kayaknya nggak harus
memikirkan segala kehebohan anak-anak di rumah saat siang, cucian dan setrikaan
yang menggunung, rumah yang berantakan, piring kotor dan segala urusan dinas rumah
tangga yang cenderung dipandang monoton setiap hari.
Hidup seorang working mom
ternyata tidak sekece dan seindah yang dibayangkan gaes…
Dulu saya pikir, dengan bisa
menghasilkan uang sendiri saya dapat memberikan apa saja ke anak-anak saya. Keterbatasan
ekonomi keluarga saat saya kecil menjadi bayang-bayang yang otomatis membuat
otak saya berpikir anak saya nggak boleh mengalami apa yang saya alami dulu.
Memangnya apa yang udah dialami??
#lebay
Nggak muluk-muluk sih.
Saya ingin bisa membelikan mainan
dan buku apa saja tanpa peduli harganya.
Saya ingin anak saya bisa main di
playground mal-mal tanpa mikir berapa yang harus saya bayar untuk tiket
masuknya.
Saya ingin punya jadwal rutin
jalan-jalan ke luar kota bahkan luar negeri bersama keluarga.
Apanya yang nggak muluk-muluk itu
mah… Siap ditimpuk ama emak-emak dasteran.
Di balik bayangan indah itu
ternyata banyak yang bisa bikin jiwa sebagai ibu dan mamak berontak.
Oke lah jika masih berdua ama
suami. Bisa jalan-jalan sesuka hati, ke luar kota dan luar negeri.
Pulang kantor janjian makan malam
berdua di luar. Gaji dobel gitu loh.
Untuk liburan setahun ke depan
pun sudah cari tiket promosi. Menghabiskan uang yang selama ini dikumpulkan
untuk bisa hepi-hepi dan menikmati hasil dari jerih payah yang dilakoni.
Hingga tiba saatnya Allah memberikan
buah hati yang pastinya diharapkan semua pasangan suami istri.
Dilema pun menghampiri…..
Saat cuti melahirkan selesai, memandangi bayi mungil
di hari-hari terakhir cuti dan mempersiapkan segala sesuatu agar kebutuhan anak
terpenuhi walaupun kehadiran kita tidak ada di siang hari.
Masuk ke drama lain lagi.
Anak demam dengan suhu lebih dari
39 derajat. Mukanya lesu dan membutuhkan pelukan secara intensif sepanjang
hari. Lepas dikit dari gendongan, udah mulai nangis minta dipeluk lagi.
Seakan-akan mau bilang, “Mamak nggak boleh kemana-mana!”.
Kirim pesan whatsapp ke bos dan
minta ijin cuti. Malah diingatkan dengan deadline kerjaan yang semakin mepet.
Pengen nangis rasanya.
Anak sembuh, masuk ke drama
lainnya.
Tiba-tiba harus pergi dinas ke
luar kota padahal anak masih ASI Eksklusif. Stok ASIP udah mulai menipis di
kulkas. Kejar pumping sampai cari-cari alternatif ibu susu / donor ASI untuk
berjaga-jaga jika harus memilih susu formula.
Di luar kota mulai teringat si
bayi. Mewek sendiri, kangen tidur dan meng-ASI-hi buah hati. Galau tingkat
tinggi. Pengen rasanya pinjam pintu kemana saja – nya doraemon agar bisa
langsung tembus ke kamar dan memeluk si bayi.
Kerjaan seabreg dan harus lembur
mengejar closing audit, teringat si bayi menunggu di rumah untuk dipeluk dan
nenen langsung dari ibu nya.
Drama selanjutnya…
Saat si mbak, si teteh, si uwak
nggak kelihatan hilal nya setelah pulang ke kampung untuk lebaran. Beberapa
saat kemudian ponsel berdering dan dari jauh ia bilang, “Maaf bu, saya sementara
mau istirahat di kampung dulu.”
Sembari mencari-cari pengganti
dan ibu tidak bisa cuti lagi, anak-anak akan estafet dititipkan ke nenek, oma,
bude, bulek, tetangga sampai ke daycare.
Bukannya menikmati pekerjaan di
kantor, malah nggak konsen karena teringat dengan si buah hati yang dititipkan
kesana kemari. “Anakku rewel nggak ya?”; “Makannya bener nggak ya?”; “Udah
mandi belum ya?”
Ya Allah,,, saya kerja ingin cari
duit untuk anak saya. Tapi kenapa saya malah menjauh darinya. Pulang malam,
sabtu minggu sering harus lembur karena tuntutan kerjaan dan bos tentunya.
Untuk kesekian kali buka file
surat resign yang sudah beberapa kali dimodifikasi di laptop.
Tiba-tiba teringat…
Cicilan rumah masih beberapa
tahun lagi.
Masih ada mimpi lain yang ingin dikejar
Uang sekolah anak makin mahal
beberapa tahun ke depan.
Abis resign trus mau ngapain?
Yakin di rumah aja?
Udah siap dengan konsekuensi
nggak punya penghasilan sendiri?
Sayang dong ilmu yang didapat
dari dulu kalo cuma untuk pribadi dan keluarga sendiri?
Gimana dengan orangtua yang udah
berharap banyak dari anak perempuannya?
Bimbang….
Etapi… anak itu segalanya.
Kebahagiaan sejati seorang istri dan ibu itu ya di rumah saat membersamai anak
dan suaminya.
Gaji suami pasti cukup tanpa
punya sumber gaji lain lagi, yang penting syukurnya.
Nggak percaya ama matematika
Allah?
Aku harus bisa jadi madrasah
pertama untuk anak-anakku.
Bimbang lagi..
Galau lagi..
Dan filenya ditutup lagi untuk ke
sekian kali.
***
Rasanya seperti ingin jadi puisi dian
sastro dalam AADC.
Kulari ke pantai kemudian
teriakku. Kulari ke hutan kemudian…
Buat kamu yang pernah, sedang
atau sering mengalami hal ini, hayuk sini
berpelukan dan saling menguatkan. I FEEL YOU….
Pasti ada saatnya nanti, saat
hati ini mantap untuk bisa resign dan menghadapi segala konsekuensi.
Saat Allah memberikan keteguhan
hati untuk menjalani hari-hari sebagai stay
at home mom dengan senang hati.
Saat muncul keberanian dan
kerelaan untuk melepaskan kenikmatan di luar rumah dan menggantinya dengan
kenikmatan penuh di dalam rumah.
Sampai saat itu tiba… mari saling
menguatkan.
Karena kita sadar, karir tertinggi seorang
ibu, baik bekerja ataupun tidak, ada di dalam hati anak-anak kita sendiri. Tidak ada seorang pun ibu yang rela berjauh-jauh dari anaknya tanpa alasan yang berarti.
Love,
-Mamak-